Kebutuhan akan pelaut Indonesia kedepan yang hingga mencapai 40 ribu lebih mesti diimbangi dengan kualitas lulusan, bukan hanya mencetak kuantitas. Sebaliknya para pendidik juga mesti ditingkatkan kualitasnya.
“Kalau para pendidiknya berkualitas akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Tapi, saya belum lama mentest mereka (beberapa lulusan) sekolah tinggi pelayaran, jangankan penguasaan bahasa inggrisnya, basic untuk ilmu pelayaran saja masih kurang dikuasai. Bagaimana dengan kualitas seperti itu akan dapat direkrut oleh company yang memerlukannya,” kata Lisda Y Satria, salah satu direktur di grup Humpuss Intermoda Transport kepada Ocean Week, di kantor DPP INSA tanah Abang, Jakarta.
Menurut Lisda yang juga pengurus di DPP INSA itu, di Indonesia sebenarnya ada ratusan sekolah tingkat menengah dan sekolah tinggi pelayaran, tetapi jika sekali lagi kualitas lulusannya belum memenuhi standar kebutuhan, akan sulit dapat bersaing dengan pelaut asing.
“Padahal Indonesia sendiri membutuhkan pelaut sangat banyak sampai beberapa tahun kedepan,” ujarnya.
Lisda juga menyinggung mahalnya simulator yang harganya sangat mahal, meskipun alat itu menjadi salah satu sarana praktik penting bagi para calon pelaut yang sedang menempuh pendidikan. “Pemerintah juga perlu memikirkan akan hal ini,” ucapnya lagi.
Seperti diketahui bahwa Menhub Budi Karya Sumadi mentargetkan sekitar 500.000 pelaut per tahun guna memenuhi kekurangan SDM Pelaut di Indonesia.
Menhub mengatakan pengembangan pendidikan vokasi khususnya di bidang kelautan dapat menjadi solusi untuk memacu pertumbuhan sektor maritim di Indonesia
Menurutnya, lapangan kerja untuk profesi pelaut di Indonesia masih sangat sedikit, sementara di luar negeri, profesi pelaut sangat banyak dibutuhkan.
“Jika itu dapat diisi, selain menambah lapangan pekerjaan juga dapat menghasilkan devisa yang besar bagi negara,” ujar Menhub.
Menhub juga menyatakan, dari sebuah riset, di Filipina bisa mempekerjakan lebih dari 500.000 pelaut sedangkan kita kurang dari 100.000 atau sekitar 78.000 pelaut. Padahal, jumlah penduduk kita lebih besar. Kalau kita bisa hasilkan 500.000 pelaut dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji US$1.500, paling tidak kita dapat sekitar Rp50 triliun devisa satu tahunnya. (**)