Usaha angkutan laut kedepan masih menghadapi banyak problem. Namun demikian, para pelaku usaha disektor ini tetap berupaya agar pelayaran nasional dapat menjadi ‘tuan rumah’ di negeri sendiri terwujud. Apalagi sejak dicanangkan peraturan azas cabotage 10 tahun lalu, sangat membuka peluang pelayaran nasional eksis kembali. Sayang pasca cabotage hingga sekarang belum berjalan sesuai harapan.
Meski pada era pemerintahan Jokowi, maritime tak lagi ‘dipunggungi’, tetapi banyak hal yang harus dibenahi agar cita-cita menjadikan Indonesia sebagai nagara maritime dunia yang kuat dapat terealisasi. Bagaimana pandangan dan harapan dari para pelaku bisnis angkutan laut di massa mendatang, Ocean Week memperbincangkannya dengan Carmelita Hartoto (Ketua Umum DPP INSA), berikut petikannya.
Selama 8 tahun UU Pelayaran dilaksanakan, keuntungan apa yang dapat dirasakan oleh usaha shipping?
Undang-undang Pelayaran dibuat agar iklim usaha terutama dibidang shipping berjalan dengan baik, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan membuat perekonomian di Indonesia menjadi maju setara dengan Negara-negara lain. Salah satu yang menguntungkan dengan diberlakukannya Undang-undang Pelayaran ini sudah barang tentu adalah bertambahnya armada nasional dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri.
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 20 dan PP nomor 64 sebagai implementasi dari UU Pelayaran apakah sudah benar-benar kondusif bagi dunia usaha, atau hanya menguntungkan PT Pelindo sebagai operator, komentarnya?
Baik PP 20 tahun 2010 mengenai angkutan di perairan serta PP 20 tahun 2015 mengenai Aturan Keselamatan, saya melihat memang sudah sepantasnya Peraturan tersebut dibuat. Namun demikian kita harus juga melihat pada kondisi dilapangan mengenai ketersediaan Perwira yang memiliki standard kualifikasi yang dipersyaratkan. Untuk kapal kecil yang diharuskan diawaki perwira yang ber standard kualifikasi tinggi, tentunya berat bagi pengusaha untuk memenuhinya. Sedangkan PP no 64 tahun 2015 sebagai pengganti PP no 61 tahun 2009, kami melihatnya bahwa Pelindo sebagai pemegang konsesi sebagaimana Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang lain juga, memang merasa diuntungkan, bukan oleh PP itu, melainkan karena sudah exis terlebih dahulu, dan Pelabuhan sendiri sudah ada sejak jaman Belanda, tanpa harus dibangun dengan biaya Pelindo. Sedangkan BUP yang lain kalau mau membangun pelabuhan harus investasi sendiri.(Tidan menggunakan APBN). Karena PP tersebut menyatakan demikian.
Setelah setahun konsep maritim pemerintahan Jokowi – JK berjalan, apa yang masih perlu didorong supaya usaha angkutan laut benar-benar dapat memetik hasilnya dari konsep tersebut?
Kita melihat konsep maritime pemerintah belum sepenuhnya dirasakan bagi pelaku industry maritime. Salah satu contoh misalnya industry galangan kapal, sebagai pensupport usaha angkutan laut nasional, masih terus berjuang untuk bisa tumbuh merata di pelosok Nusantara. Sehingga pelayaran nasional bila akan memperbaiki kapalnya untuk docking, tidak harus keluar negeri atau ke wilayah barat Indonesia.
Sebagai ketua umum INSA, rencana apa yang akan pengurus lakukan dalam mendorong maju kembangnya dunia pelayaran nasional?
INSA selalu memberikan masukan pada Pemerintah, serta memperjuangkan kepentingan anggota. Sebagai contoh misalnya memberi masukan akan kebijakan-kebijakan negara tetangga yang diberikan pada industry pelayaran mereka. Sehingga kita bisa bersaing secara sehat karena mendapatkan equal treatment.
Beberapa bulan terakhir tahun 2015 lalu, keluar kebijakan dari Kemenhub untuk menata kembali usaha shipping nasional, misalnya perusahaan pelayaran wajib mempunyai kapal, padahal kenyataannya banyak perusahaan yang tak memenuhi syarat itu, langkah apa yang akan INSA tempuh dalam hal ini?
INSA sudah barang tentu mendukung kebijakan pemerintah untuk mendata kembali usaha pelayaran nasional. Sewajarnya Perusahaan nasional harus memiliki kapal secara nyata phisiknya. Sehingga SIUPAL tidak disalah gunakan untuk kepentingan-kepentingan yang merugikan Pelayaran nasional itu sendiri. Namun demikian, dalam Pendataan ini, seyogyanya juga masih diberikan tenggat waktu bagi Pelayaran Nasional yang sedang meremajakan armadanya. Kalau ada pelayaran nasional yang menjual kapalnya karena sudah tidak ekonomis, diharapkan diberikan waktu untuk membeli kapal baru, dan tidak serta merta dicabut SIUPALnya.
Azas cabotage sudah berjalan sekitar 10 tahun dan telah berhasil, namun pasca cabotage tetap saja belum berjalan, bahkan kapal-kapal asing masih mendominasi, strategi apa yang mesti dilakukan supaya pemerintah dapat merealisasikan program itu?
Pasca cabotage atau kita kenal dengan Beyond cabotage masih terus berjalan. Memang agak melambat karena masih dalam proses pencatatan angka jasa transportasi eksport atau freight. Namun pada rapat konsolidasi team beyond cabotage pada Desember tahun 2015 yang lalu, Bank Indonesia (BI) telah melaporkan data angka jasa transportasi export dan angka assuransi eksport. Data inilah yang akan dipakai oleh Kementerian Perdagangan untuk mengubah kebijakan eksport dari secara FOB menjadi CIF. INSA akan terus mengawal roadmap beyond cabotage ini.
Problem apa yang masih akan dihadapi usaha shipping pada tahun 2016 dan 5 tahun kedepan?
Kita mengetahui bersama, bahwa sekarang kita memasuki era MEA. Sementara kita masih mengalami problem yang sama dari tahun ketahun. Sea and Coast Guard seperti yang diamanahkan UU Pelayaran, memang sudah terbentuk dengan didirikannya BAKAMLA menggantikan Bakorkamla. Tetapi masing-masing institusi memiliki wewenang yang sama dalam mengamankan laut Indonesia, berdasarkan UU yang dimilikinya. Sehingga timbullah yang namanya Multi Force for Single Task, yang bisa disalah gunakan oleh masing-masing oknum institusi. Kebijakan-kebijakan Fiscal dan moneter untuk Industri Pelayaran, pelan-pelan sudah mulai pro industry maritime nasional. Dan ini akan terus kita perjuangkan.
Harapan ibu sebagai ketua umum maupun praktisi pelayaran, bisa diceritakan?
Kami industry Pelayaran Nasional tidak berharap banyak. Cukuplah kami didukung dan diberikan kebijakan yang sama sebagaimana Pelayaran Negara-negara tetangga mendapatkan kebijakan. Atau equal treatment. Syukur-syukur bisa lebih baik lagi. Dengan demikian konsep Negara maritim sebagaimana yang dicanangkan oleh Pemerintah Jokowi, akan cepat terlaksana. Pembangunan Infrastruktur memang tidak semudah membalik telapak tangan, tapi kita lihat anggaran pemerintah sudah bergerak kearah sana. (ow)