Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta Pelabuhan Patimban dapat beroperasi pada tahun 2019. Hal ini sesuai dengan Surat Wakil Presiden kepada Menhub yang meminta pengoperasian dan pembangunan Patimban perlu dilakukan upaya percepatan.
Menhub menyampaikan hal itu saat menutup Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Persiapan Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuhan Patimban Yang Berwawasan Lingkungan,” di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (27/7).
“Para pihak yang akan berkolaborasi pada proyek ini saya ingin agar bergegas dan berkoordinasi untuk mencapai waktu mulai operasi ini. Diharapkan dengan selesainya Bandara Kertajati pada pertengahan Mei dan Insya Allah pada tahun 2019 Pelabuhan Patimban sudah beroperasi, maka kolaborasi antara Kertajati dan Patimban ini akan menjadi bagus sekali. Kita tahu kota-kota di sekitar Kertajati dan Patimban ini banyak industri-industri yang berkembang dan tentunya industri ini bisa menjadi kekuatan tersendiri dan menjadikan Patimban dan Kertajati membuat kegiatan kegiatan industri yang padat modal,” ungkap Budi Karya.
Menhub ingin nantinya Pelabuhan Patimban dapat berkolaborasi dengan Pelabuhan Tanjung Priok. “Proyek ini memang harus diakselerasi karena kita ingin Jawa Barat tumbuh dan pergerakan lalu lintas yang selama ini dari Karawang menuju ke Tanjung Priok dapat berkurang. Kita memang ingin menjadikan Pelabuhan Patimban dan Pelabuhan Tanjung Priok ini menjadi suatu kesatuan Pelabuhan yang mempunyai volume perdagangan yang besar,” ujarnya.
Terkait skema persentasi operator join antara Indonesia dan Jepang serta pembangunan Pelabuhan Patimban dibagi dalam tiga tahap dengan total dana sekitar Rp. 43.22 triliun.
“Kita harapkan ini bisa berjalan sesuai dengan rencana antara Indonesia dan Jepang, yang sudah sepakat bahwasanya Indonesia sebagai mayoritas dan Jepang sebanyak 49%,” jelas Menhub.
Pembangunan Pelabuhan Patimban, tutur Menhub, akan dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama dibutuhkan dana Rp 17 trilliun untuk fase satu dan 14 Triliun untuk fase dua. Tahap kedua perlu anggaran Rp 7,5 trilliun dan tahap ketiga atau yang terakhir dibutuhkan Rp 3,8 trilliun.
“Ini menggambarkan bahwasannya proyek ini cukup besar dan dengan besarnya proyek ini kita harap lakukan secara bertahap, secara fokus, dan dengan daya dukung industri yang ada di Karawang dan Cikarang, pasti Patimban menjadi favorit industri yang ada disana,” jelas Menhub.
Menhub juga menuturkan nantinya Pelabuhan Patimban direncanakan untuk melayani bongkar muat peti kemas dan kendaraan dengan kapasitas kontainer sebanyak 7.5 juta TEUS dan kendaraan sebanyak 600.000 CBU.
“Kita ingin sekali mencapai suatu volume yang besar sehingga tercapailah skala ekonomi bagi pelabuhan itu sehingga membuat kapal-kapal yang datang dan pergi di Pelabuhan Patimban-Priok menjadi efisien. Kita sudah kedatangan dengan kapasitas 8 ribu TEUS, nanti dengan mudah kita untuk mengisi separo, sepertiga atau dua pertiga,” tegasnya.
Berwawasan Lingkungan
Sementara itu, Ditjen Perhubungan Laut saat ini tengah menyusun studi pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan konsep pengembangan Pelabuhan Patimban sebagai pelabuhan yang berwawasan lingkungan.
Dirjen Laut Tonny Budiono saat membuka FGD, di Hotel Borobudur, Kamis (27/7).
Menurut Dirjen Tonny, Pemerintah menetapkan Pelabuhan Patimban sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional, yang telah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Untuk itu, pembangunan Pelabuhan Patimban akan mengadopsi nilai-nilai pelabuhan berwawasan lingkungan sehingga tidak hanya bermanfaat meningkatkan perekonomian, namun juga tetap menjamin kelestarian lingkungan sekitarnya.
Menurut Dirjen Tonny, penyelenggaraan Pelabuhan Patimban dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan, namun pelaksanaannya akan dilakukan secara sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha.
”Pembangunan, pengoperasian dan pengusahaan, nantinya Kementerian Perhubungan dimungkinkan bekerja sama dengan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”, jelasnya.
Tonny menyebutkan bahwa terkait percepatan operasional Pelabuhan Patimban, maka proses pemilihan operator untuk Pelabuhan Patimban juga perlu diperhatikan sejak dini mengenai kualifikasi serta regulasi yang perlu dipenuhi.
”Pembangunan pelabuhan ini tidak akan terlaksana tanpa adanya dukungan dan sinergi dari berbagai pihak baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pihak swasta, dan juga dukungan masyarakat sekitar agar proyek nasional ini dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai target yang telah ditetapkan sehingga pada akhirnya dapat menekan biaya logistik nasional,” ujar Tonny.
Direktur Kepelabuhanan, Mauritz Sibarani mengatakan bahwa FGD ini bertujuan untuk menggali informasi dan menyamakan persepsi seluruh pihak terkait pengelolaan Pelabuhan Patimban dan konsep pengembangan Pelabuhan Patimban sebagai pelabuhan yang berwawasan lingkungan.
“para peserta berasal dari berbagai unsur antara lain perwakilan dari Kementerian/Lembaga, para pejabat di lingkungan Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi/Akademisi, Asosiasi dan Perusahaan. Sementara itu, narasumber dalam FGD ini antara lain Deputi Infrastruktur Konektivitas Sistem Logistik-Kemenko Maritim, Direktur Kerjasama Pemerintah Swasta dan Rancang Bangun-Bappenas, Dirjen Kekayaan Negara-Kementerian Keuangan, serta perwakilan stakeholders/asosiasi di bidang transportasi yaitu perwakilan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada kesempatan tersebut, Mauritz menyebutkan bahwa Pelabuhan Patimban merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional dengan kapasitas mampu menampung kontainer sebanyak 7,5 juta TEUS dan kendaraan sebanyak 600.000 CBU.
“Pemilihan lokasi Pelabuhan Patimban telah didasarkan pada hasil Studi Pra Feasibility Study (FS) dan FS tahun 2015, dan lokasi ini dinilai paling layak ditinjau dari aspek transportasi, hukum dan kelembagaan, teknis, lingkungan, keselamatan pelayaran dan migas,” ujar Mauritz.
Lebih lanjut, Mauritz menambahkan bahwa Pembangunan Pelabuhan Patimban bertujuan untuk menekan biaya logistik dengan mendekatkan pusat produksi ke outlet pelabuhan, menekan penggunaan BBM dan meningkatkan utilisasi truk, memperkuat ketahanan ekonomi dan menyediakan backup outlet pelabuhan, menurunkan tingkat kemacetan di Ibukota dengan memindahkan sebagian trafik angkutan berat ke luar wilayah dan menjamin keselamatan pelayaran dan area eksplorasi migas.
“Pembangunan Pelabuhan Patimban ini akan dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap dengan dana sekitar Rp. 43,22 Triliun, tahapan konstruksi tahap I akan dimulai pada bulan Januari 2018, soft opening pada awal tahun 2019 dan ditargetkan rampung secara keseluruhan pada tahun 2027,” kata Mauritz.
Adapun proporsi pembiayaan berasal dari berbagai sumber yaitu dari Loan 71% (untuk breakwater, pengerukan, reklamasi, dermaga dan seawall, trestle, dan Jalan Akses), APBN 19% (untuk Lahan ± 372 Ha dan pajak 10%), dan KPS 10% (untuk peralatan dan pengoperasian). (humla/**)