Di tengah pandemi covid-19 yang melanda Indonesia, sebanyak 68 pekerja kontrak dibawah naungan Koperasi Kekar PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang yang ditempatkan di terminal petikemas pelabuhan Panjang diberhentikan dari pekerjaannya alias di-PHK oleh pihak koperasi tersebut.
Akibatnya, mereka mengadukan nasibnya, bukan saja kepada Dinas Tenaga Kerja Lampung, Gubernur Lampung, dan DPRD Lampung, namun juga melaporkannya kepada Menteri BUMN Erick Tohir.
Bahkan, mereka pun sudah bertemu dengan direksi PT Pelindo II/IPC untuk menceritakan duduk perkara yang tengah dialaminya itu.
Mohammad Al-Hafizh dan Gunadi, Juru bicara ke-68 pekerja kontrak tersebut, menceritakan kepada Ocean Week, usai bertemu dengan Direksi PT Pelindo II, di Jakarta, Kamis sore (23/7).
“Direksi minta agar tak ada kegaduhan di pelabuhan, khususnya Panjang. Malah direksi sudah meminta kepada para pihak untuk menyelesaikan dan mempekerjakan kembali mereka (68 pekerja kontrak itu-red),” kata Hafizh dan Gunadi.
Keduanya menyatakan bahwa dengan PHK, dampaknya anak dan istri pun turut menanggung beban penderitaan, apalagi di tengah pandemi corona yang mestinya masyarakat perlu bantuan. “PHK kepada kami (68 orang) oleh manajemen Koperasi Kekar PT Pelindo Panjang tanpa ada pembicaraan terlebih dulu dengan kami,” ungkap Hafizh maupun Gunadi.
Menurut keduanya, para pekerja kontrak ini dituding tak mau menandatangani surat perpanjangan kontrak yang sudah berakhir masanya pada tanggal 30 April 2020, untuk kemudian memperpanjang kontraknya di tahun 2020-2021. “Perlu diketahui bahwa kami semenjak April 2019 sampai Juni 2020 memang tidak menandatangani kontrak dengan koperasi Kekar. Makanya saat diminta tandatangan perpanjangan kontrak, kami minta dan menanyakan kepada manajemen mengenai hak-hak para pekerja, tapi justru tak ada dialog, yang ada langsung dapat surat PHK,” ujarnya.
Ketika Ocean Week mengkonfirmasi hal tersebut kepada Wakil Ketua Koperasi Pekerja Kekar Pelindo Panjang, Hendra Rinaldi, diperoleh keterangan bahwa sebenarnya pihaknya sudah memberitahukan kepada para pekerja itu jika pada tanggal 30 April 2020, kontrak kerja sudah berakhir. “Mereka kami minta mengajukan perpanjangan kontrak dan surat pernyataan untuk periode 2020-2021,” kata Hendra Rinaldi per telpon, Kamis sore (23/7).
Menurut Hendra, surat permohonan perpanjangan supaya diserahkan ke Koperasi Kekar paling lambat 17 Juli 2020. Dan apabila sampai batas waktu yang ditentukan tersebut belum menyerahkan, maka para pekerja itu dikeluarkan keanggotaannya dari anggota luar biasa pada koperasi Kekar, serta otomatis dianggap mengundurkan diri.
Hendra juga mengungkapkan, jika para pekerja itu menuntut supaya bisa dijadikan sebagai karyawan tetap di Pelindo II atau di IPC TPK, anak perusahaan Pelindo II, tempat para pekerja kontrak itu bekerja.
Namun, Hafizh maupun Gunadi membantah terhadap pernyataan Hendra. “Kami tidak pernah meminta untuk dijadikan karyawan struktural Pelindo II atau IPC TPK, tapi kami tak ingin lagi menjadi tenaga kontrak dibawah Koperasi Kekar, karena kami tak diberitahu apa saja sebenarnya isi dalam kontrak antara Koperasi Kekar dengan IPC TPK sebagai User. Jadi hak-hak kami tak diberitahu,” jelasnya.
Saat masalah ini dikonfirmasikan juga ke IPC TPK sebagai User, diperoleh jawaban bahwa sebagai user, pihaknya hanya menjadi tempat para pekerja itu bekerja. “Untuk masalah ini kami hanya sebagai pengguna, karena kontraknya antara IPC TPK dengan Koperasi Kekar. Jadi masalah itu bukan wewenang kami,” kata salah satu direksi IPC TPK kepada Ocean Week.
Diharapkan masalah antara para pekerja kontrak tersebut dengan koperasi Kekar dapat dicarikan solusi terbaik, supaya tak terjadi kegaduhan di pelabuhan Panjang.
Para pekerja yang diwakili Hafizh dan Gunadi juga berharap supaya Menteri BUMN turun tangan membantu penyelesaian masalah yang menimpanya tersebut. (**)