Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akhirnya mengabulkan gugatan Carmelita Hartoto (Ketua Umum DPP INSA periode 2015 – 2019) untuk mencabut dan membatalkan SK Menteri Hukum dan HAM RI No. AHU 0035091.AH.01.07. Tahun 2015 tertanggal 30 Desember 2015, tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Indonesian National Shipowners Association.
“Alhamdulillah upaya gugatan kita ke PTUN berhasil dikabulkan. Keputusan PTUN antara lain membatalkan dan mencabut SK Menkumham tentang pengesahan badan hukum Perkumpulan INSA,” kata Alfin Sulaiman SH, kuasa hukum Carmelita Hartoto kepada pers, usai persidangan di PTUN Jakarta (23/8) didampingi Darmansyah, Wakil Ketua Umum DPP INSA.
Selain itu, ujar Alfin, Hakim PTUN yang di ketuai Rony Erry Saputro SH juga memerintahkan tergugat 2 intervensi (Johnson W. Sutjipto-red) untuk tidak menggunakan nama INSA sampai adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara ini.
Alfin bilang, dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (23/8/16) Rony Erry Saputro Surat Keputusan Kemenkumham diterbitkan dengan mengandung cacat yuridis karena bertentangan dengan Permenkumham No. 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan Pasal 13 ayat 3 huruf f yang mewajibkan pengesahan suatu perkumpulan Badan Hukum tidak boleh diterbitkan apabila sedang ada sengketa.
“Keputusan Tata Usaha Negara telah tidak cermat diterbitkan serta mengandung unsur dwang dwaling bedrog (kekhilafan, paksaansebagaimana pertimbangan putusan dibacakan oleh anggota majelis Tri Cahya Indra Permana,” ungkapnya.
Tergugat dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, jelas Alfin, telah tidak cermat karena sebelum diterbitkannya SK, Penggugat dalam hal ini C.F Carmelita Hardikusumo pernah mengirimkan surat pemberitahuan pada tanggal 20 September 2015 perihal hasil Rapat Umum Anggota (RUA) INSA yang diselenggarakan di Hotel Kempinsky perihal belum terpilihnya Ketua Umum definitif DPP INSA.
Sekali lagi Alfin menegaskan, bahwa PTUN mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya , menolak eksepsi tergugat , Membatalkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara, memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara dan membebankan biaya perkara kepada Tergugat.
Majelis juga mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang diajukan oleh kuasa hukum Penggugat sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kami mengapresiasi Majelis Hakim yang telah memberikan pertimbangan secara cermat dan sesuai fakta hukum. Dengan adanya amar yang mengabulkan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara kami menghimbau Tergugat dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mematuhinya dan menghimbau kepada pihak-pihak lain untuk tidak menggunakan nama INSA atau mengatasnamakan Ketua Umum Perkumpulan INSA yang telah dibatalkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata Alfin menegaskan.
Majelis Hakim juga mempertimbangkan bahwa organisasi INSA sudah ada sejak lama sebagaimana dimaksud dalam sejak Surat Keputusan Menteri Maritime No: DP.10/7/9 tertanggal 6 September 1967 dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No: KP 8/AL308/Phb-89 tertanggal 28 Oktober 1989 serta Instruksi Direktur Jendral Perhubungan Laut No: AL.58/1/2-90 tertanggal 24 Januari 1990.
Perlu diketahui bahwa Carmelita Hardikusumo dan Budhi Halim selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jendral DPP INSA telah melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 30 Maret 2016 terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No: AHU-0035091.AH.01.07. Tahun 2015 tertanggal 30 Desember 2015 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan Indonesian National Shipowners Association yang dimohonkan oleh Johnson Williang Sutjipto. Perkumpulan INSA Johnson yang diwakili Kantor Hukum Amir Syamsuddin & Partners mengajukan permohonan sebagai pihak intervensi pada tanggal 10 Mei 2016 dalam perkara tersebut.
Darmansyah menambahkan dan meminta supaya semua pihak/stakeholders pelayaran dapat menghormati dan melaksanakan hasil keputusan PTUN tersebut.
“Kita wajib mensyukuri atas putusan ini, dengan adanya keputusan ini mempertegas bahwa INSA merupakan satu-satunya wadah yang representatif untuk mewakili kepentingan perusahaan-perusahaan pelayaran nasional, dan kita harus kembali ke chitoh sesuai AD/ART organisasi,” ucapnya.(ow)