Kelangkaan kontainer kosong 40 feet menjadikan eksportir mengalami kesulitan dalam mengirimkan barangnya ke luar negeri.
Hal itu diakui Erwin Taufan, salah satu ketua GINSI kepada Ocean Week, Kamis siang. “Memang sekarang empty kontainer untuk ekspor sedikit sulit, mungkin karena sejak covid-19 banyak negara yang menutup (lockdown), dan itu sangat berdampak untuk kegiatan ekspor dari Indonesia, selain itu karena berkurangnya impor kesini (indoensia),” katanya.
Taufan berharap, kementerian perdagangan dan pihak terkait turun tangan untuk masalah ini. “Ini nggak bisa dibiarkan berlama-lama, karena bisa merugikan Indonesia sendiri,” ujarnya lagi.
Sementara itu, ketua umum Indonesia National Shipowners Association (INSA ) Carmelita Hartoto menyatakan perlunya dicarikan solusi dalam menangani kondisi kekurangan kontainer global yang terjadi saat ini dengan melibatkan seluruh stakeholder pelayaran.
“Kekurangan kontainer global menjadi isu hangat di dunia pelayaran dan logistik saat ini. Para eksportir, termasuk di Indonesia, mengalami kesulitan mendapatkan kontainer untuk mengirimkan barangnya ke luar negeri,” ungkap Meme (panggilannya).
Dia membenarkan jika kekurangan kontainer global ini bermula dari menyebarnya pandemi Covid-19 dari China ke seluruh penjuru dunia, kemudian menyebabkan banyak negara melakukan lockdown dan terjadi penurunan jumlah kargo muatan kapal kontainer.
Sebagai tindakan logis, kata Carmelita, untuk mempertahankan operasional, maka para operator pelayaran kontainer dunia menyusutkan jumlah operasional kapal container untuk memangkas beban biaya perusahaan.
“Namun China terlebih dahulu mengatasi pandemic dan lebih dahulu melakukan aktivitas ekonominya serta kargo sudah mulai tumbuh kembali, Namun kontainer belum tersedia, karena berkurangnya tenaga kerja dari negara-negara yg melakukan lockdown seperti Amerika,” ujarnya lagi.
Akibat kekurangan kontainer ini, mengakibatkan freight pelayaran global mengalami kenaikan.
“Khusus Indonesia, kekurangan kontainer ekspor ini disebabkan karena berkurangnya volume impor yang berarti menurunnya jumlah kontainer yang ke Indonesia,” tuturnya.
Menurut Meme, penyebab lainnya karena terjadinya kongesti di Pelabuhan Singapura, Inggris, Tiongkok dan Amerika.
“Kongesti ini mengakibatkan terjadinya delay keberangkatan kapal dan mengubah jadwal pelayaran,” jelasnya.
Untuk itu, DPP INSA meminta perlu ada solusi dari Kementerian Perdagangan untuk membawa kontainer kosong ke Indonesia.
“Infonya sebanyak 1292 kontainer terhambat agar diakomodasi untuk tujuan ekspor ke negara tujuan utama (long haul) seperti ke Eropa dan Amerika,” harapnya.
INSA mengusulkan supaya repo kontainer kosong ke Indonesia untuk dibebaskan biaya bongkar di pelabuhan, selain itu mendorong dibukanya keran impor ke Indonesia, serta eksportir diharapkan mensubstitusi tipe kontainer, dari biasanya menggunakan 40 feet menjadi 20 feet.
“DPP INSA sudah menyampaikan beberapa usulan ini dalam rapat beberapa waktu lalu dengan pemerintah dan stakeholder lainnya,” kata Carmelita.
Untuk domestik, Meme mengungkapkan tak ada masalah dengan kontainer. Distribusi barang di dalam negeri stabil, karena dilakukan oleh armada kapal nasional.
Hanya saja, Carmelita menghimbau kepada para pelayaran, untuk menjaga stabilitas ongkos angkut, tidak melakukan banting tarif.
“Mesti bersaing secara sehat dalam memberikan service, bukan bersaing pada ongkos angkut,” kata Meme. (**)