Kepastian hukum, dukungan pengembangan pelabuhan, serta belum seratus persen perlindungan dan keberpihakan pemerintah dalam mendukung usaha jasa terkait di kepelabuhanan Banten dinilai menjadi beberapa penghalang untuk Banten bisa menjadi gate way pelabuhan Curah Nasional.
Meski potensinya besar, serta fasilitas pelabuhan memadai, tetapi jika tak ada kepastian hukum, pelabuhan Banten sulit dapat berkembang. Berbagai pendapat tersebut mengemuka pada acara diskusi nasional Babak Baru Pelabuhan Banten, bertempat di Royal Krakatau Hotel Cilegon (Rabu/15/8) yang digelar Ocean Week.
Meski kargo dari hinterland pelabuhan Banten sangat besar, sekitar 80 juta ton in out per tahun, namun infrastruktur seperti akses jalan juga belum cukup mendukung. “Masih ada tumpang tindih antara BUP dan stakehoders,” kata Muchsin Mansyur, praktisi kepelabuhanan asal Banten kepada Ocean Week, di sela diskusi yang menghadirkan pembicara Chandra Motik (ahli Maritim), Bay M Hasani (pengamat maritim), Agus Santoso (Ketua INSA Banten), David Rahardian (direktur KBS), dan Alawi Mahmud (Ketua APBMI Banten).
Perbaikan infrastruktur memang menjadi harapan Alawi Mahmud agar pemerintah memperhatikan mengenai infrastruktur.
Pastinya, semua pelaku usaha maupun pemerintah dan operator pelabuhan/terminal sepakat bahwa Banten harus menjadi Marine Cluster Business, yang mampu menopang kejenuhan pebisnis di pelabuhan Tanjung Priok.
Apalagi, menurut Agus Santoso (Ketua INSA Banten), kondisi kedalaman pelabuhan di Banten yang sangat dalam karena faktor alam, cukup menarik bagi kapal-kapal besar dapat masuk dan melakuka kegiatan ke wilayah ini. Tapi, biasanya shipping menganut pada teori ship follow the trade, dimana ada perdagangan (barang), kapal akan mengikuti.
Makanya, bukan saja fasilitas pelabuhan yang mesti dibenahi, namun juga produktifitasnya. Sayangnya, buruh bongkar muat (TKBM) sebagai salah satu mata rantai kelancaran lalu lintas barang di pelabuhan Banten, kinerjanya dinilai masih belum sesuai harapan.
Disisi lain, pemerintah provinsi maupun pemerintah kota Cilegon pun terkesan tak mau ambil peduli dengan potensi pelabuhan yang ada di wilayahnya. Mereka terkesan hanya ingin enaknya saja. Misalnya, apa yang disampaikan gubernur Banten Wahidin Halim yang menyatakan pihaknya berharap agar pemerintah pusat memberikan kemudahan dan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada daerah dalam rangka peningkatan pendapatan asi daerah (PAD) dari sektor jasa kepelabuhanan yang dapat dipungut langsung oleh pemerintah daerah guna mendukung pembangunan dan memajukan perekonomian daerah.
Tetapi, Kepala Dinas Perhubungan Banten Herdi Jauhari sempat meluruskan pernyataan gubernur tersebut. “Maksudnya bukan begitu, mungkin kami (Pemprof/Pemda) dapat bekerjasama dengan operator pelabuhan untuk pengelolaan, dan Pemda bisa lewat BUMD-nya,” katanya.
Potensi Banten untuk menjadi wilayah nomor 1 dalam bidang jasa kepelabuhanan sangat mungkin diwujudkan. Dan kata Bay M Hasani (mantan Direktur Lala Ditjen Hubla Kemenhub) hal itu pasti bisa, dengan berbagai catatan.
Jika dilihat dari sisi pelabuhannnya, sangat memungkinkan karena kedalamannya sangat memenuhi kapal besar bisa datang. “Sekarang tinggal bagaimana layanannya, sisi regulasinya, kenyamanan, keamanan, dan infrastrukturnya, kalau semua itu bisa, pasti keinginan menjadikan Banten sebagai gate way curah (multipurpose) akan terealisasi.
Seperti diketahui, ada 50 lebih TUKS berada di wilayah Banten, dua diantaranya sudah menjadi BUP yang memiliki konsesi. Keduanya adalah Cigading, pelabuhan yang dikelola KBS, dan Ciwandan yang dikelola Pelindo II Banten. Keduanya juga sudah ditetapkan dapat melayani kegiatan perdagangan internasional. Sementara satu TUKS yakni Merak Mas, secara regulasi sebenarnya masih belum diperbolehkan untuk kegiatan internasional. Namun, terminal yang satu ini selama ini sudah menangani kegiatan petikemas internasional, termasuk barang umum.
Untuk menuju Banten gate way multipurpose, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT KBS David Rahadian menyatakan, untuk meningkatkan kualitas pelabuhan sedikitnya ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu kapasitas, fasilitas, teknologi informasi dan Sumber Daya Manusia (SDM). “Butuh pembangunan dermaga baru dan penambahan fasilitas, penggunaan teknologi informasi yang lebih baik, SDM yang diperkuat terus dengan pengetahuan dan pelatihan dan terakhir adalah membangun kemitraan dengan baik,” katanya.
Menurut David, sudah menjadi kewajiban dan keharusan memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada seluruh costumer atau pelanggan pengguna jasa seluruh pelabuhan di Provinsi Banten. Sebab, satu saja costumer kecewa maka akan berefek kepada seluruh pelabuhan.
“Secara global pasti Banten atau pelabuhan se-Benten yang akan terkena dampaknya jika salah satu pelayanan yang diberikan kurang bagus. Sebab, pelabuhan ini adalah pelabuhan internasional,” jelasnya.
David menambahkan, volume ekspor dan impor di pelabuhan yang ada di Banten terus tumbuh dan didominasi cargo curah sekitar 40 juta ton. Pelabuhan di Banten juga memiliki jumlah bongkar dan muat terbesar di Indonesia untuk barang curah. “Kami harap statusnya bisa dinaikkan menjadi pelabuhan utama di indonesia seperti pelabuhan Priok,” ungkapnya.
Untuk bisa menuju kesana, menurut Chandra Motik, regulasi dan ranah hukumnya mesti jelas. (***)