Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Perdagangan Luar Negeri pada Juni 2019 mencapai US$ 2,9 miliar, diangkut melalui pelabuhan Tanjung Priok, dengan volume ekspor sebanyak 1 juta ton.
Tanjung Priok menjadi yang terbesar, disusul Tanjung Perak, Jawa Timur, dengan nilai ekspor US$ 1 miliar. Volume ekspor yang diangkut di Tanjung Perak sebesar 566,8 ribu ton. Kemudian Pelabuhan Dumai, Riau di posisi ketiga dengan nilai ekspor sebesar US$ 550,8 juta dan volume 1,2 juta ton.
Urutan keempat adalah Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara dengan nilai ekspor sebesar US$ 453,6 juta dan volume ekspor sebesar 543,5 ribu ton. Lalu Tanjung Emas, Jawa Tengah di posisi kelima dengan nilai ekspor US$ 381,9 juta dan total volume ekspor sebesar 128,7 ribu ton.
BPS juga mencatat, total ekspor Indonesia pada Juni 2019 mencapai US$ 11,79 miliar dengan volume ekspor sebesar 46,6 juta ton.
Badan Pusat Statistik kembali mencatat ekspor Indonesia pada Juli 2019 mencapai USD 15,45 miliar. Nilai ekspor tersebut naik sebesar 31,02 persen dibandingkan Juni 2019 namun turun sekitar 5,12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Nilai ekspor kita adalah sebesar USD 15,45 miliar. Kalau kita bandingkan dengan posisi pada bulan Juni 2019 bulan yang lalu bisa dilihat bahwa kenaikannya signifikan naik sebesar 31,02 persen,” ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantornya, Jakarta.
Suhariyanto mengatakan, sektor nonmigas menyumbang sekitar USD 13,84 miliar sedangkan sektor migas menyumbang sekitar USD 1,61 miliar. Kenaikan ekspor bulan Juli salah satunya disebabkan oleh masa kerja industri yang sudah mulai normal pasca adanya libur panjang Ramadan.
“Kita bisa memahami kenapa kenaikannya sangat signifikan karena pada bulan Juni itu merupakan Ramadan dan kita mempunyai libur panjang cuti bersama. Sampai dengan tanggal 9 sehingga hampir sepertiga hari kerja di bulan Juni itu hilang, yang sekarang situasinya kembali normal sehingga kenaikan nya jadi kenaikan ekspor Juli sebesar 31,02 persen,” jelasnya.
BPS pun mencatat bahwa ekspor Indonesia masih dipengaruhi oleh berbagai situasi global termasuk perundingan perang dagang antara china dan Amerika Serikat. Perang dagang tidak hanya memperngaruhi ekspor Indonesia tetapi juga negara negara lain di dunia.
“Jadi perlambatan ekonomi masih terjadi, perang dagang Amerika China juga masih terjadi. Sudah ada perundingan-perundingan yang memberikan harapan tetapi masih belum ada kesepakatan di sisi lain harga-harga komoditas masih fluktuatif sekali,” tandasnya.
Sementara itu, Harga nikel dunia kembali ditutup menguat pada perdagangan Senin (2/9) setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) secara resmi mengumumkan larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020.
Goldman Sachs dalam catatan hari Minggu sebagaimana dilansir Reuters, memprediksi bahwa harga nikel di bursa LME dapat menyentuh level US$ 20.000 dalam 3 bulan ke depan, level yang tidak pernah dilihat sejak Mei 2014.
Pelarangan ekspor oleh Indonesia akan menghapus sekitar 10% pasokan nikel dunia dan “menciptakan ketidakpastian pasokan yang substansial,” tulis bank investasi tersebut dalam catatannya.
Dalam catatan yang sama juga tertulis bahwa setelah menyentuh level US$ 20.000/ton, harga nikel akan turun ke US$ 18.000/ton dalam enam bulan, dan menuju US$ 16.000/ton dalam 12 bulan ke depan.
Peningkatan harga tersebut berdasarkan asumsi bahwa Indonesia akan sepenuhnya melarang ekspor bijih nikel pada akhir tahun ini. Pasalnya, hingga detik ini belum ada dokumen resmi yang memberitahukan jika terdapat pengecualian dalam larangan tersebut.
Di bursa logam dunia, Kontrak nikel pengiriman November di bursa London Metal Exchange (LME) kemarin bahkan sempat naik 5,3% ke level US$ 18,850/ton yang merupakan level tertinggi hampir dalam 5 tahun terakhir. Meskipun akhirnya ditutup dengan penguatan tipis 0,89% menjadi US$ 18.060/ton.
Sementara itu, Kontrak nikel berjangka yang paling banyak diperdagangkan di bursa Shanghai Futures Exchange, yakni SNIcv1, melesat 6,5% ke level CNY 145.850/ton atau setara US$ 20.563,11/ton yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. (reuters/**)