Obsesi PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IKT) menjadi terminal kendaraan (car terminal) terbesar di ASEAN, dan 10 besar di dunia mengalahkan PSA Singapura dan Namyong Thailand sangatlah terbuka lebar dalam 4 tahun mendatang.
“Jalan IPCC (PT IKT) untuk menjadi yang terbesar di ASEAN sangatlah terbuka. Terlebih apabila dukungan dari pemerintah yang mendorong iklim investasi bagi produsen mobil di sekitar Patimban, mengingat pertumbuhan ekspor CAGR dalam 10 tahun terakhir mencapai 15%, dengan komposisi ekspor 60% sejak tahun lalu lebih besar dari pada impor 40%,” kata Chiefy Adi K, Dirut PT IKT, menjawab Ocean Week, Minggu pagi (28/10).
Chiefy yakin, jika pemerintah mempercayakan operator terminal kendaraan di Patimban kepada IPCC maka terminal tersebut akan menjadi komplementer dan saling menguatkan dengan IPCC yang berada di Tanjung Priok. Hal ini akan berdampak tidak hanya hadirnya industri otomotif yang baru untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen mobil terbesar di ASEAN mengalahkan Thailand, juga menjadi 10 besar produsen mobil di dunia sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden RI Jokowi beberapa waktu yang lalu saat mengunjungi IKT.
“Dampak lainnya akan mempermudah IPCC (IKT) untuk menjadi yang terbesar di ASEAN dan 10 besar di dunia,” ujarnya.
Seiring dengan itu, emiten anak usaha PT Pelindo II yang bersandi saham IPCC ini akan meningkatkan kapasitas penanganan (throughput) menjadi 2,1 juta unit kendaraan pada 2022 dari saat ini 700 ribu unit kendaraan.
Chiefy juga menyatakan, pada 2017 IKT berada di posisi tiga terminal kendaraan Asean dan 27 dunia, dengan throughput 520.863 unit, di bawah PSA yang mencapai 1,02 juta unit dan Namyong 989 ribu unit. Dengan kapasitas 2,1 juta unit pada 2022, IKT bakal melampaui PSA dan Namyong.
Adapun lima besar terminal kendaraan dunia pada 2022, kata dia, adalah Bremerhaven, Jerman, dengan luas lahan 240 ha, Zeebrugge, Belgia, 159 ha, Antwerp, Belgia, 125 ha, Le Havre, Prancis, 100 ha, dan IKT Indonesia 89,5 ha.
“Momentum ini harus dimanfaatkan oleh kita bersama untuk mewujudkan IPC Car Terminal Incorporated yang menjadi salah satu pijakan bagi Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” katanya.
Optimisme Chiefy menuju IKT yang terbesar di ASEAN tersebut bukan tanda dasar. Sebab, mantan GM Pelindo II Ciwandan Banten ini melihat pertumbuhan volume (throughput) mobil utuh (completely built up/CBU) sebesar 117,5% menjadi 305.168 unit, alat berat (heavy equipment) pertumbuhannya mencapai 375% menjadi 69.458 unit, sementara spare parts tumbuh 123,9% menjadi 76.628 m3.
Menurut Bapak dua anak ini, langkah para Agen Pemegang Merek (APM) yang terus menggenjot ekspor produk khususnya melalui pembukaan pasar baru juga akan meningkatkan kinerja IPCC. “Peningkatan kinerja IPCC juga terpengaruh dengan peningkatan aktivitas pembangunan infrastruktur, konstruksi dan pertambangan dimana industri-industri tersebut banyak menggunakan pengangkutan alat berat maupun spare parts, baik untuk ekspor-impor maupun domestik,” ungkap Chiefy.
Sesuai janji para APM ketika Presiden Jokowi melepas ekspor pruduk kendaraan masing-masing beberapa bulan lalu, Tahun ini Mitsubishi menargetkan hingga 45.000 unit untuk ekspor perdana Expander, Toyota Motor Manufacturing Indonesia menargetkan ekspor naik 10% menjadi 217.000 unit, sedangkan Suzuki menargetkan ekspor 50.000 unit dimana pada semester I 2018 ekspor Suzuki sudah mencapai 63% dari target, untuk ekspor Daihatsu diperkirakan tumbuh lebih dari 40%. Jadi, imbasnya throughput ikut tumbuh. Begitu juga alat berat akan mengalami pertumbuhan karena masifnya pembangunan infrastruktur dan perbaikan harga komoditas.
Terkait dengan kinerja IPCC pada triwulan III tahun 2018, Chiefy meyakini pencapaian kinerja IPCC pada sisa tiga bulan terakhir 2018 akan semakin meningkat. Selain karena faktor musiman di triwulan IV yang akan lebih tinggi dari periode sebelumnya karena tingginya aktivitas ekspor impor kendaraan dan alat berat yang selalu meningkat pada akhir tahun, serta proses pengalihan throughput kendaraan yang sebelumnya dikelola oleh PT Pelabuhan Tanjung Priok (sister company) juga pindah dan dikelola oleh IPCC.
Kebijakan Zonasi
Chiefy juga mengungkapkan, sejalan dengan kebijakan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai holding telah menerapkan kebijakan spesialisasi (zonasi) bisnis baik berdasarkan area terminal maupun operator terminal sehingga pelayanan terminal kendaraan terminal yang semula dikelola oleh PT Pelabuhan Tanjung Priok mulai tahun ini akan beralihkan ke IPCC.
Pada tanggal 15 Mei 2018, IPCC mulai mengoperasikan terminal eks Presiden. Lebih lanjut lagi sejak 1 Oktober 2018, IPCC telah mengoperasikan Terminal Roro di Lampung dengan bekerja sama dengan IPC Cabang Panjang sejak 1 Oktober 2018. Adapun di Pelabuhan Panjang, menangani Roro Rute Panjang – Tanjung Priok dan Panjang-Semarang. Tidak berhenti di situ sejak 1 Oktober 2018, IPCC telah mengoperasikan terminal 106, 107, 108 untuk Roro bekerja sama dengan IPC Petikemas.
“Semoga dalam tahun ini terwujud juga pengoperasian terminal kendaraan di Makassar bekerja sama dengan Pelindo IV dan di Pontianak bekerja sama dengan Cabang Pelabuhan Pontianak,” katanya lagi.
Target tahun depan, ungkap Chiefy, bagaimana program dari PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) terkait dengan zonasi baik dari sisi operator terminal maupun area terminal dapat 100% terealisasi dengan lancar dan cepat. Sehingga realisasi dari program tersebut dapat dikembangkan ke seluruh Indonesia melalui sinergi dengan PT Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero). Hal ini akan merealisasikan program pemerintah dalam konektivitas antar pelabuhan.
“Kedepan optimisme harus diraih dengan melihat pertumbuhan organik ekspor otomotif Indonesi dan bagaimana para APM sangat agresif untuk meningkatkan penjualan ekspor mereka. Termasuk supply pasar ekspor mobil ke Australia yang belum tersentuh. Dan posisi IPCC sebagai satu-satunya dedicated car terminal dan transhipment terminal selalu siap,” tegasnya.
Ditanya mengenai kondisi keuangan Perseroan, Chiefy menayatakan bahwa keuangan IKT sangat sehat, terlebih dengan masuknya dana segar proceed IPO, akan menjadi sumber pendanaan untuk belanja modal (Capital Expenditure) dan modal kerja dalam rangka meningkatkan kinerja dan value Perseroan ke depan. Pertumbuhan usaha perseroan tidak hanya bertumpu pada bisnis organik namun juga penambahan pendapatan dari bisnis non organik.
IKT juga terus berusaha berinvestasi untuk pengembangan, misalnya Per September 2018, perseroan sudah melengkapi total luas lahan yang dikelola menjadi seluas 34,9 hektare (Ha) atau telah bertambah 3,9 Ha dibandingkan posisi akhir tahun 2017 sebesar 31 Ha. Secara bertahap hingga tahun 2022, Perseroan menargetkan mengelola lahan seluas 89,5 ha dengan kapasitas 2,1 juta unit kendaraan atau naik 3 kali lipat dari saat ini 700.000 unit.
“Tentunya pengelolaan IPCC ke depan terlebih sesudah menjadi perusahaan publik harus menerapkan prinsip-prinsip GCG yang terimplementasi dalam budaya perusahaan,” tutup Chiefy. (rid/**)