Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) mendesak pemerintah untuk bisa memberikan kesetaraan atau persamaan perlakuan terhadap domestik, sama dengan perusahaan pelayaran asing.
INSA meminta kepada pemerintah menampung usulannya itu, dan supaya dimasukkan dalam paket kebijakan ekonomi jilid XV yang akan diterbitkan pemerintah dalam waktu dekat ini.
Ketua DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, para pebisnis pelayaran nasional salah satunya meminta persamaan perlakuan di bidang pajak. “INSA menilai selama ini ada perbedaan perlakuan di bidang pajak antara perusahaan domestik dengan perusahaan pelayaran asing,” ujar Carmelita di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), industri pelayaran domestik dan asing wajib bayar pajak. Untuk perusahaan pelayaran domestik, dikenakan PPh 1,2% dari omzet bruto, dan PPh 2,64% dari omzet bruto bagi perusahaan asing. Tapi, kewajiban perpajakan untuk perusahaan pelayaran asing belum sepenuhnya berjalan.
Kata Carmelita, banyak perusahaan pelayaran asing yang berusaha menghindari pajak dengan memanfaatkan perjanjian tax treaty Indonesia dengan negara lain. “Banyak kapal yang tercatat di negara tax treaty, padahal sebenarnya bukan dari negara itu,” ujarnya.
Manipulasi pajak perusahaan pelayaran asing ini membuat eksportir di Indonesia lebih memilih kapal asing untuk mengangkut barang lantaran lebih murah. Nah, “Melalui paket XV nanti, kami harap persamaan kewajiban tersebut bisa diwujudkan,” ungkap Meme, panggilan akrabnya.
Selain itu, INSA juga meminta pemerintah untuk bisa menurunkan bunga kredit bagi pengusaha pelayaran domestik. Selama ini, bunga kredit bagi perusahaan pelayaran nasional masih tinggi. (***)