Perkembangan energi laut di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir mengalami pasang surut. Dibalik semangat publik dan dunia usaha mendorong pemanfaatan energi terbarukan itu, namun tidak satu pun project aplikasi energi laut yang berhasil digulirkan oleh Kementerian ESDM.
Ketua Alfatekelits Jabodetabek, Gigih Retnowati, mengatakan Indonesia mempunyai potensi energi panas laut terbesar di dunia. “Potensi pengembangan OTEC di daerah kepulauan Indonesia belum sepenuhnya di mengerti,” kata Gigih di Jakarta, Jumat (16/11).
Untuk diketahui bahwa pada Rabu 14 November 2018, para pemangku kepentingan energi laut Indonesia meluncurkan inisiatif untuk membentuk Indonesia OTEC Center (IOCE). OTEC singkatan dari Ocean Thermal Energy Conversion adalah sistem pembangkit listrik bersumber dari panas laut, yang memanfaatkan perbedaan suhu air di permukaan laut dengan suhu pada kedalaman kurang lebih 1000 meter di dalam air.
Pembentukan IOCE itu dideklarasikan di sela-sela Marine Technical Discussion Forum (MTDF) yang diselenggarakan oleh Almuni Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (Alfatekeits) Jabodetabek, di BKI Building Jakarta Utara.
Sementara pemerintah Indonesia telah menentukan sasaran bauran energi di tahun 2025 paling sedikit 23 persen dan pada tahun 2050 paling sedikit 31 persen.
Sekjen Alfatekelits Jabodetabek, Heru Hermawan, mengyatakan pembentukan IOCE mendukung kebijakan kedaulatan energi dengan pengembangan kemampuan nasional untuk penerapan teknolgi OTEC di Indonesia.
“Kami berharap IOCE menjadi wadah segala dinamika aktivitas para pemangku kepentingan di dalam pengembangan OTEC di Indonesia dan dapat menjadi kiblat pengembangan teknologi OTEC di dunia,” ujarnya.
Berbagai kalangan memberikan dukungan terhadap keberadaan IOCE seperti Kementerian ESDM yang diwakili oleh Head of Research & Development Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Yunus Saefulhak, Anggota Dewan Energi Nasional Prof. Dr. Mukhtasor, dan DPR RI yang diwakili oleh Wakil Ketua Komisi VII, Ridwan Hasyim.
Prof. Dr. Mukhtasor menyatakan, pembentukan IOCE ini strategis untuk mempercepat implementasi energi laut, khususnya OTEC. “Sangat penting, karena potensi praktis energi panas laut Indonesia mencapai 41.000 MW dan belum ada implementasinya sama sekali”, katanya.
Sedangkan Ridwan Hisjam menegaskan agar energi dapat diperlakukan bukan sebagai komoditas belaka, namun sebagai modal pembangunan. “Energi laut dapat mewujudkan peran sebagai modal pembangunan tersebut, melalui peningkatan perekonomian, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja,” kata Ridwan Hisyam.
Dukungan terhadap IOCE juga diberikan oleh Direktur Utama PT Biro Klasifikasi Indonesia Rudiyanto, Direktur Pengembangan Sumber Daya PT Biro Klasifikasi Indonesia, Saifudin Widjaja, Masyarakat Energi Terbarukan (METI) Dr. Ismadi Bugis dan Anton Wahjosoedibjo, Pusat Teknologi Rekayasa Industri Maritim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr. Erwandi, Tidal Brigde BV Indonesia Latif Gau, perwakilan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Maritim Republik Indonesia Y. Yudi Prabangkara, serta
Akuo Energy Indonesia yang diwakili oleh Refi Kunaefi. (ow/**)