Kemenhub sedang membangun sekitar 15 kapal feeder kapasitas 100 kontainer (60 TEUs) untuk mendukung program tol laut. Karena pada tahun 2019 mendatang, Kemenhub akan kembali melelang sebanyak 6 trayek tol laut tambahan kepada pelayaran swasta nasional.
“Tahun 2018 ini targetnya 15 trayek tol laut, dan itu sudah tercapai. Untuk tahun depan (2019) ditarget 21 trayek, sehingga ada 6 trayek yang akan dilelang menggunakan kapal swasta, dan ini trayek Liner,” kata Capt Wisnu Handoko, Plt Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Hubla, Kemenhub kepada Ocean Week, di Kantornya, Selasa (28/8).
Capt. Wisnu yag didampingi Gus Rional (Kahumas Hubla) menyatakan, bahwa 6 trayek tol laut itu, misalnya untuk Liner Surabaya-Bitung dengan muatan kapal 500 TEUs, nanti separuhnya (250 TEUs) yang diberikan subsidi. “Subsidi akan diberikan pemerintah, misalnya tarif Surabaya-Bitung per kontainer 20 feet rp 10 juta, yang rp 5 juta disubsidi. Namun subsidi itu terhadap barang tertentu,” ungkapnya.
Menurut Wisnu, trayek tol laut mendatang akan difokuskan untuk koridor Sulawesi, seperti Gorontalo, Kendari, Selayar, Bau-bau dan sebagainya. “Dengan anggaran subsidi sekitar rp 477 miliar, kami optimalkan program tol laut dapat berjalan baik,” ujarnya lagi.
Wisnu juga meyakini dengan tol laut ini, disparitas harga barang dapat ditekan. “Harga barang di pulau Jawa dengan di Indonesia Timur sudah tak jauh beda,” ungkapnya dibenarkan Gus Rional.
Wisnu yang menerima Ocean Week dengan ramah, juga menceritakan bagaimana strategi yang disiapkan Kemenhub untuk mendorong muatan balik dari Indonesia Timur. “Kami menyiapkan juga untuk pengadaan kontainer berpendingin sebanyak 40 unit untuk muatan balik mengangkut ikan. Karena ada dorongan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk angkut hasil ikan. Lalu, kami pun menyiapkan mekanisme pemberian potongan biaya angkut untuk muatan balik terhadap 5 unit dry container dan 5 unit reefer container pertama yang di-booking,” kata Wisnu bersemangat.
Selain itu, ucapnya, pihaknya pun sedang mengkaji kemungkinan pembebasan freight, terutama pada kondisi muatan tidak penuh dari Pelabuhan Tanjung Perak ke daerah T3P [tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan] untuk dry dan reefer container kosong melalui subsidi operasi kapal dengan operator Pelni.
Term subsidi yang digunakan Ditjen Perhubungan Laut adalah berth to berth (dari dermaga ke dermaga). Dengan begitu, pemerintah secara tidak langsung juga memberikan subsidi terhadap biaya bongkar muat (stevedoring).
Wisnu memastikan langkah itu tidak akan menambah pagu subsidi. Menurut dia, dengan anggaran subsidi Rp447 miliar, Kemenhub terus melakukan efisiensi dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
Sementara itu, Direktur Angkutan Barang dan Tol Laut PT Pelni (Persero) Harry Boediarto mengungkapkan, Pelni setuju terhadap langkah pemerintah memberikan subsidi lanjutan terhadap program tol laut. Namun, ada beberapa kekurangan yang harus dibenahi, termasuk jika pemerintah hendak melakukan pengadaan kontainer berpendingin (reefer container).
Tetapi, untuk reefer contaier, menurut Harry, perlu didukung dengan kecukupan listrik baik di kapal maupun di pelabuhannya. Misalnya, angkutan bahan rempah-rempah dari timur ke Jawa sangat membantu para petani meskipun mereka belum mampu memproduksi dalam jumlah besar.
“Volume yang belum signifikan itu dapat diangkut oleh kapal-kapal perintis Pelni dari lokasi yang tersebar di pulau-pulau kecil di Indonesia Timur untuk dikonsolidasikan di beberapa pelabuhan yang strategis, yang merupakan perlintasan antara rute pelayanan kapal kontainer/barang dan kapal perintis,” ujarnya.
Pengangkutan garam dari pelabuhan Lewoleba dan Sabu-Rote, Nusa Tenggara Timur, juga membuktikan kapal tol laut bermanfaat mengangkut komoditas tertentu dari timur ke Jawa. Keberadaan kapal itu kian menumbuhkan minat masyarakat untuk bergerak dalam kegiatan tersebut.
Seperti diketahui, pada Tahun ini, Pelni melayani enam trayek tol laut penugasan pemerintah, yakni T-2 (Tanjung Priok-Tanjung Batu-Belinyu-Tarempa-Natuna-Midai-Serasan-Tanjung Priok), T-4 (rute Tanjung Perak-Makassar-Tahuna), T-6 (Tanjung Perak-Tidore-Morotai-PP), T-13 (Kalabahi-Moa-Rote-Sabu), T-14 (Tanjung Perak-Lewoleba-Adonara/Tenong-Larantuka), dan T-15 (Kisar-Namrole-PP).
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemehub) per awal Juli 2018, di trayek T-2, rata-rata muatan berangkat 501 ton per perjalanan (voyage) atau 19,3% dari kapasitas kapal 2.600 ton. Namun, muatan baliknya rata-rata hanya 12,7 ton per voyage atau tidak sampai 5% dari kapasitas kapal. (rid/ow/***)