Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi setuju dengan rencana penetapan 7 hub port Indonesia yang akan melayani direct call atau pengiriman langsung ke luar negeri.
“Tapi, kalau direct call jumlah muatan sedikit, maka mereka hanya bisa ke Singapura dan Malaysia,” kata Budi kepada pers dalam acara Kalaeidoskop 2020, di Jakarta.
Jadi jika barang yang diangkut masih sedikit, maka yang akan menjadi hub rute internasional masih tetap Singapura atau Malaysia, bukan Tanjung Priok atau Patimban nantinya.
Untuk diketahui bahwa beberapa tahun lalu, pemerintah telah menetapkan tujuh pelabuhan sebagai hub internasional.
Ketujuh pelabuhan itu yakni Belawan/Kuala Tanjung (Sumatra Utara), Tanjung Priok (Jakarta), Kijing (Kalimantan Barat), Tanjung Perak (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), Bitung (Sulawesi Utara), dan Sorong (Papua Barat).
Tujuh hub pelabuhan itu, kalau kata Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, nantinya diintegrasikan dengan trayek tol laut domestik. “Kapal-kapal feeder nantinya membawa muatan dari pelabuhan kecil ke pelabuhan hub untuk dikonsolidasikan, lalu dikapalkan langsung ke negara tujuan. Pola ini bernama integrated sea port,” katanya waktu itu.
Namun, apa yang dimaksudkan pemerintah mengenai hub port internasional itu memperoleh pandangan berbeda dari praktisi pelayaran.
Ketua umum INSA Carmelita Hartoto dan pengamat kemaritiman dari pelayaran Samudera Indonesia Asmari Heri Prayitno menyatakan perlunya pengertian terlebih dulu terminologi hub port tersebut.
“Apakah untuk pelabuhan di Indonesia, maksudnya sebagai hub internasional atau hub domestik, ini perlu kejelasan,” tegas keduanya saat dihubungi terpisah, beberapa waktu lalu.
Menurut Asmari Heri, kalau hub port internasional, muatan petikemas di kapal tidak ada hubungannya atau bukan untuk kepentingan negara bersangkutan. Misalnya pelabuhan Singapura, petikemas-petikemas yang masuk dan alih kapal itu bukan untuk kepentingan Singapura. “Jadi hanya numpang singgah kapal saja (transhipment) untuk dilanjutkan ke negara tujuan,” kata Asmary tegas.
Makanya, kalau barang (petikemas) dari pelabuhan yang satu ke pelabuhan yang lain masih di Indonesia, itu lebih tepat disebut hub domestik. “Untuk Indonesia masih pas sebagai hub domestik,” ujarnya lagi.
Pendapat senada juga diaampaikan Carmelita Hartoto. “Kita harus mengerti dahulu dengan terminologi hub tersebut. Hub atau pelabuhan pengumpul ada dua kategori yakni hub international transhipment seperti Singapore maupun Tanjung Pelepas Malaysia yang melakukan transhipment dari/ke berbagai negara, tanpa ada muatan dari/ke pelabuhan untuk kepentingan negara bersangkutan,” ujar Meme.
Karena itu, ungkapnya, pengertian hub bagi indonesia adalah pintu gerbang, bukan hub international. “Nah kalau pemerintah mau menentukan Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Bitung maupun lainnya sebagai hub pintu gerbang muatan dari/ke indonesia, bisa-bisa saja asalkan didukung dengan produk-produk ekspor dari industri disekitarnya yang cukup memadai untuk mengumpulkan muatan dari industri disekitarnya,” kata Carmelita.
Carmelita khawatir, bahwa selama ini pemerintah mendeklair ada tujuh hub pelabuhan di Indonesia itu hanya sekedar deklarasi saja, tapi cargo throughput hanya sedikit, atau hanya sekali dua kali call, selanjutnya sepi.
“Global Shipping practice adalah Ship follow the trade, kalau ada muatan yang secara economy scale mencukupi, kapal pasti datang,” ucapnya.
Jadi kalau melihat kondisi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang sudah ditentukan pemerintah sebagai hub port, owner PT Andhika Line ini pun ikutan bertanya pelabuhan mana yang bisa jadi hub pintu gerbang Indonesia.
Namun, apapun yang menjadi keputusan pemerintah, Meme mengaku bahwa pihaknya akan selalu mensupportnya.
Dalam catatan Ocean Week, dulu IPC mengungkapkan kesiapannya berkompetisi dengan Thailand yang juga berambisi menjadi hub ekspor Asean.
Andalan IPC adalah Tanjung Priok yang dianggap sudah memiliki infrastruktur dan suprastruktur memadai melakukan cargo consolidation, menyiapkan digital system, memperbaiki daya saing melalui service dan cost yang lebih kompetitif.
Seperti diketahui, Thailand sudah mengajukan diri sebagai hub ekspor Asia Tenggara dalam beberapa forum Asean, khususnya untuk kargo ke China, Korea Selatan, dan Jepang.
Indonesia juga mengajukan Tanjung Priok sebagai pelabuhan transshipment kargo ekspor dari berbagai daerah di Indonesia.
Begitu pula dengan Kuala Tanjung yang digadang-gadang sebagai hub internasional karena posisinya yang strategis di Selat Malaka.
Tanjung Priok sudah beberapa tahun terakhir ini melayani kapal dengan rute pelayaran langsung (direct call) ke Amerika Serikat, ke Intra Asia, ke Eropa, dan Australia.
Selain menjadi hub ekspor produk Nusantara, IPC juga mengkaji kemungkinan menjadi pelabuhan transshipment bagi kargo tujuan Australia dan kawasan Pasifik.
Begitu pula dengan pelabuhan di wilayah kerja Pelindo IV. Prasetyadi (Dirut Pelindo IV) mengklaim jika dari pelabuhannya sudah bisa direct call.
Memang terkadang pemerintah sedikit latah. Misalnya beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan keinginannya menjadikan Kuala Tanjung Multi Purpose Terminal (KMTM) atau Kuala Tanjung, di Sumatera Utara sebagai pelabuhan hub Internasional.
“Kita ingin melakukan suatu percepatan ekspor dan dijadikan sebagai Hub internasional selain Tanjung Priok,” kata Budi Karya saat berkunjung bersama Menteri Koordinator Maritim Luhut Panjaitan ke Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara tahun 2019 lalu.
Sayang keinginan pemerintah tersebut selalu tak melihat kenyataan. Pepatah mengatakan ‘Lebih besar pasak daripada Tiang’. Karena kenyataannya Kuala Tanjung tak juga sehebat yang didengung-dengungkan. Apalagi hinterland industrinya pun hingga kini belum terbangun. Sebab, pengguna jasa dan kalangan industri di Sumatera Utara masih cenderung memilih Belawan sebagai pelabuhan beraktivitasnya.
Tapi, lagi-lagi waktu itu Menhub Budi Karya dengan percaya diri menyatakan semua kegiatan ekspor dikirim langsung ke berbagai negara di Asia, seperti Cina, Singapura, Malaysia, India, dan negara lainnya tanpa perlu transit. Pelabuhan Kuala Tanjung, akan menjadi hub bagi pelabuhan-pelabuhan yang terdapat di Pulau Sumatera. Karena Pelabuhan ini memiliki dua fungsi yaitu, sebagai pusat alih muatan kapal (transhipment) dan sebagai pelabuhan industri Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Makanya untuk menjadikan hub port Indonesia, banyak pelaku usaha shipping Line yang pesimis hal itu bisa diwujudkan. Mengingat dan bagaimanapun, Singapura, Malaysia, Thailand, pasti tak tinggal diam.
Singapura sendiri sudah menyiapkan Tuas yang konon bisa menangani 40 juta TEUs per tahun, mengingat PSA sudah over kapasitas.
Begitu pula dengan Tanjung Pelepas yang terus menggenjot kinerjanya untuk dapat mengambil sebagian pasar transhipment Singapura.
Jadi bagaimana dengan Indonesia, bisakah keinginan pemerintah menjadikan serta mewujudkan pelabuhan di negeri ini sebagai hub port internasional, atau cukup sebagai hub domestik, kita tunggu saja strateginya. (***)