Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) sangat mendukung mengenai transformasi logistik sebagaimana yang disampaikan Menko Perekonomian ketika melakukan pertemuan dengan para pelaku usaha logistik, di Kantor Menko Perekonomian, di Jakarta, Rabu (6/2).
Dalam pertemuan tersebut, kata Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Menko Darmin Nasution menyampaikan dua hal penting untuk diperhatikan dalam proses mata rantai pasok dengan memperbaiki logstik dan dapat fokus ke komoditi pangan sebagai contoh.
Selain itu juga membicarakan mengenai ekonomi off skill ke ekonomi off speech, salah satunya dengan membangun infrastruktur, dan juga bagaimana membangun digitalisasi.
Pada kesempatan dialog dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution itu pula, ALFI juga menyampaikan masukan untuk kegiatan export, import dan domestik. “Pembangunan infrastruktur secara fisik penting tetapi transformasi di bidang digital juga sama pentingnya. Artinya bagaimana Kita memadukan antara industri 3.0 dan 4.0 itu,” ujar Yukki kepada Ocean Week, Rabu malam.
Yukki juga mengemukakan bagaimana keinginannya bahwa dalam lima tahun kedepan Indonesia bisa masuk dalam 30 besar logistik performance index. “Bagaimana kita di ASEAN bisa masuk nomor 3 besar. Kalau kita bisa masuk 3 besar. Sekarang posisi ASEAN nomor 3 di Asia, dan nomor 6 di dunia. Kalau kita bisa masuk dalam tiga besar, kuenya pun nantinya akan dinikmati oleh kita,” ungkapnya lagi.

Karena itu, menurut Yukki, sangatlah penting membangun persamaan persepsi diantara asosiasi dalam membangun sebuah ekosistem di bidang logistik yang mana dikaitkan dengan mata rantai pasok ( supply chain).
“Hal itu sangat penting dimana regulator yaitu pemerintah dapat mengeluarkan suatu kebijakan yang tepat dan berdasarkan fakta di lapangan serta dapat diimplentasikan, agar segala sesuatunya dapat terukur. Tentunya perlu ada skala prioritas mana-mana yang akan diimplementasikan segera,” kata Yukki berharap.
Asdeki & PM 53
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asdeki H. Muslan pada kesempatan itu juga menyampaikan beberapa hal, misalnya tentang kelayakan petikemas dan over dimensi (Permenhub no. 53/2018. “Ada 8 hal yang seharusnya dilakukan survey container, yakni bongkar dari kapal ke container yard di pelabuhan. Lalu muat diatas truk dari lapangan penumpukan, masuk di depo penimbunan kontainer isi, keluar dari depo penimbunan isi, masuk di gudang penerima barang, keluar dari gudang penerima barang, saat masuk depo petikemas kosong, dan saat keluar depo kontaienr kososng,” kata Muslan.
Menurut Dirut PT GNS tersebut, dari ke-8 zona itu, saat ini hanya di lokasi depo kontainer kosong yang betul-betul dapat dilaksanakan survey kontainer dengan teliti dan benar serta menggunakan standar internasional (IICL 6). “Setiap depo anggota Asdeki sudah memiliki SOP yang baku, baik dari segi peralatan, SDM, sistem IT maupun lokasi yang memadai dan berstandar internasional,” katanya.
Karena itu, Asdeki mengusulkan agar pemberlakuan kelaikan kontainer sesuai dengan PM 53 agar dapat ditunda paling cepat 6 bulan kedepan. Karena perlu kesiapan yang matang, perlu sosialisasi kepada para stakeholder, sebab perlu biaya yang sangat mahal yang menjadi beban pelayaran atau pemilik petikemas.
Asdeki juga mengusulkan dan meminta bantuan pemerintah untuk melakukan penertiban keberadaan depo-depo yang tak sesuai dengan peraturan di PM 83. “Kami juga mengusulkan kepada Pelindo untuk menambah waktu stack container di pelabuhan dari rata-rata 3 hari menjadi 6 hari, khususnya untuk kontainer ekspor maupun kontainer kosong yang akan dikembalikan ke luar negeri, sebeb ini akan banyak membantu mengatasi kemacetan di jalan dan di pelabuhan,” ungkap Muslan. (ow/***)