Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku heran dengan aksi mogok kerja yang dilakukan Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT), karena pendapatan para karyawan sangat tinggi dibandingkan dengan pekerja di terminal lain di pelabuhan Priok.
“Mereka mau demo silakan saja. Tapi saya masih nggak ngerti kenapa, karena pendapatan para karyawan JICT termasuk sangat tinggi. Apalagi, jika dibandingkan dengan pendapatan para karyawan di Terminal Peti Kemas Koja. Mereka sama-sama pelabuhan peti kemas tapi beda jauh pendapatannya,” ” kata Rini kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta (3/8).
Hari Jumat (4/8), SP JICT menyatakan masih melanjutkan aksi mogok kerja. Mereka bahkan mengundang para jurnalis untuk meliput kegiatan SP JICT.
SP JICT mengklaim bahwa mogok kerja hari pertama (Kamis, 3/8) telah berdampak besar terhadap kerugian pelanggan dan citra Indonesia di mata internasional.
Menanggapi aksi mogok kerja SP JICT ini, Sabri Saiman (tokoh masyarakat Jakut) menegaskan supaya pemerintah atau aparat berwenang untuk menindak tegas kegiatan yang mengganggu didalam objek vital seperti pelabuhan.
“Peraturan sudah menegaskan bahwa objek vital dilarang ada kegiatan demo. Karena itu, yang berwenang juga mesti tegas dapat menghentikan aksi tersebut, mengingat aksi itu sudah merugikan banyak pihak, bukan hanya perekonomian tapi juga citra pelabuhan Indonesia dimata dunia. Dan ini bisa menimbulkan high cost,” kata Sabri kepada Ocean Week, Kamis (3/8) malam.
Sementara itu, meski ada aksi mogok kerja di JICT, namun secara keseluruhan, aktifitas layanan kapal dan barang tetap normal. Karena semua terminal petikemas di pelabuhan Priok telah siap menampung pengalihan kegiatan kapal dari JICT.
Direktur Utama PT JICT Gunta Prabawa menuturkan kegiatan bongkar muat PT JICT dialihkan ke empat terminal lain, yakni Terminal Operasi 3 PT Pelabuhan Tanjung Priok, TPK Koja, New Priok Container Terminal 1 (NPCT1), dan PT Mustika Alam Lestari (MAL). (***)