Pelabuhan di Banten memiliki potensi besar sebagai pusat atau pintu gerbang kargo curah nasional baik curah kering dan curah cair. Apalagi hal ini didukung oleh kekuatan lokasi yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera. Bahkan pelabuhan disini termasuk dalam haluan ALKI 1 Indonesia khususnya berbagai trafik internasional dari dan ke Selat Malaka dan Selat Singapura lewat Selat Sunda
Trafik kapal sekitar 3000-3500 unit per tahun, dengan jumlah terminal sekitar 143 terminal yang mana secara legal terdapat 54 TUKS dengan bidang usaha bahan kimia termasuk pupuk, bahan bakar minyak, gas (LNG/LPG), kargo umum, bahan galian C, pembangkit listrik, CPO, Biji besi, bahan pangan dan semen.
Kegiatan kemaritiman dengan volume kargo sekitar 80 juta ton ini per tahun ditangani oleh sekitar 80 perusahaan pelayaran dan 60 unit perusahaan PBM. Karena itu potensi ini tidak bisa dianggap sepele. Pemerintah mesti melakukan sesuatu untuk ini.
Untuk lebih jauh mengetahui bagaimana, apa yang terjadi, dan bagaimana yang mestinya dilakukan pemerntah kedepan, Ocean Week mencoba mewawancara Saud Gurning, pakar Maritim dari ITS Surabaya, baru-baru ini, berikut petikannya.
Anda melihat Banten memiliki potensi ekonomi yang cerah dan luar biasa?
Ya saya yakin itu. Apalagi sekarang Banten sudah memiliki fasilitas pelabuhan yang memadai. Ada sejumlah pelabuhan besar seperti Ciwandan, Cigading, Merak (termasuk Merak Mas). Serta rencana membangun Pelabuhan Warnasari dan juga Pelabuhan Bojanegara yang berpotensi untuk kembali dibangun. Berbagai pelabuhan dominan di Banten ini memiliki keunggulan atas kedalaman 16-22 meter yang mampu menangani kapal berdimensi besar. Di samping kedalaman, berbagai terminal di Banten memiliki ciri khas dermaga yang banyak dan terdedikasi untuk berbagai komoditas curah kering dan cair. Karenanya, berbagai pelabuhan di Banten kerap menjadi pilihan operasi direct route pengapalan impor produk curah ke Indonesia dengan kapal-kapal Post-Panamax dan Cape-size. Yang kemudian dilanjutkan dengan pola distribusi ke berbagai daerah di Indonesia dengan kapal Handy hingga Panamax.
Hinterland, dan infrastruktur pendukungnya, menurut Anda?
Kekuatan Banten di layanan perairan ini juga didukung oleh kekuatan kawasan industri yang cukup lengkap, tersebar di berbagai daerah (Pandeglang, Serang, Cilegon, Serpong hingga Tangerang) plus aksesibilitas jalan darat yang didukung jalan tol serta angkutan kereta api barang. Jadi, di samping kegiatan di dermaga yang baik, pelabuhan-pelabuhan di Banten didukung oleh operasi angkutan, inventori dan distribusi dari dan ke pelabuhan yang cukup lengkap.
Masalah operasional di pelabuhan Banten?
Untuk ini, ditemukan ada berbagai kendala operasional, teknis dan legal yang perlu menjadi perhatian penting bagi seluruh pemangku kepentingan maritim baik di Banten maupun nasional guna menjadikan Pelabuhan Banten sebagai pintu gerbang kargo curah nasional. Misalnya, ketidakjelasan dukungan tenaga kerja bongkar-muat; masih terbatasnya SDM yang berkompeten; legalisasi operasional Warnasari; masih dominannya pelaku perdagangan dari luar Banten khususnya Jakarta; hingga secara eksis penerapan kebijakan pembatasan ukuran dan berat truk darat (over dimension & over loading, ODOL) untuk angkutan darat. Serta masih belum saling mendukungnya operasi penanganan kargo curah baik dalam segment non-kontainer dan kontainer. Yang seharusnya bersinergi, dimana lewat kontainer untuk small-parcel dan non-kontainer untuk penanganan kargo bervolume tinggi.
Banten cukup gateway atau hub?
Untuk menjadi pusat atau pintu gerbang (gateway) hingga hub produk curah, maka pola operasi ahli-muat antar kapal atau transhipment perlu dipersiapkan dan diinisiasi khususnya untuk angkutan curah dengan kapal yang berdimensi lebih besar dari Cape-size atau Post-Panamax selama ini. Penciptaan kegiatan transhipment ini disamping perlu didukung oleh platform bisnis yang ditopang oleh kinerja dan biaya logistik yang baik, aspek pendanaan juga dukungan kebijakan pemerintah.
Jadi?
Untuk itu di masa mendatang, seluruh operator Pelabuhan di Banten perlu segera secara kolaboratif bersama pemerintah untuk segera menuntaskan isu TKBM (melalui pola kerjasama yang baik sambil mendorong dimungkinkannya operator TKBM yang baru non-koperasi di Banten); menyiapkan SDM kepelabuhanan yang kompeten dan handal di Banten; Pemerintah termasuk pemerintah daerah mendorong pelaku bisnis di Banten dapat memindahkan kegiatannya lebih di wilayah Banten ketimbang di luar Banten. Melalui berbagai kebijakan daerah yang lebih pro-bisnis usaha kemaritiman, logistik dan jasa kepelabuhanan. (ow)