Bisnis pelayaran sampai sekarang belum bergairah dan kembali berjaya seperti di tahun 80-an. Bahkan tahun 2020, usaha ini juga masih banyak menghadapi berbagai tantangan berat.
Situasi tersebut pun diakui oleh Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA), saat dimintai komentar Ocean Week, Senin (16/12) siang, di Jakarta.
“Pelayaran nasional masih dihadapkan sejumlah tantangan, baik itu berasal dari ekonomi makro yang dirasakan sebagai efek dari ketidakpastian ekonomi global, maupun masih adanya tantangan terhadap pelayaran nasional itu sendiri,” ungkapnya.
Dia mencontohkan bahwa tantangan yang bakal dihadapi pebisnis shipping antara lain adalah kewajiban penggunaan bahan bakar low sulphur, serta kesiapan pengadaannya oleh Pertamina.
Meme (panggilannya) juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan Pelayaran mungkin akan tumbuh moderat di tahun depan (2020).
Namun secara garis besar, kata Carmelita, pelayaran nasional masih tetap bisa optimistis mengingat sejumlah muatan masih berpotensi tumbuh di tahun depan.
Hal ini tidak lepas dari adanya peluang, misalnya munculnya pergerakan muatan dalam negeri seiring dengan komitmen pemerintah untuk tetap fokus melanjutkan pembangunan infrastruktur lima tahun mendatang.
Selain itu, juga kewajiban penggunaan B30 merupakan kebijakan yang memicu tumbuhnya market baru dalam pengangkutan FAME.
Peluang lainnya, kata owner PT Andhika Line, yakni adanya kebijakan pemerintah yang menetapkan 10 destinasi wisata prioritas, yang mana delapan di antaranya merupakan wisata bahari. Hal ini merupakan peluang bagi pelayaran wisata domestik.
“Yang tidak kalah penting, juga akan muncul muatan baru seiring dengan kebijakan pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota negara ke Kalimantan Timur juga diprediksi akan memicu pertumbuhan angkutan material yang sangat signifikan,” ucap Meme.
Asmari Heri, praktisi pelayaran PT Samudera Indonesia juga mengakui jika bisnis pelayaran domestik khusus kontainer juga masih belum bagus.
“Persaingan diantara pelayaran domestik itu sendiri yang membuat usaha ini belum sehat,” katanya.
Dukungan Perbankan
INSA juga mengeluhkan minimnya dukungan perbankan di sektor pelayaran, khususnya terkait pengadaan kapal.
Keluhan itu disampaikan Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP INSA Zainal Hasibuan dalam diskusi bertajuk “Maritime Safety in Indonesia, Mapping the Challanges and Opportunities” di Jakarta, Senin.
“Hampir tidak ada pelayaran yang membeli kapal dari uang tabungan, makanya semua butuh dukungan perbankan. Tapi yang berat itu karena bunga yang besar dan pendeknya (tenor pengembalian) loan (pinjaman),” katanya.
Menurut Zainal, akibat masalah di dua aspek tersebut, industri pelayaran mau tidak mau hanya mampu membeli kapal bekas, bukan baru, walaupun standarisasi kapal tetap jadi pertimbangan utama.
“Dengan dua aspek besar itu yakni besarnya bunga bank dan pendeknya tenor loan membuat kita seperti terikat kakinya. Tapi tidak banyak bagian dari pemerintah yang support,” katanya.
Zainal mengutarakan bahwa memiliki kapal dengan standar yang baik adalah idaman setiap pemilik kapal. Namun, ketiadaan dukungan finansial sangat diharapkan.
Sebelumnya, INSA mengusulkan agar skema pembiayaan di angkutan laut nasional dapat disamakan dengan skema pembiayaan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan.
Untuk itu, diperlukan dukungan pemerintah dengan membuat aturan baru atau merevisi PM Menteri Keuangan Nomor 100/PMK 010/2009 tentang Pembiayaan Infrastruktur, dengan memasukkan kapal sebagai infrastruktur, sehingga perbankan nasional akan memberikan dukungan pendanaan dengan bunga bank rendah dan tenor panjang. Diharapkan hal itu bisa mendorong tingkat daya saing pelayaran nasional. (***)