Pelayaran di Priok (yang sudah menandatangani) penanganan limbah terpadu di pelabuhan beberapa bulan lalu menyatakan akan tetap mendukung program dari kantor Kesyahbandaran Pelabuhan Tanjung Priok dalam rangka mewujudkan Priok green port.
Japie Tasijam, Direktur Operasional Temas Line, menyatakan bahwa tiga kapalnya yang dijadikan pilot Project untuk penanganan limbah B3 dan sampah di pelabuhan Tanjung Priok tetap komit untuk itu.
“Kalau dukunga terhadap program yang dicanangkan oleh pihak Syahbandar sangat kami respon. Kami juga melakukan pelaporan melalui inaportnet untuk itu. Cuma masalahnya soal tarifnya, kalau terlalu tinggi cukup berat. Makanya kami mempertimbangkan untuk membuang limbah di Priok,” katanya kepada Ocean Week, Selasa siang, per telpon.
Dia juga membandingkan untuk penanganan limbah di pelabuhan Tanjung Perak yang dinilainya lebih murah dibandingkan dengan Tanjung Priok.
Tapi, ujar Japie, sekali lagi pihaknya tetap mendukung program tersebut dalam rangka menjadikan Tanjung Priok sebagai pelabuhan berwawasan ramah lingkungan.
Di tempat lain, Kepala Cabang PT Pelni Indria Priyatna juga mengaku sependapat dengan pihak Temas Lines.
“Kami selalu mensupport program Syahbandar Priok, kami pun sudah menandatangani penanganan limbah terpadu untuk pelabuhan Tanjung Priok. Kami akan tetap mengisi pelaporan dalam inaportnet untuk itu. Cuma kami ini kan cabang, karena untuk yang menyangkut kebijakan, apalagi menyangkut pengeluaran uang, harus melalui kantor pusat. Jadi kami harus memberitahukan dulu ke kantor pusat,” ujar Indria di kantornya, baru-baru ini.
Sementara itu, ocean week yang menghubungi Pelayaran Meratus, melalui Budi Mulyono Rahman, menanyakan mengenai hal itu lewat WhatsApp-nya, hingga berita ini ditulis belum merespon.
Seperti diketahui bahwa Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok telah meluncurkan program manajemen limbah kapal terpadu di Pelabuhan Tanjung Priok sejak akhir November 2020.
Programyang dinamai COACH (Clean Ocean Act Collaboration and Harmonize) itu dibuat untuk menjadi panduan pengelolaan limbah di pelabuhan oleh pihak-pihak terkait.
Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Capt. Wisnu Handoko menjelaskan program COACH yang mengusung Trust, Transparency, Timing diharapkan dapat menciptakan keterpaduan dalam menentukan dan melaksanakan strategi pengelolaan limbah kapal antara pemangku kepentingan, serta meningkatkan sinergi dalam pengerahan sumber daya, meliputi SDM, sarana dan prasarana, metode, prosedur, biaya, dan juga tarif.
“Ada tiga hal yang harus kita perhatikan dalam manajemen limbah kapal terpadu ini. Pertama adalah Trust, harus ada kepercayaan antara seluruh pihak yang terlibat. Kedua, Transparansi. Harus ada kejujuran, misalnya berapa volume dan jenis sampah aja yang dimiliki. Ketiga, Timing. Harus dikoordinasikan dengan baik terkait waktu penurunan sampah antara pemilik kapal dengan pihak pengelola sampah,” urai Wisnu melalui keterangan tertulis, waktu itu.
Ada tiga Pelayaran yang turut dalam percontohan penanganan limbah terpadu itu yakni Temas Line, Meratus dan PT Pelni.
Saat ini, pihak Syahbandar ingin implementasi penanganan limbah dan sampah terpadu tersebut mulai dijalankan. Karena itu, terhadap ketika pelayaran tersebut harus memberi contoh, terutama mengenai pelaporan limbah dan sampahnya dalam inaportnet secara benar.
“Jadi, pihak kapal yang masuk ke pelabuhan Priok harus melaporkan kondisi limbahnya/sampahnya di inaportnet sehingga pemerintah (Syahbandar) bisa mengetahui kondisi limbahnya yang ada di kapal,” kata Capt. Wisnu Handoko, Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Pelabuhan Tanjung Priok.
Wisnu juga mengatakan sudah menyiapkan langkah untuk memberikan sanksi kepada pihak kapal yang tak memberikan laporan limbah maupun sampah di inaportnet dengan benar.
Bahkan, kemungkinan akan meng-hold ijasah Nakhoda, dan tak memberikan SPB (surat perintah berlayar) bagi kapal yang tak mentaati aturan berlaku.
“Kalau laporannya semua Nol kan nggak benar, masa di kapal nggak ada sampah dan limbah, dan itu masih ada yang melaporkan begitu. Kedepan nggak bisa lagi begitu, sekali, dua kali, masih kami peringatkan, ketiganya ya harus dikasih sanksi,” tegas Wisnu.
Langkah yang dilakukan pihak Syahbandar ini semata untuk kepentingan bersama demi terwujudnya green port Tanjung Priok.
Langkah yang ditempuh oleh pihak Syahbandar juga mendapat dukungan dari pihak Otoritas Pelabuhan, termasuk Dirjen Perhubungan Laut.
Nah, sekarang tinggal sejauhmana pihak Pelindo Cabang Tanjung Priok dan pihak pelayaran mendukung kebijakan ini, karena hal inipun untuk kepentingan mereka juga.
Yang perlu diketahui bahwa sampai sekarang pelabuhan Tanjung Priok masih dinilai rapor merah oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK). Karena pelabuhan tersibuk di Indonesia ini dianggap belum ‘becus’ menangani pencemaran polusi laut atau limbah maupun sampah.
Namun, penilaian KLHK itu berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara. Sebab melalui suratnya yang ditujukan kepada Badan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 (APLI), tanggal 15 Januari 2021 lalu, Achmad Hariadi (Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakut) justru memberi apresiasi dan dukungan atas inisiasi APLI dalam pengelolaan sampah maupun limbah non B3 yang berasal dari kapal maupun kegiatan di wilayah PT Pelindo Tanjung Priok dengan mengikuti ketentuan dalam peraturan daerah no. 03 tahun 2013 tentang pengelolaan sampah di daerah provinsi Jakarta.
Ketua Umum APLI Poltak Simbolon kepada Ocean Week, menyatakan rasa terimakasihnya atas penilaian yang diberikan oleh pihak Sudin Kebersihan Kota Jakarta Utara atas penanganan limbah B3 dan sampah non B3 di pelabuhan Tanjung Priok oleh anggotanya.
“Kami mengucapkan terimakasih kepada Sudin Kebersihan Jakut atas apresiasi tersebut. Dan kami akan terus berupaya profesional dalam penangana limbah dan sampah di pelabuhan,” katanya.
Untuk diketahui juga, selama beberapa tahun belakangan, penanganan limbah B3 di pelabuhan Priok ditangani oleh Pelindo Tanjung Priok yang kemudian bekerjasama dengan Indowastek (salah satu vendor) untuk menangani limbah B3 dari kapal yang berkegiatan di Priok ini.
Poltak Simbolon melalui APLI juga mengaku siap jika diminta oleh Pelindo Priok harus menyiapkan infrastruktur pendukung untuk penanganan limbah kapal maupun sampah secara full.
Kewajibanuntuk penginputan barang bagi kapal-kapal pembawa limbah (sampah) tersebut sebenarnya sudah sejak Oktober 2018 lalu diminta oleh Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo melalui surat edarannya no. Um-003/86/18/DJPL-18. Bahkan sewaktu Syahbandar Priok dipimpin Amiruddin, pada Juli 2019 juga mengeluarkan edaran akan hal itu. Sayang kewajiban ini masih belum diindahkan oleh pelayaran.
Data mencatat, selama tiga tahunan terakhir hanya ada 135 kapal yang melaporkan sampahnya. Padahal setiap tahun sekitar 16 ribu kapal berkegiatan di pelabuhan Tanjung Priok ini.
INSA Jaya juga jangan diam membisu. Organisasi ini pun berkewajiban untuk minta kepada anggotanya mendukung program ini, mengingat ini sudah jadi program pemerintah mewujudkan Priok green port. Apalagi, pihak Syahbandar bakal mengenakan sanksi tegas kepada kapal kalau tak taat aturan yang ada. (***)