Pada awal tahun 2021 regulator pelayaran di pelabuhan Tanjung Priok, Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok dan Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok secara bersama mencanangkan Priok GoGreen 2021.
Salah satu program yang diusung dalam visi Priok GoGreen 2021 adalah peningkatan partisipasi perusahaan pelayaran dalam mengikuti Manajemen Limbah Kapal Terpadu atau Ship Waste Management Pelabuhan Tanjung Priok.
Ini memang tak lepas dari keinginan pemerintah dan semua pihak menjadikan Priok sebagai pelabuhan berwawasan ramah lingkungan. Sebab, sampai saat ini Priok masih menyandang rapor ‘Merah’. Oleh karena itu, tekad merealisasikan green port Tanjung Priok sudah lah bulat.
Bagaimana dan apa sebenarnya program GoGreen tersebut. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai hal itu, Ocean Week pada Jumat (5/2/2021) siang, berhasil melakukan wawancara khusus dengan Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok, Capt. Wisnu Handoko (WH), di kantornya. Berikut petikannya.
OW : selama ini setiap kapal harus menangani limbah kapal nya dengan benar, dan ini bukan hal baru, bahkan sudah banyak regulasi internasional seperti Marpol dan peraturan nasional dikeluarkan oleh Kementerian mengatur tentang perlindungan lingkungan maritim dari pencemaran dari limbah kapal. Komentar Bapak?
WH : Ya, sudah banyak peraturan yang mengatur tentang limbah kapal, namun konsistensi pelaksanaannya belum optimal. Masalahnya banyak terkait, culture, penegakan aturan, biaya, SDM, keterbatasan fasilitas penampungan, sinergi antar stakeholder dan lain-lain.
OW : lalu apa yang membedakan antara Manajemen Limbah Kapal Terpadu dengan penerapan penanganan limbah sebelumnya.
WH : tentu berbeda, pertama ada komitmen bersama antara Syahbandar, Otoritas Pelabuhan, Pelindo II selaku BUP, INSA, APLI yang dituangkan dalam sebuah dokumen tertulis secara detail mengatur siapa mengerjakan apa, proses bisnis lebih jelas, didukung teknologi informasi Inaportnet PWMS, transparansi proses dan biaya.
OW : ada yang bilang ini mempersulit pihak perusahaan pelayaran, nambah biaya operasional kapal, berikut harus mengisi data secara online, masih diancam dengan sanksi lagi katanya sampai ditunda SPB dan dihold ijazah nahkoda atau KKM nya?
WH : Sebetulnya tidak sulit, menjadi sulit karena ada pihak tidak mau merubah culture, tidak mau transparan dan tidak mau belajar. Ini analoginya kayak punya gadget baru. Kalo hanya lihat saja, ga mau nyoba ya ga akan ada perubahan. Sebetulnya simple cuma 3 langkah utama, pertama, laporkan data limbah kapal dengan benar melalui inaportnet. Kedua, pastikan jika kapasitas penampungan limbah di atas kapal penuh, turunkan limbah tersebut di Tanjung Priok. Dan ketiga, isi dokumen administrasi bongkar muat limbah dari kapal ke transporter sampai ke penerima akhir limbah dengan benar. Karena kita akan diaudit bahkan surveilance dilakukan oleh pihak internasional terkait keseriusan kita.
OW : bagaimana cara Bapak mengubah culture tersebut, kan tidak mudah?
WH : Kami paham tidak mudah merubah culture, makanya strategi merubahnya bertahap. Mulai dengan membuat pilot project championship menggunakan 9 kapal yang dioperasikan oleh Temas Line, Meratus Line dan Pelni. Terima kasih untuk 3 perusahaan ini yang dengan ikhlas menugaskan 3 kapalnya berpartisipasi dalam pilot project manajemen limbah kapal.
OW : bisa dijelaskan yang dilakukan dalam pilot Project tersebut?
WH : Yang kami lakukan dalam pilot project ini adalah memberikan pembinaan dan pembimbingan kepada pelayaran, keagenan dan crew kapal untuk melakukan 3 hal tadi dengan benar. Kalau salah dikoreksi, dikasih tahu, dan alhamdulillah 3 perusahaan ini cukup kooperatif.
OW : katanya ada sanksi, maksudnya apa?
WH : tentang sanksi terhadap pelanggaran, tidak perlu didramatisir, ini bukan mencari kesalahan tapi lebih cenderung membimbing untuk berubah melalui mekanisme inspeksi, peringatan/teguran dan memperbaiki komitmen personil di perusahaan dan kapal. Kalau SPB ditunda dan ijazah dihold itu kan kalau sudah kebangetan, ditegur, diingatkan sampai 2x ga mau berubah. Bahkan secara sengaja dilanggar dengan bukti pelanggaran yang nyata diperoleh.
OW : untuk biayanya bagaimana Capt?
WH : mengenai biaya penanganan limbah secara khusus pemerintah tidak mengatur atau menetapkan. Ini diserahkan mekanisme B to B, namun kami minta dari BUP dan asosiasi terkait dalam hal ini Pelindo II, INSA dan APLI ada semacam biaya yang disepakati dan bisa digunakan sebagai acuan yang wajar, dan masih bisa dilakukan negosiasi jika perlu, jika volume limbah besar, jika perlu ada diskon ya jika yang rajin menurunkan limbahnya. Dan Syahbandar minta ini disosialisasikan secara transparan kepada pengguna jasa.
OW : kalau semua kapal yang masuk Priok membuang limbah, apakah Pelindo II dan anggota APLI mampu menangani semua jenis dan volume yang besar limbah terwebut ?.
WH : dari data yang kami peroleh, dengan Fasilitas Penerima RF yang ada saat ini okupansi nya belum maksimal, tapi kami sudah minta ke anggota APLI untuk menyediakan RF tambahan jika nanti meningkat jumlah limbah kapal yang akan diturunkan. Dengan adanya manajemen limbah kapal terpadu.
OW : saya dengar petugas Syahbandar Priok sudah 2 minggu ini mulai melakukan inspeksi di 9 kapal yang ikut dalam pilot project ini?
WH : Ya benar, sesuai dengan yang kita sepakati bersama dalam acara pencanangan manajemen limbah kapal terpadu di atas kapal Pelni tanggal 20 November 2020. Bahwa kita sepakat menerapkan manajemen limbah kapal terpadu. Seperti hari ini Jumat 5 Pebruari kami mengajak OW utk melihat bersama bagaimana petugas syahbandar yang tergabung dalam Tim Laut Bersih mengadakan inspeksi limbah di atas kapal KM. Strait Mas milik Temas Line. Tim datang dengan surat tugas resmi dipimpin oleh Pak Dian Perdana dengan anggota Devi, Cecep, Rifai dan Kusdianta mereka naik ke kapal dengan membawa data laporan limbah yang diunggah di Inaportnet PWMS. Ketika kapal sandar di dermaga 212, jam 14.00 kami mulai lakukan inspeksi dengan melihat Oil Record Book, Garbage Record Book dan Sewage record nya, mengukur ullage tanki sludge, penampungan sampah. Tim kami juga minta ijin dan otorisasi dari nakhoda untuk melihat dokumen terakhir pembongkaran limbah kapal dimana, diterima oleh perusahaan transporter yang resmi dan memiliki ijin usaha pengelola limbah.
OW : apa ada temuan dalam inspeksi itu?
WH : dari hasil inspeksi ini jika ditemukan ketidaksesuaian tim akan mencatat mengambil dokumentasinya untuk selanjutnya dibahas bersama dg desk PIC limbah yg terdiri dari Kantor Syahbandar, OP dan Pelindo II dg saksi dari APLI dan INSA Jaya. Lalu kita berikan surat peringatan.
OW : Sampai kapan Pilot Project berakhir dan apa targetnya ?
WH : kami targetkan sampai akhir maret atau 3x kapal masuk ke Priok. Tujuannya agar kami juga bisa melatih para petugas melakukan inspeksi dengan benar dan menyiapkan fasilitas RF yang dikelola oleh Pelindo II dan anggota APLI sekaligus membuat instrument evaluasi agar lebih valid. Juga memberikan kenyamanan dan tidak mengganggu iklim kondusif bagi pelaku usaha pelayaran maupun tekanan berat bagi crew kapal yang sudah bekerja stressfull.
OW : berikutya ?
WH : Setelah pilot project ini berakhir masuk pada tahap berikutnya pemberlakuan bagi seluruh kapal yang on dan out bound Tanjung Priok. Lalu tahap berikutnya membangun kolaborasi dengan para Syahbandar di pelabuhan asal dan tujuan dari/ke Tg Priok dengan melakukan diseminasi tahapan yang sama dengan yang dilakukan di pelabuhan Priok.
OW : Bapak yakin strategi ini berhasil ?
WH : Inshaa Allah berhasil, oleh karena itulah mengapa dalam banding ship waste manajemen ini menggunakan logo bertuliskan COACH = CLean Ocean Act by Collaboration and Harmonize. Karena kami tidak sendiri, kami bersama siapapun yang mendukung laut Indonesia bersih. (**)