Pasca terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 87 Tahun 2018 yang merupakan revisi dari PMK 148/2016, pengusaha (pelayaran) merespon positif.
“Sebelumnya dalam PMK 148, tarifnya sangat tinggi dan itu menurunkan daya saing Batam. Sekarang karena ada PMK baru maka BP bisa merevisi Perka 17/2016 tentang tarif dan jasa pelabuhan,” kata Ketua INSA Batam Osman Hasyim.
Namun, di dalam PMK 148 memang ada sejumlah pasal yang menghambat BP Batam dalam merevisi ulang tarif dan jasa pelabuhan.
DI tempat terpisah, Suparno, salah seorang fungsionaris INSA Batam kepada Ocean Week menyatakan, untuk pelabuhan Batam khususnya biaya-biaya kepelabuhanan berdasarkan Perka BP Batam dengan mereduksi PMK dari Kementerian keuangan.
“Jadi revisi tarif yang akan diberlakukan oleh BP Batam setelah Perka diterbitkan janjinya minggu ini. Selanjutnya Batam adalah pelabuhan bebas, jadi tidak mengikuti kiblat Kemenhub dalam penentuan tarif seperti pelabuhan lainnya diwilayah NKRI PP no 15 thn 2016,” ujarnya, per telpon Senin (27/8) sore.
Parno (panggilannya) juga menyatakan, apakah dengan adanya revisi PMK 148 akan berdampak pada turnnya cost logistic, itu relatif tergantung dari masing-masing managemen operasional Armada yang digunakan. “Untuk diketahui bahwa logistic rutin Singapore ke Batam atau sebaliknya, freight ditentukan oleh pelaku-pelaku freight forwarding di Singapore, sementara untuk domestik bisa di Jakarta atau Batam,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, untuk volume barang lebih banyak diexport ketimbang ke domestik mengingat Batam adalah Bonded Zone. “Selama ini kebutuhan sembako dan sebagainya didatangkan dari Tanjung Priok dan Belawan serta pulau terdekat di Batam,” ucap Parno.
Osman Hasyim mengaku, sebenarnya pihaknya sudah sangat lama menanti perubahan tersebut. Bahkan sempat berencana jika tidak keluar juga, pada akhir Agustus ini akan bertemu Menteri Keuangan.
PMK 148 sebenarnya sudah sangat bagus karena memberikan sejumlah kewenangan kepada BP Batam untuk menurunkan tarif di revisi Perka. Contohnya pengurangan tarif 20 persen.
Selama ini, tarif Batam jauh lebih mahal 12 kali lipat dibanding dengan tarif di Tanjung Pelepas Malaysia dan 285 persen bila dibandingkan dengan Singapura. Misalnya, di Pasir Gudang Johor, hanya mengenakan tarif USD 4.901,45 untuk kegiatan kapal 10 ribu GT di Terminal untuk kegiatan sendiri (TUKS) untuk 30 hari.
Tarif tersebut hanya untuk jasa Pandu dan Tunda. Di Tanjung Pelepas, Johor malah lebih murah, yakni sebesar USD 2.184,95. Sementara tarif di Port of Singapore hanya USD 9.243,26 untuk kegiatan yang sama.
Bahkan di ketiga pelabuhan tersebut tak ada tarif jasa labuh dan tambat. Sehingga tarif kegiatan disana lebih murah. Makanya INSA terus mendesak BP Batam agar bisa membahas tarif ideal untuk meningkatkan daya saing.
INSA Batam akan memberikan masukan kepada BP Batam dalam merevisi Perka 17. Masukan-masukan tersebut antara lain tarif tambat di TUKS atau Tersus tidak dipungut tarif tambat sesuai dengan PP 15/2016.
Kemudian melakukan diversifikasi tarif antara kapal niaga dan kapal bukan niaga. Pengenaan tarif khusus ferry. Tarif kapal rakyat ditiadakan dan menetapkan tarif yang bersaing dengan negara tetangga.