Dualisme INSA sebenarnya sudah berakhir dengan adanya keputusan inkrah dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang menolak pengajuan gugatan banding Jonson W. Sutjipto atas putusan PTUN di tahun 2016 lalu.
Kementerian Perhubungan cq. Perhubungan Laut sebagai pembina organisasi ini seharusnya berperan dalam menyudahi masalah ini, jika mengacu pada keputusan pengadilan tersebut. “Namun, Perhubungan Laut dalam hal ini malah membiarkan, dan tidak berperan sebagai mestinya, kesannya adanya ribut ini dibiarkan saja,” kata Lukman Lajoni, salah satu penasihat DPP INSA ketika dihubungi Ocean Week menanggapi adanya pelantikan DPC INSA Priok, dan Marunda yang dilakukan pihak Jonson, Rabu (17/5) kemarin.
Jika, sikap pemerintah membiarkan berlarut padahal pengadilan sudah menolak dan memutuskan Kementerian Hukum dan HAM mencabut atas hak penggunaan nama INSA atas Jonson, Lukman Lajoni menyarankan untuk juga mensomasi Kemenhub, termasuk kepada oknum yang menggunakan nama INSA selain INSA Carmelita Hartoto cs.
Seharusnya, lanjut Lukman, pemerintah (Kemenhub) lebih bijak mensikapinya. Apalagi dalam kenyataannya, 39 DPC INSA seluruh Indonesia mengakui kepemimpinan INSA dbawah pimpinan Carmelita Hartoto. “Harusnya pemerintah menyadari kenyataan itu, ini akan tidak baik bagi pemerintah yang bervisi maritim,” ungkap Lukman.
Budhi Halim, Sekjen DPP INSA mengungkapkan, secara de jure maupun de facto di Indonesia hanya ada satu INSA yang berdiri sejak 1967, beralamat di Tanah Abang III no. 10 Jakpus. “Saat ini ketua umumnya Carmelita Hartoto,” ujarnya.
Menurut Budhi, sudah jelas bahwa sidang PTUN pertama dan selanjutnya banding, keputusannya yang sah adalah INSA di Tanah Abang III no. 10 Jakpus. “Usaha kasasi mereka (Johnson-red) sudah ditolak karena tak memenuhi syarat formal melewati batas waktu sehingga tak dapat diteruskan ke Mahkamah Agung (MA), artinya keputusan PTTUN itu sudah tetap atau inkrah,” jelas Budhi.
“Kami juga sudah melakukan somasi per kemarin, tapi jika masih tidak diindahkan kami akan lanjut ke langkah gugatan,” ancam Budhi Halim.
Sementara itu, kuasa hukum Carmelita Hartoto dan Budhi Halim, Alfin Sulaiman SH. MH menyatakan dengan adanya masalah tersebut, pihaknya telah melayangkan surat kepada Johnson Sutjipto dan Law Office Amir Syamsuddin & Partner tertanggal 16 Mei 2017, menegur dengan keras Johnson dan minta kepada Johnson serta pihak-[ihak terkait agar tidak menggunakan atau mengatasnamakan badan hukum INSA sebagaimana penundaan putusan pengadilan tinggi tata usaha negara (PTTUN) Jakarta yang diperkuat oleh putusan PTTUN yang telah berkekuatan hukum tetap, hal itu merupakan perbuatan melawan hukum.
“Kepada lembaga negara, perusahaan, pihak swasta untuk tidak lagi melakukan hubungan dengan pihak-pihak yang mengatasnamakan badan hukum tersebut selain kepada DPP INSA pimpinan Carmelita Hartoto dan Budhi Halim untuk mencegah implikasi adanya tuntutan hukum dari klien kami dikemudian hari,” kata Alfian.
Apabila setelah surat peringatan ini dikeluarkan, pihak Johnson masih menggunakan atau mengatasnamakan dirinya sebagai ketua INSA, kata Alfian, maka kliennya akan mencadangkan hak hukumnya untuk mengajukan upaya hukum baik secara pidana maupun perdata. “Ini sudah peringatan kedua,” ujarnya. (**)