Setelah melakukan kunjungan ke Korea Selatan, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melanjutkan lawatan kerjanya ke Jepang guna mencari tambahan investasi untuk sektor industri di Indonesia.
“Kemarin, kami bertemu dengan Presiden Jetro dan juga jajaran direksi Sojitz Corporation. Kami mengajak mereka agar terus meningkatkan investasinya di Indonesia,” kata Menperin Airlangga dalam keterangan tertulisnya, di Tokyo, Sabtu (8/7).
Menperin menyatakan, pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan iklim investasi yang kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan. “Kami optimistis, perekonomian di Indonesia akan lebih membaik tahun ini. Apalagi adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit,” ujarnya.
Menurut Airlangga, sejumlah kawasan industri di Indonesia sudah siap menerima masuknya investasi asing, termasuk dari Negeri Sakura. “Kami berharap industri-industri dari Jepang, seperti yang bergerak di bidang pengolahan mineral logam, pembangkit listrik, gasifikasi batu bara, petrokimia, dan kaca dapat berinvestasi di Indonesia pada lokasi-lokasi kawasan industri yang telah disiapkan,” jelasnya.
Kawasan industri tersebut, antara lain kawasan industri Dumai di Riau yang telah dilengkapi pembakit listrik dengan kapasitas 50 MW, terminal CPO dan pengolahan limbah. Kawasan ini dapat digunakan untuk pengembangan industri gasifikasi batu bara dan oleo chemical.
“Kami juga menawarkan kawasan Industri JIIPE di Gresik dengan total area seluas 2.933 ha serta didukung power plants sebesar 23 MW dan 500 MW. Kawasan yang dilengkapi dengan residensial area dan pelabuhan ini didorong sebagai kawasan untuk heavy industry dan permesinan,” ungkapnya.
Kemudian, kawasan industri Kendal di Jawa Tengah seluas 2.700 Ha yang lokasinya berdekatan dengan pelabuhan Semarang. Di kawasan ini akan dibangun industri furniture, industri makanan dan industri garmen. “Dengan upah buruh yang kompetitif, maka kawasan industri ini akan memiliki keunggulan dibanding kawasan lain,” tutur Airlangga.
Lalu kawasan industri Bontang di Kalimantan Timur. “Kawasan ini akan dikembangkan untuk industri gasifikasi batu bara. Dengan didukung area seluas 265,6 Ha, saat ini sedang dibangun industri jasa minyak dan gas di kawasan tersebut,” ucapnya.
Menperin Airlangga ingin agar industri asal Jepang yang ada di Indonesia memperkuat rantai pasoknya sehingga akan membantu mengatasi masalah kebutuhan bahan baku di dalam negeri. Untuk itu, diharapkan adanya peningkatan investasi dari industri-industri tersebut.
Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, total investasi Jepang di Indonesia mencapai USD19,7 miliar. Jumlah perusahaan Jepang di Indonesia hingga saat ini sudah mencapai lebih dari 1.750 perusahaan, dengan kegiatan usahanya di bidang manufaktur, infrastruktur, dan jasa.
Pada tahun 2016, nilai investasi Jepang ke Indonesia sebesar USD5,4 miliar atau naik 86 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD2,9 miliar. Beberapa industri Jepang yang cukup aktif berinvestasi di Indonesia, antara lain sektor otomotif, logam, mesin dan elektronika.
Selain melakukan pertemuan bisnis dengan pelaku industri Jepang, Menperin didampingi Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Arifin Tasrif juga melihat secara langsung bisnis ikan di pasar Tsukiji, Tokyo yang cukup terkenal di dunia. “Bisnis dari industri perikanan di Jepang, omzetnya cukup besar dan bisa menjadi contoh bagi pengembangan di Indonesia,” ungkapnya.
Pasar Tsukiji mulai beroperasi sejak tahun 1935, dan merupakan pusat grosir hasil laut dan pertanian yang tertua di antara 11 pasar pusat grosir metropolitan Tokyo. Tiap hari transaksi ikan di Tsukiji mencapai 2.167 ton dengan putaran uang per hari sebesar 1,77 miliar yen.
Sebelumnya, Airlangga mengatakan, pihaknya akan mempelajari dan mencari jalan keluar terkait kendala dalam pengembangan industri perikanan di dalam negeri. Misalnya mengenai pasokan bahan baku, infrastruktur, sarana dan prasarana, serta kebijakan dan peraturan.
“Ekspor udang kita sangat bagus. Selain itu, ada industri-industri lain yang sudah advanced di pasar ekspor pada bidangprocessing food, dan ada juga yang di kelompok ikan segar dan kaleng. Ini yang akan kami terus dorong untuk tumbuh,” paparnya.
Berdasarkan catatan Kemenperin, industri pengolahan ikan di Indonesia terdiri dari 636 Usaha Pengolahan Ikan (UPI) skala besar dan 36.000 UPI skala kecil atau rumah tangga dengan teknologi sederhana. Salah satu industri pengolahan ikan yang cukup berkembang di Indonesia yaitu industri pengalengan ikan. Pada 2015, industrinya mencapai 41 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 46.500 orang dan nilai investasi sebesar Rp 1,91 triliun.
Kapasitas terpasang industri tersebut mencapai 630.000 ton dengan nilai produksi 315.000 ton. Sedangkan, nilai ekspor ikan dalam kaleng mencapai USD 26 juta dengan nilai impornya USD 1,6 juta. (hum/**)