Setelah dua tahun beroperasi, produksi petikemas di Terminal Teluk Lamong (TTL) menunjukkan tren produksi yang positif. Terminal petikemas dengan konsep automation dan ramah lingkungan ini semakin diminati pelayaran berkegiatan disini.
Saat ini, TTL tengah melakukan pengembangan terminal tahap kedua. Pengembangan fasilitas curah kering (conveyor, silo dan flat storage ) dan perluasan lapangan penumpukan, dari semula 5 blok menjadi 10 blok.
Reka Yusmara M, Corporate Communication Section Head PT TTL menyatakan, sesuai dengan konsep ramah lingkungan, fasilitas curah kering TTL dilengkapi dengan 2 jalur conveyor belt dengan kapasitas 2500 ton per jam per belt.
“Komoditas yang dilayani khusus food dan feed grain, agar tetap ramah lingkungan. Selain itu, fasilitas penyimpanan berupa silo dan flat storage tahap 1 juga telah siap digunakan. Secara kapasitas, TTL bisa menjadi terminal curah kering terbesar se Asia Tenggara, dengan potensi arus produksi sebesar 17 juta ton per tahun,” katanya kepada Ocean Week, Minggu (9/7) malam.
Menurut Reka Yusmara, kontribusi TTL sebagai pioneer dalam modernisasi pelabuhan mulai diakui publik. Sebagai pioneer green port di Asia dengan system otomasi yang canggih dan modern, TTL dijadikan benchmark destination bagi pelabuhan dari dalam dan luar negeri.
“Harapannya, dengan semangat kejayaan maritim oleh Pemerintahan Jokowi, infrastruktur dan sistem operasional pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menjadi modern dan high technology. Indonesia seharusnya sudah melakukannya 10 tahun yang lalu. Tapi, bagaimana pun, tidak ada kata terlambat untuk berbenah menjadi lebik baik dan maju,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, bahwa pada semester pertama 2017, arus produksi petikemas di TTL mencapai 217.363 TEUs. Meningkat 92,5 % dibanding dengan produksi tahun sebelumnya (periode sama) sebesar 112.879 TEUs.
Peningkatan yang signifikan itu, ucap Reka, terlihat pada arus petikemas internasional. Tahun 2016, pada semester pertama, arus petikemas internasional TTL sebesar 52.678 TEUs. Tapi semester pertama tahun ini, mencapai 116.331 TEUs, atau meningkat sebesar 120,8 %.
Sementara itu, produksi petikemas domestik tahun 2017 juga naik sebesar 67,8 % dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. “Peningkatan arus produksi petikemas internasional, ada pada volumenya yang semakin bertambah pada tiap-tiap pengguna jasa. Sedangkan penambahan arus produksi domestik berasal dari rute Surabaya – Belawan (termasuk konektivitasnya) dan Surabaya – Sampit (termasuk konektivitasnya),” ungkap Reka Yusmara.
Dia menambahkan, beberapa kapal yang tadinya bongkar muat di Tanjung Perak, beralih ke TTL sejak pertengahan Januari 2017 lalu. “Selain petikemas, terminal tercanggih dan ramah lingkungan pertama di Indonesia ini, juga melayani jasa bongkar curah kering, khusus untuk komoditi pakan dan pangan,” tuturnya.
Reka Yusmara juga menyatakan, selama triwulan pertama tahun 2017, TTL juga mendapatkan dua penghargaan sekaligus dari Markplus, Inc milik ahli marketing Indonesia, Hermawan Kartajaya. TTL meraih penghargaan BUMN Marketeers Awards 2017 pada kategori anak perusahaan: Silver Winner-The Most Promising Company in Marketing 3.0 dan Bronze Winner-Promising Company in Tactical Marketing. “Waktu itu, penghargaan diserahkan langsung Ibu Rini Soemarno (Menneg BUMN RI-red), di Jakarta, bulan Mei lalu,” jelasny Yusmara. (hum/**)