Gabungan pengusaha angkutan sungai, danau dan penyeberangan (Gapasdap) baru saja melaksanakan rapat kerja Nasional (Rakernas) di Yogyakarta, tanggal 12-13 Juli 2023, mengambil tema “Restrukturisasi Tata Kelola Pelayanan dan Keselamatan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan”.
Banyak masalah yang disampaikan dalam Rakernas tersebut, dan itu menjadi tantangan berat buat pengusaha angkutan penyeberangan di masa depan.
“Kami melihat bahwa tantangan kedepan transportasi sungai danau penyeberangan (SDP) semakin berat dengan berbagai masalahnya baik yang terkait dengan kepengusahaan, keselamatan, maupun munculnya kebijakan-kebijakan yang kontra produktif terhadap terciptanya iklim usaha yang kondusif,” kata Khoiri Soetomo, Ketua Umum Gapasdap dalam keterangan resminya yang diterima Ocean Week, Senin malam.
Khoiri menyampaikan bahwa dalam Rakernas Gapasdap kali ini juga akan dilakukan penandatanganan Naskah Deklarasi Keselamatan oleh seluruh stakeholder angkutan penyeberangan, dengan harapan semua akan berkomitmen dalam mewujudkan keselamatan dalam industri angkutan penyeberangan.
“Kami dalam berbagai kesempatan sering menyampaikan bahwa Industri Angkutan Penyeberangan memiliki peran yang sangat besar dan strategis. Hal ini disebabkan oleh karakteristik moda angkutan penyeberangan yang mampu melayani masyarakat dalam bentuk Mass Transport Capacity, yaitu: Kapasitas Super Massal, High Safety Standard, yaitu mengikuti standard keselamatan internasional, Reliable Schedule, yaitu selalu dapat diandalkan kehadirannya dalam 24 jam per hari dan 7 hari seminggu (Inilah yang merupakan REAL TOL LAUT), Irreplaceable, yakni tidak dapat digantikan oleh moda angkutan lainnya,” tegas Khoiri.
Direktur PT DLU ini juga mengatakan bahwa Industri jasa angkutan penyeberangan pada tahun 2022 telah melayani sedikitnya 30 juta penumpang, 3,5 Juta sepeda motor, dan 11,2 Juta kendaraan roda 4 di seluruh Indonesia melalui sekitar 353 pelabuhan penyeberangan, dan menggunakan 435 unit kapal penyeberangan (330 unit komersial dan 105 unit perintis).
“Jika terjadi permasalahan di angkutan penyeberangan baik itu yang bersifat accident, kemacetan maupun terhentinya pelayanan maka dapat berdampak secara nasional baik secara politik maupun dampak secara ekonomi berupa terhentinya kegiatan ekonomi di suatu daerah,” ungkapnya.
Dengan peran yang besar seperti di atas, kata Khoiri, maka sudah selayaknya sektor Industri Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah, karena pada hakekatnya peran Sungai, Danau dan Penyeberangan identik dengan peran jalan raya yakni sebagai infrastruktur di negara maritim.
Namun demikian, keluh ketua umum Gapasdap ini, Industri jasa angkutan penyeberangan masih dibelit dengan persoalan ke pengusahaan yang pelik dan komplek. “Salah satu permasalahan yang kami hadapi adalah terkait dengan permasalahan Tata Kelola Pelayanan dan Keselamatan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan,” katanya lagi.
Menurut Khoiri, beberapa permasalahan terkait dengan tata kelola tersebut antara lain, soal pentarifan yang hingga saat ini masih menjadi masalah pokok. “Tarif yang ditetapkan oleh pemerintah masih berada dibawah perhitungan biaya pokok, sehingga menyulitkan pengusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, terutama dari sisi safety dan kenyamanan,” jelasnya.
Lalu, masih adanya lintasan berhimpit yang ditetapkan oleh dua direktorat yang berbeda di Kementerian Perhubungan RI. Hal ini akan menyebabkan lintasan yang terlebih dahulu beroperasi dan pengusaha sudah terlanjur menanamkan investasi, akan berkurang pangsa pasarnya dan menyebabkan kesulitan dalam berusaha. Seharusnya Pemerintah memperhatikan keseimbangan supply dan demand ketika akan menetapkan lintas baru.
Kemudian, adanya fungsi rangkap yang dijalankan oleh PT ASDP sebagai operator pelayaran yang mengoperasikan kapal angkutan penyeberangan, operator pelabuhan dimana di dalamnya termasuk sebagai penyedia system online ticketing mulai dari develop software hingga penjualan, dan juga di beberapa pelabuhan, berperan sebagai regulator yang mengontrol traffic kapal-kapal penyeberangan.
“Selain itu adanya disharmonisasi peraturan dalam satu kementerian terkait adanya PM 122 tahun 2018 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan yang hingga saat ini masih menimbulkan banyak permasalahan di lapangan. Termasuk munculnya peraturan Instruksi Menteri No 8 yang menimbulkan kebingungan pelaksanaan di lapangan,” kata Khoiri.
Dia mencontohkan, sebagaimana yang terjadi di kapal milik anggota Gapasdap (KMP. Nawasena), dimana pendaftaran kapal sudah dilaksanakan melalui Dirjend Hubdat dangan sistem “AIR-SDP”, tetapi pada pelaksanaan sijil / sign in sign out kru kapal masih dilaksanakan oleh KSOP (dibawah Dirjend Hubla) yang dalam pelaksanaanya menggunakan sistem “SIMLALA”. “Hal itu menimbulkan masalah, karena data kapal belum masuk ke sistem “SIMLALA”, sehingga sijil /sign in sign out tidak dapat dilakukan,” ungkap Khoiri dibenarkan Aminuddin Rifai, Sekretaris Gapasdap.

Khoiri menambahkan bahwa adanya ketidaksiapan dalam pelaksanaan PM 122 tahun 2018 juga memiliki imbas kepada angkutan sungai di Kalimantan, yang menjadi salah satu sarana transportasi yang sangat penting.
Salah satu contoh adalah adanya kesepakatan antara BPTD, Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Barat dan Perusahaan Pelayaran terkait penerbitan Surat Ijin Berlayar Sementara.
Selain itu, kata Khoiri, belum jelasnya tata kelola untuk angkutan sungai dan danau di Indonesia, yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Karena angkutan sungai jika dikelola secara baik, maka akan bisa menjadi infrastruktur yang bisa menggantikan fungsi jalan raya baik sebagai angkutan barang maupun penumpang. Yang pada akhirnya akan mengurangi kemacetan yang terjadi di jalan dan juga mengurangi cost perawatan jalan.
Sebagai contoh Sungai Kapuas yang berada di Kalimantan Barat memiliki panjang 1143 km dan yang dapat dilayari sepanjang 942 km.
Permasalahan ketersediaan BBM bersubsidi bagi angkutan sungai, saat ini juga menjadi problem serius bagi pengusaha angkutan sungai di Indonesia.
Tak kalah penting yakni permasalahan pengaturan muatan kendaraan yang Over Dimension dan Over Loaded (ODOL) dan juga pengawasan muatan kendaraan yang masuk dalam kategori International Maritime Dangerous Good (IMDG) hingga saat ini masih belum ada kejelasan, sehingga resiko terhadap keselamatan pelayaran setiap saat mengancam usaha penyeberangan.
Khoiri juga bercerita, adanya tumpang tindih kewenangan antar instansi ketika terjadi kecelakaan kapal, yang pada akhirnya membuat pengusaha semakin kesulitan jika terjadi kecelakaan kapal (sebagimana kejadian pada KMP. Royce 1 dan KMP. Yunice dimana tingkat koordinasi antara pihak-pihak yang seharusnya memiliki kewenangan, tidak dapat mengambil tanggung jawab sebagaimana mustinya sesuai dengan peraturan dan undang-undang).
Permasalahan lain yang juga masih menghantui usaha ini yakni klaim asuransi kecelakaan kapal, yang semakin sulit bagi kapal-kapal angkutan penyeberangan. “Kami berharap melalui moment ini, pemerintah dapat menjembatani untuk membantu kemudahan dalam mendapatkan klaim asuransi tersebut,” harap Khoiri.

Khoiri mengungkapkan bahwa persoalan di atas adalah sebagian kecil dari banyaknya masalah yang ada pada Industri Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan. “Sayangnya permasalahan-permasalahan yang terus berulang itu belum terselesaikan. Kami mohon kepada pemerintah (dirjen darat) sebagai pembina industri angkutan sungai danau dan penyeberangan untuk dapat membuat roadmap terkait penyelesaian masalah tersebut. Sehingga cita-cita kita semua untuk dapat mewujudkan sebuah industri angkutan sungai danau dan penyeberangan yang lancar, selamat, aman dan nyaman dapat terwujud,” katanya.
Lancar & Zero Accident
Khoiri juga menceritakan bagaimana keberhasilan anggota Gapasdap dalam melaksanakan hajat tahunan yakni angkutan Lebaran dan libur Sekolah.
“Syukur Alhamdulillah, melalui kerjasama yang baik antara operator, pemerintah dan seluruh stakeholder, pelaksanaan angkutan lebaran tahun ini secara umum berjalan dengan lancar dan zero accident. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan Angkutan Liburan Sekolah tahun 2023 yang melayani pengguna jasa dari segmen calon-calon generasi penerus bangsa. Dalam penyelenggaraan angkutan liburan sekolah tahun ini diwarnai dengan kemacetan panjang antrian kendaraan di pelabuhan penyeberangan Ketapang-Gilimanuk pada beberapa hari, dan masyarakat terpaksa tidak dapat terlayani dengan baik dikarenakan penjualan tiket online juga harus menggunakan system buka tutup. Hal ini dikarenakan tidak adanya manajemen traffic yang baik dari pengelola pelabuhan, disaat demand mengalami lonjakan dengan adanya masa liburan sekolah,” katanya penjang lebar.
Bahkan saat ini, menurut Khoiri, ada salah satu dermaga yang mengalami perbaikan dan memakan waktu yang cukup lama, yang berarti sekitar 20% kapasitas angkut kendaraan berkurang. “Kami berharap kedepan, untuk angkutan liburan sekolah maupun beberapa momen yang diprediksi akan terjadi beban puncak pada angkutan penyeberangan mendapatkan porsi perhatian yang lebih dari pemerintah, apalagi disaat ekonomi mulai membaik dan sektor pariwisata mulai tumbuh, sehingga tidak terjadi kemacetan yang berkepanjangan seperti yang terjadi di lintas Ketapang-Gilimanuk saat ini,” ujarnya prihatin.
Khoiri sekali lagi berharap supaya pemerintah memperhatikan segala persoalan yang dihadapi usaha penyeberangan, karena bagaimanapun juga, sektor usaha ini telah mampu berkontribusi untuk kelancaran logistik nasional antar pulau. (**)