Masyarakat mengaku heran dan mempertanyakan kebijakan pemerintah mengenai impor garam bahan baku sebesar 75.000 ton. Apakah, garam yang dibuat petani di pesisir pulau Jawa dan Madura belum mencukupi memenuhi kebutuhan rakyat sehinga belakangan ini langka dan harganya sangat mahal.
Salah satu warga asal Madura Banu Amza mempertanyakan kebijakan impor ini. “Setahu saya garam disini cukup banyak, di pulau Jawa dan Madura, misalnya di Rembang, di Pantura, dan Madura banyak sekali petani yang nggarap garam. Apakah itu belum cukup ya,” ujarnya saat dimintai tanggapannya mengenai impor garam yang dilakukan pemerintah.
Menurut Banu, aneh saja kalau garam sampai impor. “Kalau gula impor, beras impor masih bolehlah, ini garam kenapa pula impor,” ungkapnya bertanya-tanya.
Karena harga yang tinggi, petambak di Brebes Jawa Tengah, kemudian banting setir menjadi petani garam. Mereka berharap, agar harga garam tetap bertahan hingga masa panen nanti. Sebab, baru tahun ini harga garam tembus ke angka Rp 4.000 per kilogram. Padahal sebelumnya, harga garam hanya Rp 500 hingga Rp 600 per kilogram. Untuk pengolahan garam dengan lahan seluas satu hektar, minimal petani membutuhkan biaya Rp 4 juta.
Sebagaimana diketahui bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sepakat menugaskan PT Garam untuk mengimpor 75.000 ton garam bahan baku.
Impor dilakukan karena curah hujan di dalam negeri masih tinggi di bulan Mei-Juli, sehingga panen garam terganggu. “Kebutuhan garam konsumsi sangat mendesak, pemerintah menugaskan PT Garam untuk melakukan impor garam bahan baku untuk garam konsumsi. Jadi garam bahan baku. Impor 75.000 ton diputuskan setelah melakukan berbagai pertimbangan, duduk bersama kementerian dan lembaga yang dikoordinasi KKP,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan, dalam konferensi pers di Kemendag, Jakarta, Jumat (28/7).
Jenis garam yang diimpor adalah garam bahan baku, yaitu bahan baku untuk garam konsumsi. Kadar NaCL garam bahan baku minimal 97%. Garam impor akan masuk pada 10 Agustus 2017 melalui 3 pelabuhan, yaitu Pelabuhan Ciwandan, Tanjung Perak, dan Belawan.
Begitu tiba di tanah air, garam ini nantinya akan diolah menjadi kadar konsumsi dengan kriteria memiliki kadar NaCL minimal 94.7% dan ditambahkan Iodium.
“Prinsipnya impor dengan NaCL 97% untuk bahan baku garam konsumsi sebesar 75.000 ton dilaksanakan PT Garam dengan waktu pemasukan di pelabuhan 10 Agustus 2017 di Pelabuhan Ciwandan, Tanjung Perak, dan Belawan,” kata Oke.
Sementara itu, Dirjen Pemanfaatan Ruang Laut KKP, Brahmantya Satyamurti, mengungkapkan bahwa produksi garam nasional Mei-Juli anjlok hingga tinggal 6.200 ton. Padahal rata-rata produksi per bulan normalnya 166.000 ton.
Penyebabnya adalah curah hujan yang masih tinggi di bulan kemarau, sehingga petambak garam tidak bisa menjemur garam.
“Mei-Juni total produksi garam rakyat dan PT Garam 6.200 ton. Produksi garam rakyat normalnya per tahun 2,5 juta ton, per bulan 166.000 ton. Curah hujan masih tdk normal. Saat ini anomali cuaca masih terjadi, hujan masih ada. Penyuluh melaporkan masih terjadi hujan. Normalnya garam dipanen 10 hari biar kadar airnya rendah,” kata Brahmantya. (***)