Harapan Indonesia menjadikan Kuala Tanjung sebagai hub port internasional sangat besar. Hal itu pun beberapa kali didengungkan, baik oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, maupun Menhub Budi Karya Sumadi. Bahkan keinginan sama juga pernah dilontarkan Dirut Pelindo I Bambang Eka Cahyana.
Bukan itu saja, Kuala Tanjung yang ditarget sudah beroperasi pada 2018 juga dipersiapkan sebagai pelabuhan yang mampu menampung limpahan peti kemas dari Tanjung Pelepas, Port Klang, Pelabuhan Johor, dan Singapura, ketika Terusan Kra di Thailand dibuka pada tahun 2025 nanti.
Sewaktu rombongan wartawan peliput kemaritiman dari berbagai media di Sumatera Utara, termasuk Ocean Week melakukan kunjungan ke Kuala Tanjung, tampak jika pembangunan pelabuhan itu terus digenjot agar pada akhir tahun 2017 ini selesai.
Dari keterangan tertulis yang disampaikan Fiona Sari Utami, ACS Humas PT Pelindo I, disebutkan bahwa pekerjaan fisik pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tahap pertama telah menapai 92% di sisi laut dan 71% di sisi darat.
“Pada tahap pertama, Pelindo I membangun terminal multiguna berkapasitas 500.000 TEUs. Terminal multiguna bakal dikelola oleh PT Prima Multi Terminal, perusahaan patungan antara Pelindo I dengan PT PP (Persero) Tbk dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Pelindo I memegang 55% saham Prima Multi Terminal sedangkan PT PP sebesar 25% dan Waskita 20%,” ujarnya.
Sementara itu, M. Eriansyah, Corporate Secretary PT Pelindo I mengungkapkan kalau Kuala Tanjung akan menjadi pelabuhan terbesar di wilayah barat Indonesia pada tahun 2023.
“Pembangunan diharapkan selesai pertengahan 2018, tapi pelabuhan akan mulai beroperasi Januari 2018,” katanya kepada pers.
Diharapkan Kuala Tanjung dapat menampung limpahan petikemas dari Singapura, Malaysia, sewaktu Terusan Kra mulai dioperasikan.
Untuk diketahui, Terusan Kra adalah kanal yang memotong Tanah Genting Kra di Thailand. Pembangunannya sudah dirancang sejak lama, namun baru awal abad ke-21 direalisasikan dan diperkirakan mulai beroperasi 2025.
Konon adanya Terusan Kra membuat kapal-kapal dari Laut Cina Selatan tidak lagi melewati Selat Malaka untuk sampai ke Lautan Hindia. Proyek raksasa ini diperkirakan dapat mengancam Selat Malaka sebagai jalur perdagangan tersibuk di dunia saat ini.
Setiap hari sekitar 500 kapal keluar masuk ke pelabuhan Singapura melewati Selat Malaka, belum lagi kapal yang ke Tanjung Pelepas, Port Klang maupun Johor Malaysia.
Makanya, jika pemerintah Indonesia ingin menjadikan Kuala Tanjung menjadi hub port internasional, sebaiknya menggandeng salah satu pelayaran besar dunia sebagaimana yang dilakukan pemerintah Malaysia untuk Tanjung Pelepas.
“Tanpa melalui pola itu, tak akan mungkin hub port internasional terwujud. Paling hanya sebagai gateway untuk Indonesia Barat,” kata Asmari Herry, Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia bidang Perhubungan, kepada Ocean Week, di Jakarta.
Lagi pula, ucap Direktur Samudera Indonesia ini, untuk menjadikan hub port internasional dan kemudian mengambil sebagian kegiatan yang selama ini ke Singapura maupun Malaysia tidaklah mudah.
“Tapi, keinginan itu mesti kita support, seperti Tanjung Priok yang ingin jadi hub port internasional,” ungkap Asmari.
Sementara itu, Eriansyah meyakini dengan kemampuan Kuala Tanjung mampu melayani kapal-kapal peti kemas besar akan membuat produsen menggiring barang hasil produksinya ke negara-negara tujuan menggunakan pelabuhan ini.
“Eksportir tidak perlu lagi menggunakan Singapura dan pelabuhan-pelabuhan besar di Malaysia untuk membawa barang dengan kapal besar ke Eropa dan AS, seperti yang selama ini terjadi, namun akan ke Kuala Tanjung,” ujar Boy (panggilan familiarnya) kepada pers.
Saat ini, dari pengamatan Ocean Week sewaktu berkunjung ke Kuala Tanjung, para pekerja sedang berusaha keras merampungkan pembangunan tahap I, berupa trestle sepanjang 2,75 kilometer, dermaga 1.000 meter, dengan kedalaman 16 – 17 meter, termasuk penyelesaian lapangan peti kemas berkapasitas 500 ribu TEUs, dan sejumlah tangki timbun.
Pembangunan dilaksanakan dalam tiga tahap, menelan investasi sebesar Rp34 triliun. Pembangunan tahap kedua berupa kawasan industri seluas 3.000 hektare, yang akan menjadikan Kuala Tanjung sebagai internasional hub port.
Untuk tahap ketiga yakni pembangunan terminal peti kemas yang terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mengkei.
Pada tahun 2023, total pembangunan diharapkan selesai dan Kuala Tanjung mampu menampung 25 juta TEUs per tahun. Kemudian Kuala Tanjung bisa bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan besar di sepanjang Selat Malaka, seperti Pelabuhan Singapura yang menangani 32 juta TEUs, Pelabuhan Tanjung Pelepas 15 juta TEUs, Port Klang 12 juta TEUs, dan Pelabuhan Johor 10 juta TEUs. (rat/ow/***)