Terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) di pelabuhan samudera Palaran (PSP) Samarinda, kepolisian menyita sejumlah aset dari DH, Sekretaris Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Samudera Sejahtera (Komura) yang bernilai miliaran rupiah.
Saat ini polisi masih terus mendalami keterangan DH dan keterlibatannya dalam dugaan pungli di TPK Palaran, Samarinda.
“Di Koperasi Komura, kita lakukan penggeledahan terhadap DH. Di situ kita sita 9 mobil mewah, 5 unit rumah di Samarinda, 7 unit motor, dan 2 bidang tanah di Samarinda juga,” ujar Kapolda Kaltim Irjen Safaruddin.
Fakta baru terus digali pihak kepolisian antara lain dari PT Pelabuhan Samarinda Palaran (PSP). Direktur Operasional PSP Julius Agus menyatakan tidak pernah menyetujui tarif bongkar muat yang ditentukan oleh Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura).
“Dengan kami (PT PSP) tidak ada kesepakatan, dengan TPK (Terminal Peti Kemas) juga tidak ada kesepakatan (tarif bongkar muat),” kata Julius Agus.
Menurut dia, tarif bongkar muat yang ditetapkan oleh Komura secara sepihak. “Kami tidak pernah menerima kesepakatannya,” ungkapnya.
Kapolda Safaruddin mengungkapkan modus operandi yang dilakukan oleh oknum Koperasi Komura adalah menarik pungutan untuk TKBM kepada para pengusaha. Padahal aktivitas bongkar-muat di TPK Palaran sudah menggunakan peralatan mekanis.
“Komura ini memungut biaya TKBM di TPK Palaran–yang seharusnya menggunakan crane–tidak memerlukan tenaga kerja buruh,” jelasnya.
Komura secara sepihak menerapkan tarif Rp 180 ribu per kontainer. “Saya belum mendapatkan kepastian (berapa kontainer yang melakukan aktivitas bongkar-muat dalam sehari), tapi itu seharusnya pembayaran itu termasuk komponen crane dan lain-lain dan TKBM itu (biayanya) hanya Rp 10 ribu saja, jadi ada kelebihan,” tutur Safaruddin.
Julius Agus menambahkan, jumlah buruh Komura yang harus dibayar jasanya lebih dari yang seharusnya dibutuhkan. Ada 10 grup Komura yang ada di TPK Palaran dengan masing-masing grup berjumlah 10 orang. Untuk bongkar muat barang kapal yang telah menggunakan mesin crane, kata Julius, seharusnya dalam 1 kapal cukup menggunakan 4 orang buruh. Sementara Komura meminta penggunaan jasa 30 orang.
Beberapa waktu lalu, tim Saber Pungli yang terdiri atas Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus), Satgasus Mabes Polri, dan Polda Kaltim melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di TPK Palaran dan Pelabuhan Samarinda. Di Koperasi Komura, tim menemukan uang tunai Rp 6,1 miliar yang diduga dari hasil pungli.
“Rp 6,1 miliar itu akumulasi dari tahun 2016. Tetapi mereka kan beroperasi sejak 2012 untuk menarik pungutan tenaga bongkar-muat itu,” sambungnya.
Megapungli di terminal peti kemas dan pelabuhan-pelabuhan di Samarinda ini sudah meresahkan para pengusaha. Pengusaha merasa diperas karena, apabila tidak membayar biaya tersebut, akan dikenakan biaya demorage. (***)