Pengusaha pelayaran kontainer dan depo petikemas tak berminat dan tertarik untuk berinvestasi bisnis petikemas di Dumai, Riau, karena antara supply dan demand tidak seimbang. “Yang masuk banyak, namun yang keluar nggak ada, ekspor nggak ada, sehingga usaha kontainer disini tak diminati,” kata Sekretaris Korwil ALFI Sumatera, Ahmad Jony Marzainur, ketika dihubungi Ocean Week, Senin (22/5) malam.
Menurut dia, tidak berkembangnya usaha kontainer di Dumai dikarenakan belum adanya fasilitas yang memadai untuk itu. Hasil produksi dari wilayah ini masih banyak diangkut dengan non petikemas. Apalagi depo kontainer yang memenuhi standar juga belum ada.
“Potensi industri yang ada disini antara lain cangkang, inti sawit, dan ampas sawit, karena produksi dalam satu tahun bisa mencapai 3-4 juta ton,” ungkapnya.
Jony juga menuturkan bahwa produksi curah cair yang sangat tinggi di Dumai itu belum bisa dikontainerisasikan. “Sampai saat ini masih menggunakan tangki dan kapal tanker,” ucapnya lagi.
Jika ingin usaha kontainer berkembang di Dumai, Jony menyarankan supaya ada kebijakan khusus dari pemerintah propinsi dengan memanfaatkan pelabuhan yang ada, yakni pelabuhan Dumai, pelabuhan Buton di kabupaten Siak, dan pelabuhan Perawang.
Jony mengaku siap membantu pemerintah dalam percepatan lalu lintas barang menggunakan kontainer, karena selain aman juga murah.
Sayangnya, tegas Jony, pemerintah propinsi belum mendukung terhadap hal ini. “Mereka (pemprop-red) kurang tertarik, bahkan tidak mengerti terhadap bisnis kontainer tersebut,” katanya.
Karena itu, Jony berharap, supaya pemerintah propinsi maupun pemerintah daerah (kabupaten/kota) mendorong terciptanya usaha kontainer di Dumai. Caranya, pemda mesti memiliki data produksi semua industri yang ada di wilayahnya. “Berapa produksinya per tahun, hasilnya bisa diangkut dengan apa,” ujar Jony. (**)