INSA mengapresiasi positif adanya Paket Kebijakan XV yang kali ini sasarannya adalah sektor logistik guna mempercepat pengembangan usaha dan memperkuat daya saing jasa logisitik nasional. Diharapkan adanya kebijakan ini, maka keinginan INSA untuk mewujudkan beyond cabotage bisa terwujud.
“Muatan-muatan batubara dan kalapa sawit yang diekspor sekarang harus menggunakan kapal berbendera Indonesia. Demikian juga kalau kita mengimpor beras dan bahan pokok, menggunakan kapal Indonesia,” kata Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto kepada wartawan di Kantor DPP INSA Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sebagai Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perhubungan, Carmelita juga menyambut baik pemberian insentif pajak 0 persen bagi 115 komponen kapal untuk industri galangan kapal. Hal ini akan membuat harga produk dan layanan galangan kapal menjadi efisien.
“Hanya sebagai pelayaran, kami berharap galangan kapal tidak berkonsentrasi bisnisnya di Indonesia bagian barat. Sebaiknya galangan kapal juga dibangun di Indonesia bagian timur sehingga kapal-kapal di timur yang memerlukan perawatan tidak perlu ke barat dulu,” kata Carmelita.
Ketika paket kebijakan eknomi ke-15 ditanyakan ke Yance Gunawan, Dirut Galangan kapal PT Dumas Surabaya, dikatakan bahwa mengenai bea masuk 0 persen bagi 115 komponen kapal pasti berdampak baik terhadap industri galangan. “Cuma yang masih mengganggu yang LARTAS (larangan dan pembatasan) itu, Lagi pula bea masuk o persen bagi 115 item itu juga belum ada lampirannya,” ujar Yance.
Menurut Yance, Lartas pengurusannya pun ruwet dan mahal. Misalnya untuk semua komponen atau material yang mengandung besi masuk lartas, padahal tidak diproduksi di lokal. “Kalau yang masuk larangan ya nggak bisa masuk langsung re-export seperti gas olie dan lain-lain, padahal yang nggak diproduksi lokal,” ungkapnya.
Namun, bagi Yance, yang penting dengan adanya kebijakan ini dapat menekan biaya logistik.
Komentar senada juga diungkapkan M. Azis, Ketua Iperindo. Dia berharap semoga kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan lancar. Sebab, terkadang suatu kebijakan dibuat, namun aplikasi dilapangan tetap saja sulit.
“Maksudnya kalau memang bisa dilaksanakan, maka daya saing kita dalam mendukung pengadaan dan perbaikan kapal terhadap galangan luar neger akan lebih baik,” kata Azis.
Meski demikian, Azis menyatakan belum bisa banyak komentar karena belum mengetahui persis bagaimana pelaksanaannya dan belum mencobanya. “Saya baru bisa komentar tentang pelaksanaannya nanti setelah melakukannya. Tapi kalau secara kebijakan, sudah ada keperpihakan dari pemerintah, khususnya mengenai bea masuk komponen kapal yang dibebaskan,” ungkap Azis.
Sementara itu, Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi, kepada Ocean Week juga mengemukakan menyambut baik keluarnya kebijakan paket ekonomi 15 yang sudah ditunggu banyak dunia usaha dari tiga dua bulan lalu.
“Namun ini mesti dikawal, karena disitu banyak sekali aturan-aturan. Jangan sampai dalam tataran implementasi malah nggak jalan. ALFI sendiri fokus pada INSW dan LARTAS yang perlu dikapal dan terus diawasi dalam pelaksanaannya,” kata Yukki.
Yukki berharap, dengan keluarnya paket kebijakan ini biaya logistik nasional akan dapat semakin tertekan.
Carmelita menambahkan, mengenai dihapuskannya modal dasar bagi keagenan kapal, diharapkan agar kementerian teknis terkait, yakni Kementerian Perhubungan, segera membuat turunan dari keputusan ini. “Kementerian Perhubungan harus waspada, jangan sampai pihak-pihak yang tidak kompeten lalu menjadi agen kapal. Kalau ada masalah, mereka tidak bertanggung jawab,” tegas Carmelita.
Namun demikian, katanya, pelaku usaha masih membutuhkan insentif berupa kemudahan dalam fasilitas perbankan. Serta kebijakan-kebijakan pajak yang berpihak pada industri pelayaran nasional sebagimana negara-negara lain memberikan kebijakan pada industri pelayaran mereka.
“Bunga perbankan kita masih tinggi. Kami juga berharap dihilangkannya PPN bahan bakar dalam negeri dan PPh dalam perusahaan pelayaran. Kita berharap adanya moratorium tarif pelayanan publik jasa BUMN di pelabuhan, paling tidak untuk 3 tahun hingga 5 kedepan. Akan sia-sia kalau regulasi berjalan baik, tetapi tarif naik terus,” ujar Carmelita.
Selain itu, Carmelita menambahkan, INSA juga mendukung penguatan kelembagaan Indonesia National Single Window (INSW) dan penyederhanaan tata niaga untuk mendukung kelancaran arus barang, dengan membentuk Tim Tata Niaga Ekspor Impor dalam rangka mengurangi LARTAS (larangan dan/atau pembatasan) dari 49 persen menjadi sekitar 19 persen.