Pembina Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat Indonesia (Pelra) Chandra Motik Yusuf meminta pemerintah memberdayakan pelayaran rakyat untuk program tol laut sehingga mempermudah distribusi logistik ke wilayah atau pulau terpencil.
“Dengan kapal-kapal kecil yang kita punya itu, sebenarnya untuk ke pulau pulau bisa jadi feeder nantinya. Nah itu yang mestinya disinkronisasi dengan kapal-kapal perintis dalam program tol laut,” kata Chandra Motik, kepada pers usai bertemu Wapres Jusuf Kalla, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (6/9).
Dalam pertemuan dengan Wapres bersama Pengurus Pelra, dibahas mengenai berbagai kesulitan yang dialami usaha Pelra, termasuk keinginan mereka (Pelra-red) agar bisa dilibatkan dalam program tol laut.
Menurut Chandra Motik, keterlibatan pelayaran rakyat itu diharapkan dapat menjadi feeder, untuk distribusi komoditas dari pelabuhan-pelabuhan besar ke pulau kecil. “Kapal perintis memang dibutuhkan karena bagaimanapun itu juga untuk menjaga daerah. Untuk itulah makanya kami Pelra ingin diikutsertakan,” ucapnya.
Chandra menyatakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla merespons baik usulan Pelra tersebut. “Pemerintah juga telah mempertimbangkan usulan tersebut dengan menggandeng beberapa instansi untuk membantu kegiatan pelayaran rakyat,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Pelra, Sudirman, mengatakan dan minta kepada pemerintah agar menyederhanakan regulasi dalam kegiatan pelayaran tradisional. “Kita minta kepada pemerintah. Sampai sekarang ini aturannya kan nyantol pada UU 17 (Tahun 2008), ada PP 20, ada keputusan menteri,” jelasnya.
Dia juga minta supaya sertifikasi kapal tradisional yang jumlahnya sampai 17 untuk jadi satu dalam setiap kapal. “Regulasinya, sertifikasinya jadi satu supaya tidak terlalu banyak biaya. Sertifikat ada sertifikat keselamatan, ada sertifkat radio, dan sertifikat yang lain, pokoknya ada 17 sertifikat di dalam satu kapal itu,” keluhnya.
Seperti diketahui, tercatat sekitar 1.500 kapal rakyat yang tersebar di Wilayah Indonesia Barat, Tengah, dan Timur. Kapal-kapal tersebut memiliki kapasitas 35-500 GT (gross ton) dan beroperasi di beberapa wilayah seperti Makassar, Kalimantan Timur, NTT, Riau, Palembang. (ant/***)