Pada debat calon presiden (Capres) beberapa waktu lalu, masalah pengelolaan pelabuhan oleh asing sempat mencuat. Adalah Prabowo Subiyanto (Capres 02) melontarkan supaya pelabuhan jangan dikelola asing, karena pelabuhan sebagai objek vital dan strategis.
Sementara itu, Joko Widodo (Capres 01) yang juga petahana, menyatakan tak masalah, karena pelabuhan-pelabuhan yang dikerjasamakan dengan asing merupakan pelabuhan komersial.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengungkapkan bahwa sebagai pengguna jasa pelabuhan, pelayaran tidak merasakan adanya perbedaan antara terminal yang dikelola/dikerjasamakan dengan asing maupun terminal yang dikelola BUMN (Pelindo) maupun swasta nasional.
“Kami (pelayaran) tak masalah apakah dioperatori asing atau dikelola oleh pihak domestik, sepanjang service bagus ya nggak masalah. Apalagi kalau sistem operasionalnya baik, peralatannya mencukupi, efektif, aman dan nyaman, pelayaran sebagai pengguna jasa nggak ada masalah,” kata Carmelita Rabu pagi (10/4).
Selama ini, kegiatan kapal yang keluar masuk pelabuhan di seluruh Indonesia, belum ada problem. Sebab, mayoritas operator pelabuhan/terminal terus melakukan perbaikan layanan sesuai dengan keinginan pengguna jasanya. “Menurut pelayaran, level service pelabuhan yang dikelola operator domestik sudah setara dengan terminal yang dikerjasamakan dengan operator asing selama fasilitas pelabuhannya juga setara,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua Umum ALFI Yukki N. Hanafi menyatakan, mestinya investasi asing untuk pelabuhan Indonesia tidak menjadi ‘momok’ bagi perekonomian nasional. “Investasi asing itu bisa berdampak positif selama memang adil bagi negara. Jangan sampai negara dirugikan oleh bentuk investasi nasional maupun penanaman modal asing,” kata Yukki dihubungi Ocean Week, Selasa malam.

Menurut Ketua AFFA ini, investasi asing harus dilihat sebagai upaya peningkatan daya saing pelabuhan Indonesia untuk dapat menekan biaya logistik.
Yukki mengungkapkan, hampir di seluruh nengara termasuk di kawasan Asia Tenggara membuka investasi bagi asing di pelabuhan termasuk Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Indonesia, sehingga PMA di pelabuhan bukan merupakan hal yang tabu terutama dalam bisnis kontainer.
“Supaya lebih menarik, mestinya daftar negatif investasi pelabuan dibuka saja, karena selama ini pelabuhan masuk negative list. Kalau logistik dibuka kenapa infrastruktur pelabuhan tidak, justru kalau ada alternatif pilihan seperti Patimban, dibantu Jepang, Pelindo jadi ada kompetitornya,” ungkap Yukki.
Baru-baru ini, Menhub Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa kerja sama dengan asing di pelabuhan hanya terbatas pada pemanfaatan konsesi, dan itu sebagai cara untuk memangkas ketergantungan pada APBN.
Kalau satu pelabuhan membutuhkan dana APBN sekitar Rp10 miliar, maka untuk mengurangi dana APBN, pemerintah mendesain proyek-proyek infrastruktur dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). “Jadi, yang dikerjasamakan hanya konsesi. Salah besar kalau kita menjual Tanah Air,” katanya. (***)