Pemerintah daerah di berbagai kawasan mesti dapat mendorong produktivitas muatan tol laut agar salah satu program andalan pemerintah dalam mewujudkan visi poros maritim dunia itu dapat benar-benar tercapai.
” Pemda mesti didorong untuk meningkatkan produktivitas dari komoditas muatan tol laut. Mesti ada koneksi antara program di hulu dan hilir sebab tol laut berada pada di hilir yang sangat tergantung kepada pasokan di hulu,” kata Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Moh Abdi Suhufan seperti dikutip Antara, Jakarta.
Menurut Abdi, problem dari tol laut saat ini adalah tingkat keterisian kapal untuk kembali dari Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang masih rendah yaitu hanya 30 persen.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menginginkan kapal tol laut harus berisi muatan berupa hasil pertanian, perkebunan serta ikan dari Maluku ke provinsi lain di Tanah Air.
“Target kita kapal tol laut saat kembali harus terisi 50 hingga 60 persen hasil-hasil perkebunan, pertanian dan terutama perikanan dari Maluku untuk dibawa ke daerah lain, terutama Pulau Jawa,” kata Menhub saat menjadi pembicara pada fokus grup diskusi Manajemen Pemerintah Era Digital digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, di Ambon, belum lama ini.
Namun hingga saat ini kapal tol laut yang menyinggahi sejumlah kabupaten/kota di Maluku, saat kembali hanya bisa mengangkut 35 persen barang dan hasil produksi masyarakat dan umumnya milik pengusaha setempat.
Menurut dia, pemanfaatan jasa tol laut untuk mendistribusikan hasil produksi masyarakat Maluku ke sentra pemasaran di Pulau Jawa, jauh lebih mudah karena harga angkut relatif murah serta berdampak mendongkrak produktivitas dan membuka lapangan pekerjaan lebih luas.
“Karena itu saya sudah bicara dan minta tolog Gubernur Maluku Said Assagaff agar bisa didorong peningkatan kapasitas angkut hasil produksi masyarakat dari Maluku hingga mencapai 60 persen melalui jasa tol laut, terutama produk kopra dan berbagai jenis hasil perikanan mengingat kualitasnya sangat baik dan diminati baik di dalam maupun luar negeri,” katanya.
Menhub menegaskan, program tol laut selain mewujudkan konektivitas antardaerah juga menekan kesenjangan harga antara wilayah Barat dan Timur Indonesia yang disebabkan tidak adanya kepastian ketersediaan barang.
INSA Diminta Bantu
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono juga mengungkapkan, Pemerintah telah meminta kepada Indonesian National Shipowners Association (INSA) untuk membantu mengembangkan tol laut serta menjadikan Indonesia sebagai poros maritim yang saat ini sedang dilaksanakan.
” Untuk mencapai target tersebut, pemerintah siap membantu dan memberikan fasilitas yang diminta oleh perusahaan pelayaran mengingat tol laut dan poros maritim merupakan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata kepada pers usai membuka Rakernas INSA 2018 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Sekjen Kemenhub, pemerintah akan terus berkomitmen untuk terus mengembangkan tol laut dan poros maritim dalam upaya menciptakan konektivitas antarpulau dan antardaerah di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk bisa mewujudkan itu, kata Djoko, pemerintah memastikan akan mendukung industri pelayaran nasional untuk bisa mewujudkan tol laut serta poros maritim yang pada akhirnya bisa untuk menciptakan pertumbuhan perekonomian nasional.
Dia mengatakan, pelayaran nasional menunjukkan pertumbuhan cukup baik, yaitu dari 6.000 armada kapal pada 2005 naik menjadi 24.000 armada pada 2016 yang membuktikan bahwa berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah sudah mendukung.
Djoko mengatakan, sebagai negara kepulauan yang luas, Indonesia memang membutuhkan pelayaran nasional yang mumpuni sehingga dibutuhkan kapal yang tangguh dan modern serta bisa bersaing dengan kapal asing.
Namun, program tol laut tersebut banyak juga mendapat sorotan negatif oleh sejumlah kalangan. Misalnya, Lukman Ladjoni (pengusaha pelayaran asal Jawa Timur) yang kerap menyatakan bahwa program tol laut belum memberi manfaat yang tepat sasaran. “Yang untung itu tengkulak, dia memanfaatkan subsidi. Tapi, barang tetap saja dijual mahal,” katanya.
Begitu pula dengan pernyataan Obed, ketua ALFI Manokwari Irian. Menurut dia, pemerintah mestinya total dengan program tol lautnya, bukan hanya mensubsidi kontainernya, tetapi barang dari pelabuhan asal hingga ke tempat tujuan. “Selain itu Kemenhub juga mesti mengevaluasi terhadap tarif pelabuhan yang terus naik, seperti tarif labuh.tambat, dan pandu. Belum lagi disetiap KSOP/UPP, tarif tersendiri atas pelayanan kapal. Dari keduanya sangat mempengaruhi cost logistic dan cost stevedoring. Makanya harga barang tetap mahal tidak terkendali lagi,” katanya saat dihubungi Ocean Week, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan sangat mendukung program pemerintah mewujudkan tol laut serta poros maritim yang selama ini memang sudah dilakukan.
“INSA sangat mendukung tol laut dan poros maritim yang menjadi agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo,” katanya.
Meskipun demikian , dia mengakui pihaknya masih membutuhkan dukungan penuh untuk mewujudkan seperti dengan adanya dukungan keuangan dari pemerintah khususnya dari sektor keuangan dalam pengadaan kapal baru dan suku cadang kapal.
Carmelita menambahkan, banyak kapal nasional yang sudah tua sehingga membutuhkan modernisasi untuk bisa berlayar ke daerah-daerah terpencil. “Perlu dukungan stimulus dari pemerintah khususnya dari sisi keuangan sehingga industri kapal nasional bisa tumbuh dengan baik dan mampu bersaing dengan kapal asing,” katanya. (ant/ow/**)