Sistem pertukaran data elektronik melalui internet (PDE internet) Bea Cukai untuk memberikan service lebih efektif dan efisien dalam memfasilitasi pertukaran data antara para pengguna jasa dengan direktorat jenderal bea cukai (DJBC) dinilai Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) sangat bagus.
“Dengan adanya PDE internet bea cukai ini, justru kita bisa langsung komunikasi ke pihak bea cukai. Dan setahu saya, sistem itu yang juga diterapkan di beberapa pelabuhan di daerah tak ada masalah dengan kegiatan ekspor impor. Bahkan GINSI Jakarta sudah mensosialisasikan kepada para anggota, dan itu sangat membantu kami,” kata Erwin Taufan, salah satu pengurus GINSI kepada Ocean Week, Sabtu malam.
Taufan mengakui dengan sistem PDE bea cukai itu, pihaknya justru sangat terbantu karena lebih efisien dan efektif, sehingga kelancaran pengurusan kegiatan kepelabuhanan bisa sesuai dengan harapan pengguna jasa.
Seperti diketahui, pada akhir tahun 2018 lalu, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menerapkan program Pertukaran Data Elektronik via Internet (PDE Internet) guna memberikan layanan yang lebih efektif dan efisien, khususnya dalam memfasilitasi pertukaran data antara pengguna jasa dengan DJBC.
Beberapa hal yang melatarbelakangi penerapan PDE Internet selain tuntutan layanan yang lebih efektif dan efisien diantaranya adalah optimalisasi pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi DJBC, serta integrasi Sistem Indonesia National Single Window (INSW) dengan sistem aplikasi CEISA milik DJBC khususnya dalam layanan terkait perijinan barang larangan dan pembatasan (lartas).
Pelaksanaan implementasi PDE Internet diharapkan dapat menghemat waktu, tenaga, dan lebih meningkatkan efisiensi biaya bagi pengguna jasa khususnya importir dan eksportir.
Pengalaman menerapkan PDE internet sebelumya pada aplikasi CEISA Manifest menjadi bekal awal faktor pendukung implementasi PDE internet untuk layanan impor dan ekspor.
Disamping itu, keterbukaan informasi, serta tidak adanya perubahan prosedur yang menuntut pengguna jasa menyediakan investasi tambahan menjadi faktor pendukung implementasi PDE Internet.
PDE Internet diharapkan menjadi solusi bagi pemerintah dan pengguna jasa dalam upaya mempersingkat waktu layanan, dimana sebelumnya dalam proses komunikasi datanya (kirim data dan ambil respon) menggunakan jasa pihak ke-3 (provider) sebagai perantaranya sehingga menambah satu layer komunikasi yang berpotensi membuat waktu layanan semakin bertambah.
Selain itu, ketergantungan pada keberadaan provider menimbulkan beban biaya yang tidak sedikit bagi DJBC dalam menanggung biaya traffic komunikasi datanya, selain juga menimbulkan beban biaya investasi awal tambahan bagi pengguna jasa.
Kekhawatiran akan keberadaan data PIB/PEB yang berpotensi tersimpan juga pada server provider dimana selayaknya hanya tersimpan pada server sistem aplikasi CEISA juga menjadi faktor lain yang memicu DJBC segera beralih untuk menerapkan PDE internet.
Kondisi saat ini, dengan penerapan PDE internet, pengajuan data PIB/PEB elektronik menjadi lebih mudah karena dapat dilakukan hanya dengan memanfaatkan koneksi internet yang tersebar luas dan mudah dijangkau.
Kemudahan tersebut pada praktiknya menyebabkan penyampaian data PIB/PEB juga dapat dilakukan secara mandiri oleh importir/eksportir tanpa harus menggunakan jasa PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan).
Bagi DJBC sendiri, penerapan PDE internet menuntut DJBC untuk lebih memperkuat lagi tim penanganan gangguan layanan saat terjadi permasalahan di lapangan dimana sebelumnya sebagian porsinya sudah ditangani oleh provider.
Strategi yang diterapkan DJBC terkait penanganan gangguan layanan adalah dengan lebih mengaktifkan dan mengkolaborasikan 3 (tiga) subdivisi layanan yakni Seksi Duktek/PDAD di setiap kantor pelayanan DJBC, Contact Center Bravo DJBC 1500225, dan Service Desk Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai (DIKC).
Kolaborasi ketiganya diharapkan dapat menjadi faktor pendukung kuat terwujudnya layanan prima bidang impor dan ekspor yang diharapkan selalu tersedia (available) 24 jam.
DJBC juga menyediakan beberapa fitur canggih aplikasi pendukung layanan, yakni dengan di-launching-nya modul PIB versi terbaru (Versi 6.10) yang telah memuat fitur interaktif penyediaan data referensi penting saat pembuatan data PIB/PEB.
Hal ini menjadikan importir/eksportir dapat mengetahui secara otomatis data referensi penting seperti kurs pajak mingguan, no/tgl BC 11 (manifest) sebelum data PIB dikirimkan. Disamping itu, DJBC juga menyediakan fitur pengecekkan status layanan atas pengajuan PIB/PEB-nya melalui keberadaan aplikasi mobile berbasis android yang bernama ‘CESIA Mobile’ yang dapat diunduh melalui aplikasi playstore. (***)