Supply Chain Indonesia (SCI) bersama Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) serta Asean Federation of Forwarder Association (AFFA), pada Rabu (4/4) merilis hasil survei sektor logistik Indonesia 2017-2018.
“Sesuai hasil survei, sebanyak 59,7 persen responden menyatakan kinerja sektor logistik Indonesia secara umum lebih baik dibandingkan tahun 2016. Dan 65,8 persen responden menyatakan prediksi kinerja sektor logistik Indonesia secara umum pada 2018 akan lebih baik dibandingkan tahun 2017,” kata Ketua SCI Setijadi kepada pers di Jakarta, Rabu (4/4).
Setijadi mengatakan jajak pendapat dilakukan pada periode 15 Januari – 28 Februari 2018 yang diikuti 548 praktisi pelaku usaha dan penyedia jasa logistik, pemilik barang, akademisi,birokrasi, pemerhati dan pihak terkait dalam bidang logistik.
Setijadi juga mengungkapkan, dengan memerhatikan persaingan global, keberhasilan pengembangan sektor logistik Indonesia perlu ditingkatkan. Ada pun mengenai daya saing logistik Indonesia terhadap negara Asean, responden yang terlibat dalam jajak pendapat itu berimbang.
“Mengenai penerapan program tol laut terhadap peningkatan kinerja logistik nasional, sebanyak 45,1 persen responden menyatakan penerapannya sudah efektif atau sangat efektif,” jelas Setijadi. Namun sebanyak 50,1 persen responden menyatakan penerapan program tol laut belum atau tidak afektif,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengapresiasi hasil survei tersebut.”Kinerja logistik domestik memang membaik, tapi belum maksimal untuk daya saing. Daya saing logistik kita masih rendah. Contoh, tarif progresif penumpukan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini mendominasi kegiatan ekspor impor secara nasional. Di negara lain, seperti Thailand dan Filipina, tidak ada itu istilah tarif progresif,” kata Yukki.
Yukki juga menyoal masih adanya aturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyangkut aktivitas logistik. Menurut dia, komponen biaya logistik di pelabuhan banyak. Kalau di luar, apa yang tercantum itu yang dibayar. Kalau di sini banyak itemnya.
“Untuk membenahi daya saing, tarifnya juga harus di ubah. Kalau biaya logistik kita bisa ditekan, akan banyak investor masuk. Biaya logistik kita di Asean masih tetap paling tinggi,” ujar Yukki.
Yukki berharap agar ego sektoral masing-masing kementerian dan lembaga disudahi. Sebab dengan ego sektoral tersebut akhirnya menjadikan daya saing lemah. (***)