Pelaku usaha pelayaran dan kepelabuhanan berharap, PT Pelindo II Tanjung Priok tidak hanya mengembangkan fasilitas terminal petikemas, tetapi penting juga memikirkan pengembangan dermaga (fasilitas) kargo non petikemas. Sebab, volume kargo non petikemas yang lewat pelabuhan ini pun sangat besar, bahkan tak kalah dengan petikemas.
Dirut PT Gurita Lintas Samudera H. Sunarto, menyatakan bahwa pegelola pelabuhan Tanjung Priok mesti memikirkan kebutuhan pebisnis non petikemas, karena sekarang ini, fasilitas untuk kegiatan kargo non petikemas di pelabuhan Tanjung Priok minim.
“Akibatnya, kapal sering menunggu (antre) untuk sandar dan membongkar muat. Karena hampir sebagian besar dermaga diperuntukkan bagi kegiatan petikemas. Padahal kargo non petikemas jumlahnya tak kalah banyak,” katanya kepada Ocean Week, di Jakarta, kemarin.
Sunarto berpendapat, kalau pemerintah ingin supaya Tanjung Priok menjadi pelabuhan transhipment, mestinya apakah pemerintah tidak juga berpikir ada transhipment untuk non petikemas, misalnya untuk semua barang tambang coal dipusatkan di satu pelabuhan baru kemudian didistribusikan ke pelabuha-pelabuhan tujuan.
“Justru untuk jenis komoditi hasil tambang ini sekaligus pemerintah bisa melakukan beyond cabotage dengan mengubah pola (sistem) perdagangan, sebab kita pinya potensi,” ungkapnya.
Menurut Sunarto, sudah saatnya pemerintah juga mewujudkan transhipment port untuk komoditi non petikemas. “Dimana pelabuhan yang dipilih, silakan saja,” ucap owner Pelayaran Gurita Lintas yang kini dipercaya menangani angkutan batubara di Paiton karena sanggup membongkar 35 ribu ton per hari.
Ide Sunarto tersebut juga mendapat support dari sejumlah pelaku usaha pelayaran dari Jawa Timur Lukman Lajoni (Dirut PT Bintang Timur) dan Ketua Umum ABUPI Aulia Febri.
Lukman mengungkapkan bahwa di Tanjung Perak, kegiatan non petikemas sangat padat, sementara fasilitas dermaga yang tersedia untuk menampung komoditi ini sangat minim, sehingga kapal-kapal sering mengantre.
Sementara itu, Febri menyatakan, volume impor dan ekspor Indonesia tersbesar dalam bentuk curah. “Kita minta saja semua tambang coal kalau mau ekspor lewat Tanjung Priok. Kirim semua tongkang coal ke Priok, lalu baru dipindahkan ke kapal ekspornya,” ujarnya.
Menurut Febri, jika pemerintah ingin pelabuhan kita bisa mengambil pasar yang selama ini masuk Singapura, maka kembangkan saja Batam atau Kuala Tanjung sebagai transhipment. “Itu baru tepat sasaran,” ungkapnya singkat. (***)