Sejak digulirkan asas cabotage tahun 2005 lalu, usaha pelayaran Indonesia mulai merasakan dampak positifnya.
Pelan tapi pasti, pasar kargo domestik yang hingga tahun 2015 sebanyak 450 juta ton masih dikuasai perusahaan pelayaran asing (sekitar 45 ribu pangsa pasar), namun mulai 2016, pangsa pasar asing mampu direbut sepenuhnya oleh perusahaan nasional.
“Hingga 2019, ada pangsa pasar 1,4 miliar ton kargo, sepenuhnya dikuasai perusahaan pelayaran nasional. Tidak satupun ada yang dikelola oleh perusahaan asing. Kita sudah berhasil berdaulat di negeri sendiri,” kata Carmelita Hartoto, ketua Umum DPP INSA saat menjadi Nara sumber dalam webinar Kemenhub, Senin (24/8).
Pada kesempatan tersebut Carmelita juga menceritakan bertambahnya jumlah armada pelayaran nasional selama lima tahun terakhir ini.
Jika pada tahun 2015, jumlah armada tercatat sebanyak 16.142 kapal, naik menjadi 32.587 armada pada tahun 2019.
“Data ini tercantum dalam Buku Statistik Kemenhub 2019. Jika ditambah dengan kapal nelayan, jumlahnya bisa mencapai 63 ribu lebih. Negara lain mungkin nggak percaya kita punya segitu banyak kapal,” ujarnya.
Menurut Meme (panggilannya), jumlah perusahaan pelayaran nasional juga meningkat. Tahun 2015 masih sebanyak 3.266 perusahaan, naik signifikan menjadi 4.059 perusahaan di tahun 2019. “Jadi dalam kurun waktu empat tahun bertambah sebanyak 793 perusahaan,” ungkap Carmelita.
Dia yakin bahwa bertumbuhnya industri pelayaran nasional ini disebabkan kebijakan asas cabotage yang diterapkan sejak 2005.
“Asas cabotage adalah hak eksklusif suatu negara untuk menerapkan peraturan perundang-undangan sendiri dalam bidang darat, air, dan udara di lingkup wilayahnya,” katanya lagi.
Seperti diketahui bahwa asas cabotage resmi berlaku lewat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, yang diterbitkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Sekarang kita sudah merasakan hasil dari asas cabotage. Ini harus dipertahankan,” kata Carmelita. (**)