Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja sudah diundangkan oleh DPR RI pada Senin (5/10) malam.
Meski ada penolakan terhadap UU tersebut dari kalangan masyarkat dan dua fraksi DPR yakni PKS dan Demokrat walk out, namun mayoritas fraksi wakil rakyat itu tetap ‘kekeh’ mengetuk palu, dan mensyahkan UU Omnibus law Cipta Kerja tersebut.
Apakah UU tersebut berdampak positif atau sebaliknya tak menguntungkan sektor pelayaran nasional.
Beberapa tokoh pelaku bisnis pelayaran yang Ocean Week coba hubungi, seperti H. Sunarto (owner PT Gurita Lintas Samudera), Darmansyah Tanamas (wakil Ketum DPP INSA), capt. Zaenal Hasibuan (pengurus DPP INSA), Carmelita Hartoto (Ketum DPP INSA), Asmari Heri (PT Samudera Indonesia), dan Nova Mugijanto (wakil Ketum INSA), belum dapat memberi keterangan mengenai masalah tersebut.
Sunarto misalnya, mengaku belum membaca UU nya. “Sorry saya belum baca tetapi yang belum ada kapal lokal sebagian type kapal yang ada di off shore, mungkin itu yang mengadopsi keinginan asing. Kita ini rawan hal-hal yang bisa dimainkan,” katanya singkat.
Sementara itu Darmansyah dan Capt. Zaenal Hasibuan justru meminta ocean week untuk menunggu tanggapan resmi dari DPP INSA. “Sebaiknya tunggu tanggapan resmi dari DPP INSA, supaya ‘satu pintu’,” ujar Darmansyah.
Begitu pula dengan capt. Zaenal, menyatakan sebaiknya ditanyakan ke ketua umum INSA (Carmelita Hartoto). “Kemarin Ibu (Ketum INSA) dan para Wakil Ketua Umum nya rapat soal itu (UU Omnibus law cipta kerja),” katanya.
Zaenal sendiri mengatakan jika saat ini sedang mengurus para DPC INSA mengenai permintaan penilaian harga dari operator pelabuhan (tanpa memberitahukan harga apa).
Sedangkan Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto yang dikonfirmasi sehubungan diundangkannya omnibus law cipta kerja, apakah berdampak positif atau negatif terhadap usaha pelayaran nasional, hingga berita ini ditulis belum memberi jawaban.
Namun informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa untuk Azas cabotage tetap dipertahankan.
Barangkali yang mengalami perubahan dalam hal ini adalah pada ketentuan ‘sanksi’, hampir semua pelanggaran sanksinya administratif (diatur lebih lanjut dengan PP ), kecuali yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan dan lain-lain.
Sebagai contoh, untuk awak kapal tanpa memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi yang menimbulkan korban atau kerugian harta benda dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta.
Mengenai keamanan di laut, sumber ocean week meminta supaya para pelaku usaha Pelayaran mengawal untuk Peraturan Pemerintah (PP) nya. Bagaimana pengaturannya nanti, mana yang domain PPNS dan mana domain Polri/TNI-AL, sehingga takk tumpang tindih.
Staf ahli Menteri Perhubungan Umar Aris, ketika dimintai tanggapannya, hingga berita ditulis juga belum menjawab.
Diharapkan UU Omnibus law cipta kerja ini akan membawa angin segar bagi usaha pelayaran nasional, bukan sebaliknya menjadikan keterpurukan sektor ini. (***)