Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto bersama Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan menteri lainnya menyambangi JICT, pada Sabtu (18/5) untuk membebaskan ribuan kontainer yang tertahan di pelabuhan efek aturan menteri perdagangan.
Seperti diketahui bahwa sejak 10 Maret 2024 hingga saat ini, tercatat 17.304 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan 911 kontainer di Tanjung Perak Surabaya karena tidak memenuhi syarat perijinan impor pada Permendag nomor 36 tahun 2024.
Kini, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 36 tahun 2024 resmi direvisi oleh Pemerintah, diganti menjadi Permendag nomor 8 Tahun 2024.
Menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan dengan diterbitkan Permendag nomor 8 Tahun 2024 ini, 17.304 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok ini bisa segera keluar.
“17.304 kontainer yang tertahan bisa keluar dengan mulai merealisasikannya mulai pagi ini,” kata Airlangga Hartarto, Sabtu (18/5).
Menanggapi masalah ini, Ketua Umum GINSI Capt. Subandi mengemukakan jika menumpuknya container di pelabuhan tersebut akibat kerumitan proses perizinan impor, bukan karena pelabuhan tidak kerja 24/7.
“Pelabuhan sudah kerja 24/7, tapi instansi diluar pelabuhan tidak kerja 24/7, seperti halnya keagenan pelayaran/kapal yang hanya buka dari senin sampai jum’at jam 10 – 11 pagi, beberapa Depo empty, semua kementerian yang terkait (Kemenperin, Kemendag, Kemenhub, Kemenkeu, Kementan dan beberapa lembaga pemerintah lainya yang terkait). Padahal syarat importir bisa mengeluarkan kontainer dari pelabuhan adalah harus memiliki DO (Delivery Order) yang dikeluarkan keagenan kapal/shipping line, sementara keagenan kapal tersebut kerja hanya dari senin – Jum’at pagi saja.
Persyaratan tersebut bukan atas inisiatif pelabuhan melainkan syarat dari pelayaran kepada pelabuhan.
Begitu juga Syarat importir mengambil container di pelabuhan harus memiliki SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang), SPPB ini yang mengeluarkan adalah Bea Cukai. Dan Bea Cukai mempersyaratkan kepada pelabuhan agar container yang keluar pelabuhan harus memiliki SPPB. Belum lagi impor harus di urus di kementerian. Jadi jangan sesederhana itu pemerintah mengatakan ini akibat layanan di pelabuhan dan sebagainya,” ujar Capt. Subandi menjelaskan sekaligus membantah pernyataan Menko Airlangga.
Oleh karena itu, ketua umum GINSI ini meminta pemerintah supaya mengajak melibatkan pelaku usaha importasi atau asosiasi lain yang mewadahi supaya pemerintah mendapatkan informasi yang benar.
“Ajak dialog para pelaku usaha (asosiasi terkait). Apabila informasi yang di dapat salah maka akan salah mengambil kebijakan. Dan akhirnya bukan menyelesaikan masalah tapi malah membuat masalah,” ungkapnya.

Menko Airlangga meminta kepada seluruh jajaran yang ada di Pelabuhan, tidak hanya operator pelabuhan dalam hal ini PT Pelindo (Persero), namun juga pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai, JICT serta Layanan Industri Sucofindo dan Surveyor Indonesia, untuk bekerja seperti kapal, Saturday, Sunday, holiday included atau 24 jam 7 hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang turut menghadiri acara pengeluaran container di PT JICT juga mengatakan bahwa dengan tertahannya container impor di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak Surabaya berdampak terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi terutama untuk impor barang-barang bahan baku yang dibutuhkan untuk suplai change dan kegiatan-kegiatan manufaktur di Indonesia.
“Kami dari Kementerian keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyambut gembira perubahan Permendag nomor 36 tahun 2024 menjadi Permendag nomor 8 tahun 2024 yang menyederhanakan proses persyaratan untuk pelepasan kontainer tersebut, persyaratan menjadi hanya berupa laporan surveyor, tentu laporan surveyor juga harus disegerakan sehingga tidak jadi Bottle Neck baru,” ungkapnya.
Untuk diketahui, beberapa kebijakan dari Permendag terbaru antara lain, komoditas besi baja, serta tekstil hanya membutuhkan laporan surveyor dalam negeri saja, dimana sebelumnya membutuhkan Pertimbangan Teknis (Pertek).
Sedangkan untuk 7 komoditas yaitu elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan PKRT (peralatan kebutuhan rumah tangga), alas kaki, pakaian jadi, dan aksesoris pakaian jadi, tas dan katup, pelepasan tetap menggunakan dokumen perizinan yang tercantum di dalam Permendag nomor 8 Tahun 2024.
“Perizinan impor pada Permendag baru akan diatur kembali, jadi ini masih ada beberapa hal yang perlu untuk kita waspadai, jangan sampai nanti dibayangkan langsung keluar semuanya karena ini juga tetap ada keseimbangan menjaga industri dalam negeri, namun juga pada saat yang sama memperlancar seluruh proses untuk arus barang,” kata Sri Mulyani.
Sedangkan untuk kelompok barang yang sifatnya non komersial, yaitu barang-barang yang bukan untuk didagangkan atau personal akan dikeluarkan dari pengaturan Permendag terbaru.
“Pelepasan kontainer yang tertahan ini akan dilakukan secara bertahap, yaitu meliputi 13 kontainer dari PT JICT dan 17 kontainer dari Tanjung Perak,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, bahwa ini adalah bukti nyata dan kongkrit Pemerintah kita, sesuai dengan rapat terbatas yang dilaksanakan bersama dengan Presiden, arahannya sangat jelas yaitu container yang tertahan di Tanjung Priok dan Surabaya itu harus segera keluar.
Zulkifli Hasan berharap para institusi Pelabuhan dapat berkolaborasi sehingga tercipta ekosistem kepelabuhanan yang baik.
Sedangkan Executive Director Pelindo Regional 2, Drajat Sulistyo yang juga turut hadir bersama Wakil Direktur Utama Pelindo (Persero) Hambra, melalui keterangannya mengungkapkan bahwa dengan disahkannya Permendag nomor 8 Tahun 2024 ini, Pelindo Regional 2 sebagai operator pelabuhan siap berkolaborasi dengan semua instansi kepelabuhanan.
“Pelindo Regional 2 sebagai operator pelabuhan siap berkolaborasi dengan para instansi kepelabuhanan untuk memberikan pelayanan 24/7, sehingga bisa menormalisasi kegiatan impor dan ekspor barang di wilayah Regional 2, khususnya Pelabuhan Tanjung Priok,” kata Drajat. (***)