Kehadiran pelabuhan Kuala Tanjung mesti benar-benar memiliki nilai tambah bagi kalangan industry, pelayaran serta industry jasa penunjang. Bukan saja hanya sekadar dibangun, namun direncanakan sebagai hub port, tetapi harus dapat memberi manfaat bagi bangsa dan Negara.
Pengamat Pelabuhan yang juga Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Perhubungan, Asmari Herry menilai secara geografis, letak Kuala Tanjung memungkinkan untuk menjadi hub port sebagaimana Tanjung Pelepas Malaysia, maupun PSA Singapura karena alur perairan mereka sama. Bahkan, Kuala Tanjung lebih dekat dengan Eropa, India dibandingkan Singapura maupun Tanjung Pelepas.
Namun untuk itu, ungkap Asmari, pemerintah Indonesia harus mampu menggandeng satu diantara lima pelayaran besar dunia sebagai mitra strategis. Seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia di Tanjung Pelepas yang bermitra dengan Maersk land.
“Mungkin Presiden Jokowi bisa mengajak CMA CGM, atau China Shipping atau Cosco, dan sebagainya dengan pola yang hampir mirip dengan Malaysia ke maersk. Sebab mereka punya pasar, bahkan pelayaran tersebut kemudian mengelola dan memiliki sebagaian saham. Yang jelas pemerintah mesti berani memberikan nilai tambah terhadap mereka, mengingat selama ini mereka masuk ke Singapura memperoleh kemudahan-kemudahan, serta berbagai keringanan, karena hanya sekedar mampir,” ungkap direktur Samudera Indonesia shipping tersebut kepada Ocean Week, di Jakarta.
Asmari yakin jika pemerintah mampu memberikan semua kemudahan dan keringanan yang diminta shipping line, serta menggandeng pelayaran besar dunia dipastikan Kuala Tanjung menjadi hub port internasional. “Mereka itu yang punya market. Pemerintah atau pengelola pelabuhan dapat memperoleh tambahan pendapatan dari bunker, air, dan lainnya,” ujarnya.
Tetapi masalahnya, apakah pemerintah Jokowi dapat memberikan hal itu. “Jika kedepan ingin pelabuhan Kuala Tanjung bersaing dengan Singapura, dan Malaysia, bahkan merebut pasar mereka, semua kembali kepada pemerintah Indonesia. Kalau ingin menjadikannya sebagai hub port internasional, ya.. itu konsekuensinya, Ataukah keberadaan Kuala Tanjung hanya sebagai pelengkap pelabuhan di pulau Sumatera,” tegasnya.
Salah seorang tokoh pelayaran yang keberatan disebut namanya, menyatakan tidak mudah untuk merebut pasar pelayaran di kedua Negara tadi. “Apakah pemerintah Indonesia sekarang yang dipimpin Presiden Jokowi sanggup apa tidak memberikan kemudahan-kemudahan kepada pengguna jasa pelabuhan Kuala Tanjung seperti yang pengelola pelabuhan Singapura berikan kepada pengguna jasanya,” ungkapnya.
Kalau, hal itu tidak dapat diberikan, percuma saja. Karena mereka (singapura-red) juga tidak akan tinggal diam, jika Indonesia mempunyai pelabuhan potensial didekat Singapura dan Malaysia. Hal yang sama pun pasti akan dilakukan pemerintah Malaysia.
“Kami berharap Presiden Jokowi benar-benar mengimplementasikan konsep Poros maritime dan menjadikan Indonesia sebagai Negara maritime yang diperhitungkan dunia,” tuturnya.
Presiden Jokowi juga sudah meninjau pembangunan pelabuhan Kuala Tanjung yang kini telah mencapai 52%. Dan ketika Ocean Week bersama Humas PT Pelindo 1 melihat kesini, bersamaan dengan tim kepresidenan yang ditugaskan ke Kuala Tanjung, bahwa pembangunan pelabuhan ini sedang dikebut.
Sangat strategis
Jika pemerintah benar-benar menginginkan pelabuhan di Indonesia dapat bersaing dengan Malaysia, Thailand, atau Singapura, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus siap menjadikan Kuala Tanjung sebagai hub port untuk Indonesia bagian barat, dan Bitung untuk wilayah Indonesia timur.
“Konsep yang dulu dicetuskan Bappenas sudah betul bahwa hub port wilayah barat Kuala Tanjung dan wilayah timur adalah Bitung. Sebab letak Kuala Tanjung berada satu perairan internasional dengan pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas Malaysia dan Port Klang Malaysia,” kata pakar Maritim nasional Prof. Rokhmin Dahuri kepada Ocean Week di Jakarta.
Mantan Menteri Kelautan era Presiden Megawati Soekarnoputri menilai bahwa letak Kuala Tanjung di Sumatera Utara sangat strategis. Namun, untuk dapat menarik pelayaran internasional masuk ke Kuala Tanjung, pemerintah mesti berani memberikan kemudahan-kemudahan dan peraturan-peraturan yang tidak memberatkan para dunia usaha (pelayaran-red), seperti yang selama ini dunia usaha dapatkan di Singapura.
“Pemerintah mesti berani memberikan kemudahan terhadap mereka. Jadi apa yang selama ini diberikan oleh pemerintah Singapura, juga mesti diberikan oleh Indonesia kepada mereka,” ungkap Rokhmin didampingi Santo, Komisaris Utama PT Gateway Indonesia Line di Jakarta.
Guru Besar IPB tersebut yakin Indonesia mampu menarik pelayaran masuk ke Kuala Tanjung apabila diberikan kemudahan-kemudahan, mengingat pelayaran-pelayaran dari Eropa, atau India dipastikan akan memilih Kuala Tanjung dibandingkan ke Singapura, karena jaraknya lebih dekat ke Kuala Tanjung dibandingkan harus ke Singapura atau Tanjung Pelapas.
“Masalahnya pemerintah Indonesia siap apa nggak dengan hal tersebut,” tutur Rokhmin.
Bahkan, tambah Rokhmin, kalau benar Kuala Tanjung dijadikan hub port, pelabuhan-pelabuhan seperti Tanjung Priok, Panjang, Bengkulu, Palembang, Belawan, dan lain-lain bisa saja hanya sebagai pelabuhan pengumpan ke Kuala Tanjung.
Ketika Ocean Week ke Kuala Tanjung, tampaknya apa yang digambarkan Prof. Rokhmin Dahuri maupun Asmari Herry tidaklah keliru. Kedepan, Pelabuhan Kuala Tanjung akan mampu merebut pangsa pasar Tanjung Pelepas, Port Klang Malaysia, dan Singapura jika pemerintah Jokowi benar-benar ‘care’ terhadap pelabuhan itu.
Fasilitas dermaga yang disiapkan Kuala Tanjung untuk terminal Multipurpose dan curah cair atau Petikemas, dengan draft -14 dan -17, Mother Vessel yang selama ini masuk ke Tanjung Pelepas, Port Klang dan Singapura dapat masuk ke Kuala Tanjung. Itu artinya kapal-kapal dari Eropa, dan India dapat menghemat antara lain BBM, waktu, dan productivity.
“Dengan masuk ke Kuala Tanjung, Mother Vessel dari Eropa dapat menghemat waktu sekitar 26 jam. Bukan hanya itu, mereka lebih efisien, dan dapat menghemat BBM, dan lebih produktif,” kata Agust Deritanto, General Manager pelabuhan Kuala Tanjung, kepada Ocean Week di Medan.
Agust yang didampingi Raflis Basa (project Manager Pembangunan Kuala Tanjung) dan Fiona (Humas PT Pelindo I) menyatakan, sampai sekarang pembangunan fisik pelabuhan ini sudah mencapai 52,02%. Diharapkan pembangunan fisik sudah selesai pada Januari 2017. Lalu pada April 2017 sudah dapat beroperasi untuk menangani kapal-kapal kargo. “Pada September 2017 sudah beroperasi untuk menangani kapal container,” ujarnya.
Agus mengatakan Kuala Tanjung nantinya memiliki dermaga sepanjang 1.000 meter. Tahap pertama baru disiapkan dermaga sepanjang 500 meter dengan lebar 60 meter. “Dari panjang Dermaga 500 meter itu, yang sebelah kanan diperuntukkan kapal-kapal container, sedangkan sebelah kiri untuk kapal-kapal curah cair,” ungkap Agust.
Pelabuhan Kuala Tanjung pada Januari 2015 lalu dilakukan ground breaking oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), diharapkan mampu menangani 400 ribu-600 ribu TEUs per tahun, dan 1,8 juta ton barang curah cair per tahun.
Pelabuhan ini didukung lapangan penumpukan seluas 13,9 hektar, dilengkapi dengan 3 unit container crane, dan 7 unit loading arm. Kedalaman kolam mencapai 14 Lws untuk dermaga container, dan 17 lws untuk dermaga curah cair.
Nantinya, Kuala Tanjung dioperasikan oleh PT Prima Multi Terminal (PMT), anak perusahaan PT Pelindo I-PP, dan Waskita Karya.
Menurut Agust, sejumlah industry sudah menunggu selesainya pembangunan dan beroperasinya Kuala Tanjung. Misalnya Unilever di Kawasan Industri Sei Mangkai siap mengapalkan sekitar 200 box setiap hari melalui pelabuhan ini. Belum lagi industry yang ada di kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan, dan Labuhan Batu yang mayoritas penghasil perkebunan sawit.
Selain itu ada PT Perkebunan Negara 3, PTPN 4, Bakrie Sumatera, Asean Agri, Wilmar, PT Korindo Perkasa Alam, dan Tolan Tiga. “Mereka sudah menunggu beroperasinya Kuala Tanjung dan akan menggunakannya,” kata Agust bersemangat.
Ketika ocean week berkunjung ke pelabuhan Kuala Tanjung, terlihat pula sedang dibangun rel kereta api (KA) menuju kea rah pelabuhan. Akses jalan ke dan dari pelabuhan menuju ke berbagai kabupaten di Sumatera Utara sudah cukup bagus.
Ijin untuk badan usaha pelabuhan (BUP) sebagai syarat menjadi operator pelabuhan juga sudah di proses. Jadi pelabuhan ini sungguh ideal sebagai hub port untuk wilayah Indonesia barat. Karena selain masuk dalam perairan internasional, pelabuhan ini pun mampu disandari mother vessel.
Jika Kuala Tanjung sudah beroperasi, bisa saja sebagian pasar yang selama ini masuk ke Tanjung Priok, maupun pelabuhan-pelabuhan di wilayah pulau Sumatera beralih ke Kuala Tanjung. (ow)