Untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di pelabuhan Tanjung Priok, para pengusaha truk yang tergabung dalam Aptrindo DKI Jakarta menyatakan siap melaksanakan program single TID yang akan diterapkan April 2021.
“Trucking sudah siap dengan single TID, apalagi itu untuk kelancaran lalu lintas barang di pelabuhan Tanjung Priok, dan mengurangi kemacetan,” kata Sudirman, ketua Aptrindo DKI Jakarta dalam dialog kepelabuhanan Penataan Akses Transportasi Darat Pelabuhan Tanjung Priok, di Jakarta Utara, Selasa (23/3).
Pada kegiatan yang dibuka oleh Capt. Wisnu Handoko, Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama pelabuhan Tanjung Priok, menampilkan Nara sumber yakni Guna Mulyana (GM Pelindo Priok), Inayah (Plt. OP Priok), dan Kasatlantas KPPP Putri.
Para Nara sumber juga didampingi sejumlah pembahas antara lain Adil Karim (ketua ALFI Jakarta), Sudirman (ketua Aptrindo Jakarta), Amalia (ketua IEI), dan Ogi mewakili APBMI Jakarta.
Sudirman menyatakan bahwa saat ini sudah ada 15 ribu truk anggotanya yang siap untuk melaksanakan konsep Single TID tersebut.

Dia juga mengaku menyayangkan kebijakan pihak walikota Jakarta Utara yang membatasi operasional truk.
“Kegiatan pelabuhan itu kan 24/7 tapi kenapa truking hanya dibatasi 16 jam. Ini permintaan walikota Jakut,” keluhnya.
Sudirman juga mengungkapkan bahwa macet yang terjadi itu ada beberapa penyebab. “Apakah macet nya itu di dalam pelabuhan atau diluar pelabuhan,” ujarnya.
Dia juga menceritakan kalau dulu jumlah truk yang beroperasi hanya 8000 unit, tapi sekarang ada 20 ribu unit beraktivitas di pelabuhan Priok.
“Saya setuju ada akses khusus langsung ke pelabuhan, jadi tidak mengganggu kegiatan yang lain,” ungkap Sudirman.
Sementara itu, Guna Mulyana menegaskan jika buffer area di wilayah ex Inggom yang disiapkan oleh pihaknya belum dipergunakan secara maksimal oleh trucking.
“Macet di Priok memang tak bisa dihindari, karena Priok bukan transhipment tapi gate way. Macet juga tak terlepas dari produktivitas kecepatan bongkar muat. Dulu pakai crane kapal, tapi sekarang pakai crane darat. Dan kenapa truk datangnya pada waktu tertentu, dan pengiriman barang juga bersamaan,” kata Guna sembari menambahkan kalau single TID diharapkan pada April mendatang sudah diberlakukan.
Guna juga memetakan kalau kemacetan di Priok sering terjadi di dalam pelabuhan, di pos 9, di pos 1, atau di RE Martadinata.
“Diluar pelabuhan macet juga sering terlihat di akses NPCT1, depan Bogasari, akses JICT, TPK Koja, akses terminal Priok, jl RE Martadinata, akses masuk inggom. Bagaimana nggak macet, truk terus bertambah, banyak pula depo petikemas di sekitar Cilincing,” katanya.

Guna mengungkapkan bahwa ada beberapa program untuk mengatasi kemacetan, antara lain menyiapkan buffer area, single TID, traffic manajement, menyiapkan jl tol Cilincing Cibitung.
“Buffer area yang kami siapkan itu bukan garasi, makanya tak semua bisa masuk buffer jika nggak ada tujuan, buffer hanya berfungsi sebagai back up sebelum truk masuk terminal,” jelasnya.
Sekali lagi Guna menegaskan jika Single TID mulai April sudah dimulai. “Jadi nanti truk yang bisa masuk ke pelabuhan adalah yang jelas tujuannya,” ujarnya.
Cuma, apa yang akan dilakukan Pelindo Priok dikatakan tak akan berhasil jika tak didukung oleh stakeholders yang lain.
Guna berharap masukan maupun kritik dari ALFI mengenai lamanya penerapan single TID tersebut diterimanya dengan tangan terbuka.
“Kalau single TID segera kami laksanakan. Tapi kalau TBS (terminal booking sistem) mungkin masih jauh,” ucap Guna menanggapi masukan dari Adil Karim.
Sedangkan Inayah, Plt OP Priok menyatakan untuk mengurai kemacetan di pelabuhan perlu terobosan baru layanan lebih cepat, dan efisien, lalu bagaimana menjamin kelancaran arus barang.
Sebelumnya Capt. Wisnu Handoko mengungkapkan, bahwa masalah kemacetan di Priok bukan berita usang.
“Bagaimana mengatasi macet di pelabuhan, dari sisi akar masalah dibagi dua, dari luar atau di dalam pelabuhan. Kalau di luar apakah terkait dengan akses jalan atau sistem truckingnya. Jika di dalam pelabuhan, ini terjadi karena jumlah truk yang masuk terlalu banyak, sudah siapkan buffer area, tapi apakah ini juga sudah dimanfaatkan,” kata Wisnu.
Mantan direktur Lala Ditjen Hubla ini juga mengemukakan keinginannya bagaimana Priok bisa seperti Singapura.
“Priok harus bisa menjadi pilot Project untuk pelabuhan yang lain dari sisi apapun,” ujarnya lagi. (***)