Pelayaran menyatakan kualitas produk sistem identifikasi otomatis/Automatic Identification System (AIS) yang digunakan untuk kapal merah putih di perairan Indonesia dikeluhkan, karena alat tersebut meski dihidupkan, keberadaan posisi kapal tak dapat terdeteksi.
Justru kapal yang menggunakan GPS Tracking atau Marine Tracking, lebih bisa dipantau posisinya sedang berada dimana.
Niat baik pemerintah dengan kebijakan tersebut yang filosofinya untuk keselamatan dan keamanan pelayaran, tidak diperhatikan serius oleh pabrikan, karena kualitas peralatannya tak mumpuni.
Pelayaran juga mengeluhkan adanya intaian oknum aparat keamanan pada saat kapal hendak masuk pelabuhan. Tak menyalakan AIS, nakhoda kena sanksi, dihidupkan aparat keamanan terus menguntit, untuk berusaha menghadang kapal dan mencari kesalahannya kapal.
Keluhan tersebut dibenarkan Banu Amza, direktur Pelayaran Berlian Pulau Mandangin, dan Ketua Pelayaran Rakyat Sunda Kelapa Abdullah. “Kapal saya juga pernah ngalami yang seperti itu, kapal tak terdeteksi keberadaannya, padahal kata Nakhoda, AIS dinyalakan terus,” ungkap keduanya saat dikonfirmasi oleh Ocean Week, Rabu siang (22/1).
Namun, kata Abdullah, bahwa tak terdeteksinya posisi kapal itu, bukan karena AIS-nya tak nyala, tetapi karena AKI sebagai alat bantu seterum ke AIS kurang berfungsi dengan baik, sehingga daya dukungan energinya pun berkurang dan bahkan sampai hilang. “Makanya saya sudah sarankan kepada para anggota Pelra untuk menambah alat (Power Supply), supaya aliran seterum ke AIS stabil,” ujar Abdullah.
Abdullah juga menceritakan jika Pelra anggotanya di Sunda Kelapa sudah 100% menggunakan AIS yang akan full diberlakukan pada 20 Februari 2020 nanti.
“Kayaknya tak ada masalah dengan AIS, selain itu tadi (AKI),” tutur Abdullah.
Sedangkan Banu menambahkan, penggunaan GPS Tracking bisa juga dipasang ke kapal kargo, kapal penumpang, kapal tanker dan tuh barge, serta dapat diaplikasikan ke tongkang, kapal kayu maupun kontainer yang tak memiliki sistem kelistrikan.
Seperti diketahui bahwa penerapan AIS sempat ditunda oleh pemerintah (Kemenhub), terutama untuk AIS tipe B. Penundaan tersebut dikeluarkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor SE.70 Tahun 2019 yang diterbitkan pada Selasa, 20 Agustus 2019 lalu.
Tetapi, penggunaan AIS akan full diterapkan pada 20 Februari 2020.
Direktur Kenavigasian Kementerian Perhubungan Basar Antonius sempat menyatakan, penundaan pemberlakuan sanksi administratif ini diputuskan setelah melakukan evaluasi terhadap kesiapan pelaksanaan pemasangan dan pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis tersebut, khususnya AIS Klas B pada kapal penangkap ikan dan kapal pelayaran rakyat.
“Dari hasil evaluasi yang kita lakukan, khususnya pada kesiapan pemasangan dan pengaktifan AIS Kelas B, dipandang perlu dilakukan penyempurnaan atau revisi terhadap PM 7 Tahun 2019,” ujar Basar waktu itu.
Basar Antonius juga menjelaskan, kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS di kapal merupakan upaya meningkatkan keselamatan serta keselamatan pelayaran.
Basar menambahkan, AIS memberikan dukungan terhadap implementasi penetapan traffic seperation scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok mengingat perhatian utama kapal asing yang melintas terkait pengaturan penggunaan dan pengaktifan terhadap kapal non-SOLAS. “Dengan mengaktifkan AIS, mempermudah pengawasan terhadap tindakan ilegal seperti penyelundupan, narkoba, maupun illegal fishing,” ujar Basar Antonius.
Basar Antonius mengatakan, dengan mengaktifkan AIS, dapat mempermudah kegiatan SAR dan investigasi jika terjadi kecelakaan kapal mengingat data kapal telah terekam. “AIS juga mempermudah monitoring pergerakan kapal-kapal di alur pelabuhan serta alur-alur lainnya seperti di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI),” kata Basar Antonius.
Dalam pengoperasiannya, AIS dapat langsung terdeteksi oleh stasiun Vessel Traffic Service (VTS) terdekat sedangkan VMS tidak terdeteksi oleh stasiun VTS terdekat karena peralatan VMS tidak menggunakan gelombang radio Very High Frequency (VHF).
Ada dua kelas tipe AIS yang yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain, Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi berukuran paling rendah GT 35, serta Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B adalah Kapal Penangkap Ikan yang berukuran paling rendah GT 60.
Pengawasan penggunaan AIS dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan Kapal, dan pejabat pemeriksa kelaiklautan Kapal Asing.
Sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing), Satuan Tugas 115 memiliki tugas mengembangkan dan melaksanakan operasi penegakan hukum dalam upaya pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah laut yurisdiksi Indonesia secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil dan peralatan operasi, meliputi kapal, pesawat udara dan teknologi lainnya.
Pelayaran berharap supaya pabrikan peralatan AIS memperhatikan kualitasnya, sehingga penggunanya tak lagi komplain. (***)