Tiga hari lagi (3-10 Agustus) aksi mogok kerja SP JICT dilakukan. Berbagai upaya untuk menghentikan rencana itu terus diminta berbagai pihak. Namun, himbauan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat kelihatannya tak digubris oleh SP JICT untuk menghentikan tekadnya tersebut.
Ketua National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, Ketua Umum KMI Arwinas Dirgahayu, Tokoh Masyarakat Jakarta Utara Sabri Saiman, dan juga sejumlah ketua asosiasi kepelabuhanan pun meminta agar niat menggelar mogok kerja itu diurungkan. Mengingat, selain dapat mengganggu perekonomian nasional, juga menjadikan terminal ini negatif di mata dunia.
“Pelabuhan itu milik publik, bukan miliknya SP JICT. Jangan sandera terminal dengan ancaman mogok terus menerus,” ucap Siswanto dalam rilisnya yang dikirim ke Ocean Week, Senin (31/7) pagi ini.
Hal serupa juga dikatakan Arwinas dan Sabri Saiman. Keduanya minta supaya SP JICT tidak merugikan pengguna jasa. “Jangan sampai aksi yang sudah berulang ini akhirnya dipakai untuk kepentingan politik,” katanya.
Siswanto menilai, ancaman mogok sudah menjadi senjata SP JICT dalam memaksakan kehendak mereka. “Mereka (SP JICT-red) telah menyandera terminal petikemas sebagai alat bargaining. Karenanya pada derajat tertentu, SP JICT sudah melakukan abuse of power dari hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada mereka,” ujarnya.
Padahal, menurut Siswanto, semua orang tahu pendapatan pekerja JICT paling tinggi se Indonesia. Sehingga keinginan mereka yang meminta perbaikan kesejahteraan melalui bonus terasa menampar harga diri pekerja lain yang masih berkutat memperjuangkan hak normatif mereka. “Jadi tolong SP JICT berhenti membohongi publik dengan aksi mereka yang selalu dibungkus nasionalisme itu. Jangan sampi publik muak dengan mereka,” ungkapnya.
Arwinas, Sabri, dan Siswanto minta supaya SP JICT fokus bekerja demi kelancaran proses bongkar muat petikemas di Tanjung Priok. “Seharusnya mereka itu mensyukuri terhadap kesejahteraan yang diterimanya, karena dibandingkan dengan pekerja lain, masih lebih tinggi,” kata mereka.
Sementara itu, Ketua Umum ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum Asdeki H. Muslan, Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto kepada Ocean Week juga meminta supaya aksi mogok SP JICT tidak mengganggu aktifitas kapal dan barang.
“Pelayaran concern dengan kelanjutan dari perkembangan JICT. Kami berharap Manajemen Pelindo dan SP JICT bisa segera menyelesaikan permasalahannya,” kata Carmelita.
Sedangkan Muslan, menghimbau sebaiknya masalah internal itu dirundingkan bersama untuk mencapai mufakat, karena mogok kerja bukan hanya menyangkut terhambatnya barang, tapi juga citra JICT sebagai pelabuhan besar dan nama Indonesia dipertaruhkan di mata dunia.
Yukki Nugrahawan Hanafi pun berharap, jika mogok kerja tetap dilaksanakan, tidak ada ada delay karena pada akhirnya pengguna jasa akan memilih yang servicenya baik dan tidak sering ada isu-isu seperti ini.
“Tetapi teman-teman shipping line sudah mengantisipasi hal tersebut dan mereka sudah memindahkan ke dermaga lain di pelabuhan Priok,” katanya.
Kepala OP Priok, Nyoman Saputera, Kepala Syahbandar Pelabuhan Priok Capt. Sudiono, Kapolres Pelabuhan Priok Roberthus De Deo, DPC INSA Jaya, Bea Cukai, dan operator terminal Koja, MAL, TSJ, Pelabuhan 3 sudah berkoordinasi antara mereka.
Bagi mereka, yang penting adalah kelancaran arus barang dan kegiatan kapal lancar tidak terganggu oleh aksi mogok kerja SP JICT tersebut. (***)