Pemerintah tidak akan memberikan proteksi terhadap bisnis pelayaran. Namun pemerintah lebih memilih kebijakan promotif dan insentif untuk meningkatkan daya saing pelayaran Indonesia. Meski kondisi Industry pelayaran tengah mengalami penurunan kinerja karena imbas melemahnya perekonomian global.
Kata Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Edy Putra Irawady, Jika diberikan proteksi, pelayaran justru akan kesulitan.
“Mereka (pelayaran-red), tidak akan bisa bersaing dengan pelayaran dunia jika diberi proteksi. Padahal, kondisi global saat ini menuntut kita bisa bersaing,” ungkap Edy. Kebijakan protektif yang dulu banyak diberikan pemerintah justru membuat pelayaran tak bisa bersaing. “Akibatnya ketika menghadapi industry global yang berkembang pesat, kita nggak bisa melakukan apa pun. Kita biasa dibelai-belai,” kritik Edy Putra.
Menurut Edy, kebijakan promotif yang akan dilakukan pemerintah antara lain tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi antarkapal dan tidak mengenakan PPN pada devisa yang disimpan di bank.
Menanggapi keluhan INSA, tentang kelesuan usaha yang saat ini dihadapi bisnis sector pelayaran, Edy Putra Irawady mengatakan pemerintah telah membangun banyak pelabuhan yang dapat dimanfaatkan oleh industri pelayaran.
Terkait dengan skema transaksi ekspor, Edy sepakat dengan Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto yang menyatakan agar produk ekspor batu bara tak lagi menggunakan kapal asing. Negara importir menikmati banyak untung, jika menjemput barang ekspor dengan kapalnya. “Pemerintah sedang mencari cara meningkatkan penggunaan kapal nasional untuk kegiatan ekspor dan impor,” ungkap Edy.
Edy Putra ingin pemerintah mampu mengoptimalkan daya guna kapal dengan melibatkan BUMN terkait. Dia mencontohkan, kapal ekspor batu bara yang pergi ke Thailand, pulangnya dapat membawa beras. “Jangan kosong, (pergi bawa) karet, pulang bawa barang konstruksi atau apalah,” tegas dia.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik dan Multimoda, Tonny Budiono, berharap pemerintah dan operator pelayaran bekerja sama agar pemanfaatan tol laut optimal.
Pemerintah, kata dia, telah membangun jalur tol laut dengan meningkatkan infrastruktur 24 pelabuhan. Selain menyiapkan sarana dan peralatan bongkar muat, pemerintah memperbaiki kapasitas sarana agar kapal besar dapat masuk.
Sementara itu, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini utilitas kapal menurun tajam akibat lesunya ekonomi dunia. Kondisi pelayaran, baik nasional maupun dunia, berada di ambang krisis karena pelemahan ekonomi global. Pelemahan ekonomi, kata Meme panggilan Carmelita, menyebabkan banyak perusahaan domestik melakukan efisiensi.
Imbasnya, bisnis angkutan domestik menjadi tak bergairah.”Seperti bisnis minyak yang mengurangi pekerjaan dan banyak tutup,” kata dia.
Dia memisalkan, jenis kapal tongkang batu barang yang menganggur tercatat sekitar 60 persen, kapal kargo umum 40 persen, dan kapal hulu migas 60 persen.
Selain ekonomi melemah, aturan transaksi perdagangan membuat industri pelayaran lesu darah. Carmelita mencontohkan, rata-rata pengiriman barang ekspor memakai kapal pemesan. Hal itu sesuai dengan kontrak pembelian barang. “Pemilik barang yang mengambil barangnya, menyiapkan kapalnya sendiri,” tutur dia. Makanya 90 persen ekspor batu bara dan minyak sawit mentah (CPO) memanfaatkan kapal importir. Kondisi inilah yang membuat banyak perusahaan kargo dan perusahaan pelayaran logistik tutup. Dia menuturkan kapal yang beroperasi mengalami kerugian dan hanya sedikit yang untung atau hanya kembali modal.
INSA, menurut Carmelita, berharap, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada industri pelayaran nasional. Kebijakan itu dapat berupa aturan tentang penggunaaan kapal produk-produk ekspor; skema term of trade untuk ekspor menggunakan cost, insurance, and freight (CIF); dan impor menggunakan free on board (FOB). “Kita ingin (industri ini) sama-sama hidup,” kata Carmelita.
CIF adalah skema transaksi yang membuat harga barang, biaya kapal, dan asuransi menjadi satu dengan ongkos kirim. Sedangkan FOB adalah skema pembelian yang menyatukan biaya pengiriman, asuransi, dan harga barang setelah kapal sampai di pelabuhan bongkar muat.
INSA mengusulkan, pemerintah mempercepat anggaran belanja, terutama yang terkait dengan infrastruktur dan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam di daerah. Jika pemerintah memaksimalkan peran sebagai regulator, Carmelita yakin, pemanfaatan kapal bisa naik 20 persen. (ow)