PT Jakarta International Container Terminal (JICT) pada Senin (1/4) ber ulang tahun. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, untuk kali ini peringatan dilakukan secara sederhana, hanya ada pangung kecil di lapangan parkir di depan kantor terminal tersebut.
Selama 20 tahun usianya tersebut, dan sebagai bagian dari PT Pelindo II, terminal yang sahamnya dimiliki Pelindo II dan Hutchison ini telah berkontribusi sebesar Rp15,44 triliun kepada pemerintah melalui setoran pajak dan keuntungan kepada Pelindo II.
Data juga mencatat bahwa JICT telah pula berhasil melayani bongkar muat petikemas sebanyak 37,30 juta TEUs dan menjadi salah satu terminal petikemas terbaik di Asia. Meski secara throughput angka tersebut menjadi layanan selama kurang lebih satu tahun untuk PSA Singapura.
“Kami bersyukur dan bangga selama 20 tahun ini JICT terus berkontribusi dalam mendorong kemajuan Indonesia melalui layanan yang handal dan efisien sebagai terminal pelabuhan,” kata Direktur Utama JICT, Gunta Prabawa kepada pers di Tanjung Priok, Senin (1/4).

Gunta menjelaskan bahwa selama dua dekade ini perusahaan telah berkembang menjadi terminal yang memiliki standar kerja tinggi dengan tingkat efisiensi yang optimal.
Bahkan, dalam beberapa tahun belakangan, dari terminal ini pula masuk kapal raksasa CMA CGM milik perusahaan pelayaran Perancis, untuk layanan langsung Jakarta-Amerika. Selain itu, ada pula direct call lewat JICT ke Intra Asia.
Pihak pelayaran pun tak sedikit yang mengapresiasi positif kinerja JICT. Namun tak sedikit pula dari pengguna jasa yang mengkritik kinerja terminal petikemas terbesar di Tanjung Priok ini.
“JICT sudah bagus untuk sekarang. Sistemnya juga baik, kecepatan bongkar muat petikemas, dan layanan kapal sudah pula membaik,” kata Nano dari pelayaran Tresnamuda Sejati, salah satu pelanggan JICT kepada Ocean Week, Selasa pagi (2/4).

Gunta bercerita, bahwa JICT memiliki peran yang semakin strategis, menjadi pintu gerbang utama bongkar muat barang, baik ekspor maupun impor di Tanjung Priok, dan menjadi pelabuhan terminal petikemas terbesar di Indonesia. “Sejak berkolaborasi dengan Hutchsion Ports Holding (HPH) di tahun 1999, JICT telah berkembang menjadi terminal petikemas yang didukung dengan teknologi, sumber daya manusia dan sistem tata kelola terminal petikemas modern,” katanya.
Berbagai inisiatif dan inovasi dilakukan JICT untuk meningkatkan standar kualitas layanan dan menaikkan kapasitas bongkar muat. “Investasi yang dilakukan JICT fokus pada peningkatan kualitas layanan yang mendorong terciptanya bisnis proses yang efisien dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku usaha. Sampai saat ini JICT adalah pionir untuk digitalisasi, otomatisasi dan pelabuhan berbasis lingkungan (go green) di Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu Wakil Direktur JICT Riza Erivan mengatakan bahwa sebagai bagian dari upaya peningkatan layanan di JICT, manajemen juga menambah jumlah kapal yang singgah di JICT.
Di tahun 1999 tercatat baru sekitar empat kapal bisa bersandar di dermaga barat JICT. Saat ini dermaga utara JICT mampu melayani tujuh kapal yang bersamaan dengan produktifitas tinggi. “Jaringan pelayaran menjadi salah satu kunci di industri terminal petikemas dunia. Semakin banyak jalur pelayaran langsung ke negara-negara tujuan para pelaku usaha, maka akan mendorong kinerja terminal petikemas semakin maksimal,” ujar Riza mengutip Antara, kemarin. (***)