Setelah Milisi Houthi di Yaman menembaki kapal-kapal niaga di Laut Merah yang menuju Israel, kini Houthi merudal sebuah kapal kargo milik Amerika Serikat (AS).
Kapal kargo Gibraltar Eagle yang berbendera Kepulauan Marshall mengalami kebakaran, tetapi tidak ada korban jiwa dan tetap layak berlayar, kata Komando Pusat AS, setelah serangan terbaru dalam beberapa hari terakhir.
Hal itu meningkatkan kekhawatiran bagi wilayah yang bergejolak tersebut setelah serangan berulang kali terhadap kapal yang memicu serangan AS dan Inggris.
Mengutip dari AFP Selasa (16/1), setelah serangan Barat terhadap sejumlah sasaran pada Jumat (12/1) lalu, kelompok Houthi mengatakan bahwa mereka tidak akan tergoyahkan dan menyatakan kepentingan AS dan Inggris adalah target yang sah.
“Kapal Gibraltar Eagle melaporkan tidak ada korban luka atau kerusakan signifikan dan terus melanjutkan perjalanannya,” ujar sumber sebagaimana dilansir AFP.
Sementara itu, Juru bicara militer Houthi Yahya Saree kemudian mengatakan pemberontak melakukan operasi militer yang menargetkan kapal Amerika di Teluk Aden dengan menggunakan sejumlah rudal angkatan laut yang sesuai.
Sumber militer Houthi dan pemerintah Yaman mengatakan bahwa pemberontak menembakkan tiga rudal pada Senin (15/1). Sebuah rudal balistik anti-kapal yang diluncurkan sebelumnya menuju jalur pelayaran di Laut Merah Selatan gagal dalam penerbangan dan jatuh di darat.
Insiden di Teluk Aden, selatan Laut Merah, terjadi sehari setelah rudal jelajah Houthi yang menargetkan kapal perusak AS ditembak jatuh oleh pesawat tempur AS.
Serangan-serangan yang dilakukan dan terhadap kelompok Houthi, yang merupakan bagian dari poros perlawanan kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran, telah meningkatkan kekhawatiran akan meluasnya kekerasan di wilayah tersebut akibat perang Gaza.
Kelompok Houthi mengatakan serangan mereka terhadap kapal-kapal di Laut Merah merupakan bentuk solidaritas terhadap Gaza, yang didukung Iran telah berperang dengan Israel selama lebih dari tiga bulan.
Sekitar 12% perdagangan global biasanya melewati Selat Bab al-Mandeb, pintu masuk Laut Merah antara Barat Daya Yaman dan Djibouti, namun serangan pemberontak telah menyebabkan banyak pengiriman dialihkan ribuan mil ke seluruh Afrika.
Departemen Transportasi AS merekomendasikan agar kapal komersial yang terkait dengan AS tidak memasuki Laut Merah bagian Selatan, dan memperingatkan risiko tingkat tinggi dari potensi serangan balasan.
Akibat semakin memanasnya di Laut Merah, beberapa perusahaan pelayaran raksasa menghentikan rutenya melalui Laut Merah, dan mengalihkan pelayarannya melalui Tanjung Harapan, sehingga ongkos angkut menjadi mahal. Akibatnya, harga barang pun ikut naik.
Namun, Carmelita Hartoto, ketua umum DPP INSA mengatakan bahwa perusahaan pelayaran Indonesia belum terdampak dengan situasi konflik yang terjadi di laut Merah tersebut. Menurut Meme (panggilannya), konflik ini lebih berimbas pada pelaku usaha pelayaran internasional.
“INSA melihat tidak ada dampak bagi pelayaran nasional karena tidak berlayar ke daerah konflik. Yang terkena dampak adalah pelayaran Internasional yang menjalani rute Asia ke Eropa dan sebaliknya,” ujar Carmelita. (**/AFP)