Indonesia dan dunia masih memerlukan sekitar 40-an ribu tenaga pelaut untuk mengisi kapal domestic maupun luar negeri. Sementara perguruan tinggi/akademi sector maritime baru mampu menyiapkan sekitar 3500 kelulusan pelaut per tahun.
“Tahun 2015, di Indonesia saja butuh sekitar 43 ribu pelaut. Namun, perguruan tinggi negeri dan swasta per tahun baru mampu mensupply 3500 kelulusan pelaut,” kata Direktur Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (AKPELNI) Semarang, Capt. Achmad Sulistyo kepada Ocean Week di Kantornya.
Misalnya lagi, tahun lalu (2015) berdasarkan catatan INSA, kapal berbendera Merah Putih membutuhkan sekitar 14.000 tenaga pelaut.
Sementara itu, berdasarkan prediksi Bimco, kebutuhan pelaut di dunia pada tahun 2020 sekitar 1.593.198 pelaut, pasokannya baru mampu 1.555.281 atau kurang 37.917 pelaut.
“Itu menjadi peluang bagi perguruan tinggi/akademi sector maritime untuk mencetak tenaga-tenaga pelaut. Namun, ternyata tidak mudah, karena ada kewajiban system belajar mengunakan simulator (diklat ketrampilan, radar simulator, GMS),” ujar Sulistyo didampingi Ketua DPC INSA Semarang Ridwan.
Untuk Simulator, tuturnya, sangat mahal, karena per unit sekitar Rp 11,5 miliar. Sehingga akademi/perguruan tinggi swata cukup berat dengan system belajar wajib menggunakan simulator tersebut.
AKPELNI sendiri, ungkap Sulistyo, per tahun baru mampu menghasilkan lulusan pelaut sekitar 500 orang. Oleh sebab itu, untuk mengimbangi yang keluar setiap tahun, pihak Akpelni menerima sekitar 500 mahasiswa dari animo pendaftar sebanyak 2000 orang.
Sulistyo berharap, supaya pemerintah mampu memberi solusi, khususnya untuk simulator itu. (ow)