Sebagai salah satu jantung dari usaha pelayaran adalah Perusahaan Pelayaran, yang merupakan Perusahaan Angkutan Laut Nasional menurut UU 17/2008 tentang Pelayaran.
Sementara disisi lain, dalam bisnis pasti tidak akan terlepas dari sebuah kegiatan usaha penunjangnya. Sama halnya seperti keagenan yang merupakan salah satu dari sekian banyak usaha penunjang dari Perusahaan Pelayaran.
Namun dalam kenyataannya, terkadang justru keagenan lebih menggiurkan dibandingkan usaha pelayarannya sendiri, kenapa begitu?, karena usaha keagenan barangkali tak perlu kantor besar dengan pegawai yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan orang, cukup satu, dua, tiga orang, tapi pendapatannya dan keuntungannya lebih oke.
Sebaliknya bisnis pelayaran yang mengharuskan memiliki SIUPAL dan kapal mesti memiliki puluhan sampai ratusan pegawai, namun keuntungannya kecil, dengan risiko yang besar.
Kenapa hal ini bisa terjadi disini, apa dan bagaimana sebenarnya keagenan dan pelayaran, untuk mengetahui hal tersebut, Ocean Week mencoba berbincang singkat dan ringan dengan Chandra Motik Yusuf (CM), pengamat hukum kemaritiman, berikut petikannya.
OW : Bisa dijelaskan apa usaha keagenan?
CM : Kegiatan usaha keagenan kapal berdasarkan pasal 90 ayat (2) PP 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, seyogyanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Nasional Keagenan Kapal atau Perusahaan Angkutan Laut Nasional. Namun, pemenuhan persyaratan Izin Usaha Perusahaan Pelayaran tidak sama dengan Perusahaan Keagenan.
OW : Lalu mengapa keduanya dapat melakukan kegiatan yang sama?.
CM : Nah itulah yang justru pada akhirnya menimbulkan keraguan dan ketakutan akan terjadinya tumpang tindih dan overlapping tugas, pokok, serta fungsi antara Perusahaan Pelayaran dan Perusahaan Keagenan. Sehingga, sudah seharusnya menjadi perhatian tersendiri agar terdapat pemisahan untuk menciptakan persaingan yang sehat antar keduanya. Hal ini tampak pada Pasal 3 Permenhub 65/2019 mengenai pelayanan jasa keagenan kapal, yang mencampuradukan tugas, pokok, dan fungsi dari Perusahaan Pelayaran dan Perusahaan Keagenan.
OW : Maksudnya ?
CM : Yah..terlihat adanya ketidakjelasan/bias dalam pengaturan ruang lingkup kegiatan keagenan kapal karena pasal diatas menunjukkan ketidaksesuaian cakupan usaha keagenan kapal yang seharusnya memiliki batasan dalam mengurus kepentingan kapal sebagaimana diatur dalam UU 17/2008, PP 20/2010, dan Permenhub 65/2019.
OW : Jadi ?
CM : Sudah seharusnya pelaku usaha yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan core business pemilik kapal/operator kapal adalah Perusahaan Pelayaran. Dalam lampiran amandemen The Convention on Facilitation of International Maritime Traffic, 1965 (Resolution FAL.12(40)) yang merupakan Konvensi Internasional tentang standar dan praktik yang direkomendasikan mengenai formalitas, persyaratan, dan prosedur dokumen yang harus diterapkan pada saat kedatangan, sandar, dan keberangkatan kapal, kru, penumpang, barang bawaan, dan kargo yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 2002, maka tugas keagenan kapal di peraturan nasional perlu secara jelas mencakup mengenai penyebutan perihal tugas pokok keagenan kapal beserta dengan kepentingan operasional kapal.
OW : Apakah perlu ada perubahan ya ?
CM : Untuk menghindari tumpang tindih, maka dirasa perlu untuk diadakannya perubahan terhadap bunyi Pasal 90 PP 20/2010 yang khusus membahas mengenai pelaksanaan teknis terkait dengan kegiatan keagenan kapal, juga terhadap pengkategorian ruang lingkup kegiatan keagenan kapal diharapkan dapat meningkatkan usaha di perairan nasional tanpa mematikan usaha salah satunya. Dimana Perusahaan Keagenan dalam kegiatan keagenan kapal dapat mengurus kepentingan operasional (husbandry), baik bagi perusahaan pelayaran asing maupun bagi perusahaan pelayaran nasional yang selama ini telah dijalankan oleh Perusahaan Keagenan sesuai dengan kapasitas dan keahliannya. Sementara Perusahaan Pelayaran melaksanakan kegiatan keagenan selain untuk pengurusan kepentingan operasional juga untuk kepentingan komersial kapal. (**)