Asosiasi Logistik dan Forworder Indonesia (ALFI) mengancam bakal melakukan aksi mogok nasional, jika DPR RI menerima usulan pemerintah untuk menghapus ayat 1 dan ayat 5 pasal 110 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“ALFI menilai penghapusan ayat-ayat tersebut dapat berpengaruh terhadap tarif dan berdampak pada eksistensi serta keberlanjutan usaha anggota ALFI/ILFA yang berjumlah lebih dari 4.300 perusahaan dan UKM, lebih dari 100.000 karyawan. Bisa jadi akan banyak usaha anggota ALFI yang bankrut dan terpaksa mem-PHK ratusan ribu karyawannya, apakah DPR RI dan pemerintah (Kemenhub) nggak mikir itu,” ujar Akbar Djohan, Ketua Umum DPP ALFI dalam keterangannya, Jumat.
Menurut Akbar, ratusan ribu karyawan tersebut belum termasuk anggota perusahaan dan karyawan dari asosiasi lain yang jumlahnya bisa mewakili lebih dari 10.000 perusahaan. “Jadi kalau ayat ayat 1 dan ayat 5 pasal 110 itu dihilangkan, akan berpotensi pemerintah menciptakan ratusan ribu pengangguran. Apakah DPR sebagai wakil rakyat inginkan itu, tentu kami berharap tidak,” ungkapnya.
Sekjen APBMI capt. Korompis, ketika ditanya juga mengemukakan hal yang sama. “Kami, ALFI, Ginsi, GPEI, dan INSA memiliki tekad yang sama,” jawabnya singkat.
Sementara itu, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto yang dikonfirmasi mengenai hal ini melalui WhatsApp nya, hingga berita ini ditulis belum memberikan jawaban.
Seperti diketahui bahwa Menhub Budi Karya Sumadi sudah menyerahkan daftar isian masalah (DIM) revisi UU Pelayaran kepada Komisi V DPR RI, kemarin.
Untuk diketahui, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) kemarin dengan tegas nenyatakan menolak usulan pemerintah untuk menghapus ayat 1 dan ayat 5 pasal 110 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Penolakan ini muncul setelah kelompok pengusaha melakukan konsultasi publik yang digelar Kementerian Perhubungan pada Jumat (16/8/2024) lalu.
Ketua Umum ALFI/ILFA Akbar Djohan mengatakan penghapusan ayat-ayat tersebut dapat membuka peluang kepada Operator pelabuhan untuk bertindak sewenang-wenang.
Kata Akbar, kedua ayat dalam pasal 110 tersebut perlu dipertahankan sehingga menutup dampak negatif yang akan diderita oleh dunia bisnis dan negara.
“ALFI menolak usulan pemerintah untuk menghapus Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5), karena akan secara sepihak menetapkan tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan,” kata Akbar.

Akbar juga menilai penghapusan ayat-ayat tersebut dapat berpengaruh terhadap tarif dan berdampak pada eksistensi serta keberlanjutan usaha anggota ALFI/ILFA yang berjumlah lebih dari 4.300 perusahaan dan UKM, lebih dari 100.000 karyawan.
Ini belum termasuk anggota perusahaan dan karyawan dari asosiasi lain yang jumlahnya bisa mewakili lebih dari 10.000 perusahaan dan ratusan ribu karyawan.
“Karena Otoritas dapat secara sepihak menetapkan tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan,” katanya.
Sementara kepada DPR RI, pihaknya meminta untuk tetap mempertahankan pasal yang berisi keterlibatan asosiasi dalam penentuan tarif jasa kepelabuhan.
Hal ini sebagai salah satu bentuk peran serta masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Pelayaran di mana Pasal 274 dan Pasal 275 UU No. 17 tentang Pelayaran Tahun 2008 menetapkan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pelayaran secara optimal.
“Sehingga usulan DPR RI untuk melibatkan asosiasi dalam penentuan jasa kepelabuhanan adalah sangat relevan,” ujar Akbar.
Mantan Dirut KBS ini mengatakan penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang terlalu tinggi, terangnya, dapat berakibat pada bertambahnya biaya logistik yang tinggi dan mengakibatkan harga produk dalam negeri menjadi tidak kompetitif di pasar nasional dan global.
“Penghapusan pasal 110 Ayat (1) dan (Ayat 5) dapat menimbulkan ekses favoritisme yang hanya menguntungkan anak Perusahaan Operator Pelabuhan BUMN dan mematikan stakeholder lainnya di luar anak perusahaan Pelabuhan,” tegasnya.
Akbar menuturkan, sampai saat ini penetapan tarif barang dilakukan melalui kesepakatan antara masing-masing asosiasi yaitu INSA, APBMI; ALFI/ILFA; GINSI dan GPEI.
Akbar menilai, Kementerian Perhubungan, hanya berpihak kepada PT Pelindo.
“Kemenhub terkesan mengabaikan ribuan Perusahaan dan karyawan yang bergabung di bawah naungan ; APBMI ; ALFI/ILFA; INSA GINSI dan GPEI,” jelasnya.
“Kalau pemerintah tetap bersikeras tak mau mengubah itu, ALFI/I:FA dan segenap asosiasi lain, kami tak segan akan menggelar aksi mogok secara nasional,” katanya. (***)