Sejak mandatory Single Submission (SSm) dan Joint Inspection Pabean-Karantina diterapkan di pelabuhan Tanjung Emas Semarang, masa penimbunan peti kemas atau dwelling time di Pelabuhan ini sudah mencapai 2,88 hari.
“Sejak Januari 2019 yang tercatat 6,14 hari, dwelling time terus mengalami penurunan, dan per September 2020 sudah mencapai 2,88 hari,” kata Kepala Bea Cukai Tanjung Emas Semarang Anton Martin dalam siaran persnya di Semarang, Kamis.
Anton menyatakan bahwa Pelabuhan Tanjung Emas telah menjalankan Mandatory Single Submission (SSm) dan Joint Inspection Pabean-Karantina mulai 28 September 2020.
Sistem tersebut, sudah diikuti oleh 56 importir dan 34 Perusahaan Pengurus Jasa Kepabeaan.
Selain pemangkasan dwelling time, katanya, efisien juga diperoleh dari sisi pengurusan quarantine dan customs clearance, dari 3 hari dan 23 jam menjadi 1 hari dan 23 jam.
Dengan kebijakan single submission dan joint inspection pabean-karantina juga telah mampu menurunkan biaya logistik dari Rp3 juta per kontainer menjadi Rp634 ribu.
Implementasi penataan sistem ekosistem logistik nasional itu sendiri secara bertahap diterapkan di tiga pelabuhan besar di Indonesia.
Ketua GINSI Jawa Tengah Budiatmoko membenarkan jika dengan penerapan kebijakan tersebut mampu memangkas waktu dan biaya.
“Sejak diterapkan single submission dan joint inspection disini (Tanjung Emas) bisa menghemat waktu dan biaya. Tadinya pemeriksaan petikemas antara petugas bea cukai dan karantina berbeda waktu, namun sekarang mereka memeriksa dalam waktu bersamaan,” ungkapnya.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jateng Ariwibowo juga membenarkan kalau peraturan tersebut mampu memangkas dwelling time di Tanjung Emas.
“Kami sangat mendukung pelaksanaan single submission dan joint inspection karena bukan hanya menurunkan cost logistik, tapi juga memangkas waktu,” kata Ari. (***)