Hingga sekarang pelabuhan Tanjung Priok masih dinilai rapor merah oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK). Karena pelabuhan tersibuk di Indonesia ini dianggap belum ‘becus’ menangani pencemaran polusi laut atau limbah maupun sampah.
Namun, penilaian KLHK itu berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara. Sebab melalui suratnya yang ditujukan kepada Badan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 (APLI), tanggal 15 Januari 2021 lalu, Achmad Hariadi (Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakut) justru memberi apresiasi dan dukungan atas inisiasi APLI dalam pengelolaan sampah maupun limbah non B3 yang berasal dari kapal maupun kegiatan di wilayah PT Pelindo Tanjung Priok dengan mengikuti ketentuan dalam peraturan daerah no. 03 tahun 2013 tentang pengelolaan sampah di daerah provinsi Jakarta.
Ketua Umum APLI Poltak Simbolon kepada Ocean Week, menyatakan rasa terimakasihnya atas penilaian yang diberikan oleh pihak Sudin Kebersihan Kota Jakarta Utara atas penanganan limbah B3 dan sampah non B3 di pelabuhan Tanjung Priok oleh anggotanya. “Kami mengucapkan terimakasih kepada Sudin Kebersihan Jakut atas apresiasi tersebut. Dan kami akan terus berupaya profesional dalam penangana limbah dan sampah di pelabuhan,” katanya, di Jakarta, baru-baru ini.
Seperti diketahui bahwa dalam beberapa tahun belakangan, penanganan limbah B3 di pelabuhan Priok ditangani oleh Pelindo Tanjung Priok yang kemudian bekerjasama dengan Indowastek (salah satu vendor) untuk menangani masalah limbah B3 dari kapal yang berkegiatan di Priok ini.
Sementara itu Munif, salah satu pengurus INSA Jaya menyambut baik dukungan dari pemerintah Jakarta melalui suku dinas kebersihan Jakarta Utara itu. “Ini jadi langkah yang baik, karena Pemkot pun ternyata memperhatikan juga soal ini,” ujarnya.
Dia berharap, PT Pelindo Cabang Tanjung Priok tak setengah hati dalam penanganan limbah dan sampah di wilayah pelabuhan Tanjung Priok ini.
“Kalau memang ingin mewujudkan Priok green port, ya harus total, jangan setengah-setengah, di lepas kepalanya dipegangin buntutnya,” kata Munif.
Poltak Simbolon melalui APLI juga mengaku siap jika diminta oleh Pelindo Priok harus menyiapkan infrastruktur pendukung untuk penanganan limbah kapal maupun sampah secara full.
Memang untuk merealisasikan keinginan pemerintah Tanjung Priok sebagai pelabuhan berwawasan ramah lingkungan diperlukan kesadaran semua pihak.
Dari sisi regulator kelihatannya tak perlu diragukan. Mengingat, Syahbandar Pelabuhan Priok sudah menyiapkan kebijakan yang tegas untuk itu, salah satunya pelaporan riil melalui inaportnet.
“Jadi, pihak kapal yang masuk ke pelabuhan Priok harus melaporkan kondisi limbahnya/sampahnya di inaportnet sehingga pemerintah bisa mengetahui kondisi limbahnya yang ada di kapal,” kata Capt. Wisnu Handoko, Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Pelabuhan Tanjung Priok, kepada Ocean Week, di kantornya, akhir pekan lalu.
Wisnu pun mengaku sudah menyiapkan langkah untuk memberikan sanksi kepada pihak kapal kalau tak memberikan laporannya dengan benar.
Bahkan, kemungkinan akan meng-hold ijasah Nakhoda, dan tak memberikan SPB (surat perintah berlayar) bagi kapal yang tak mentaati aturan berlaku.
Langkah yang ditempuh oleh pihak Syahbandar juga mendapat dukungan dari pihak Otoritas Pelabuhan, termasuk Dirjen Perhubungan Laut.
Nah, sekarang tinggal sejauhmana pihak Pelindo Cabang Tanjung Priok dan pihak pelayaran mendukung kebijakan ini, karena hal inipun untuk kepentingan mereka juga, menjadikan Tanjung Priok green port.
Untuk itu, Capt. Wisnu Handoko menyatakan akan melakukan ujicoba kepada tiga perusahaan pelayaran (Pelni, Meratus, dan Temas) yang masing-masing dengan tiga kapal telah menyepakati untuk penanganan limbah terpadu. “Kami sudah mulai untuk menerapkan kepada kapal-kapal ketiga pelayaran itu, kalau nanti sudah ok, baru melangkah ke semua pelayaran yang berkegiatan disini (pelabuhan Priok),” kata Wisnu.
Untuk diketahui, bahwa kewajiban untuk penginputan barang bagi kapal-kapal pembawa limbah (sampah) tersebut sebenarnya sudah sejak Oktober 2018 lalu diminta oleh Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo melalui surat edarannya no. Um-003/86/18/DJPL-18. Bahkan sewaktu Syahbandar Priok dipimpin Amiruddin, pada Juli 2019 juga mengeluarkan edaran akan hal itu. Sayang kewajiban ini masih belum banyak diindahkan oleh pelayaran.
Selama tiga tahunan terakhir hanya ada 135 kapal yang melaporkan sampahnya. Padahal setiap tahun sekitar 16 ribu kapal berkegiatan di pelabuhan Tanjung Priok ini.
Jadi, untuk mewujudkan Green Port Tanjung Priok, perlulah sekali lagi kesadaran semu pihak, karena tanpa itu akan sulit pelabuhan berwawasan ramah lingkungan bisa tercapai, dan ini juga menjadi tugas Sekertariat Bersama untuk selalu menyadarkan kepada semuanya. (***)